Setelah turun dari pelabuhan, aku segera menunggangi kuda dan melaju ke istana lama. Untuk pertama kalinya aku menghabiskan perjalanan selama dua hari di kerajaan sendiri. Ternyata memiliki wilayah yang luas benar-benar membutuhkan waktu dan tenaga lebih banyak.
Setelah hampir setahun tak pulang, aku seperti diingatkan kembali pada kenangan manis di tempat ini, membangkitkan kerinduan yang tak bisa kujelaskan.
Kuhirup udara dengan bebas ketika angin bertiup kencang. Aroma musim semi merebak, mengingatkanku pada beberapa kuntum bunga yang bermekaran.
Kedatanganku disambut sorakan warga yang tampak bahagia dan antusias atas kemenanganku di medan perang. Mereka mengelu-elukan namaku dengan suka cita sambil menghujaniku dengan kelopak bunga. Sementara aku hanya tersenyum sambil melambaikan tangan dengan ramah.
Setelah beberapa jam berkuda, akhirnya rombonganku sampai di istana lama. Para pelayan menyambutku dan segera menyiapkan keperluanku. Aku segera ke mansion Putra Mahkota untuk berganti pakaian. Setelah itu, aku bergegas ke mansion Putri dan melihat langsung keadaan bibi Erina.
"Saya ingin bertemu dengan tuan putri," ujarku pada penjaga mansion Putri.
"Mari silahkan masuk, yang mulia. Tuan putri ada di taman belakang."
Aku mengikuti langkah pelayan yang membawaku ke taman belakang. Tempat favoritnya untuk membaca buku, seperti biasa.
"Bibi," panggilku saat melihat sosoknya duduk membelakangiku.
Perlahan ia menoleh dan aku segera berlari ke arahnya saat kudapati sebuah perban yang menutupi mata kanannya.
"Bibi, apa yang terjadi? Bagaimana kau bisa mengalami hal seperti ini?" semburku khawatir. "Apa mata bibi terluka sampai harus ditutup seperti ini?"
"Rein, bibi senang kau kembali," ujarnya tanpa menggubris pertanyaanku. "Ternyata istana ini begitu sepi tanpamu."
"Bibi jawab aku, apa yang terjadi? Bibi tidak diserang kan?" cecarku yang juga tak menggubris kalimatnya.
Tak lama, seorang pelayan datang membawa secangkir teh dan biskuit. Bibi Erina memberi kode pada pelayan untuk meninggalkan kami berdua di taman setelah ia menyelesaikan tugasnya. Pelayan itu pun mengangguk dan meninggalkan kami, sesuai permintaannya.
"Bagaimana kabarmu di tanah baru Vainea? Apa berjalan dengan baik?"
"Bibi tolong jawab aku." Aku masih menuntut jawaban sambil menatapnya sedih. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa bibi bisa sampai celaka seperti ini?"
"Berita kecelakaan itu hanya rumor palsu yang sengaja bibi buat," jawabnya, lalu berkata dengan nada lebih pelan. "Mata ini...bibi yang mencukilnya sendiri."
"Apa?" desisku tak percaya. "Ta-tapi kenapa? Mata bibi adalah salah satu kebanggaan Vainea. Kenapa bibi melakukannya?"
"Semua ini untukmu."
"Apa maksudnya?"
"Mata ini bukan hanya sekedar bisa melihat apa yang tersembunyi dan tak terlihat, tapi juga...memiliki sihir untuk mengembalikan waktu," ujarnya mulai menjelaskan. "Bibi menggunakannya untuk mengembalikan waktu Luna sampai sebelum ia kehilangan penglihatannya. Sihirnya hanya bekerja sebatas itu, jadi walau pun Luna telah kembali seperti sedia kala, tapi racun itu tetap ada karena sihir itu tak bisa memundurkan waktunya lebih jauh lagi."
"Bibi tahu kau masih menyimpan penawar itu di kamarmu, jadi bibi menggunakannya setelah pengembalian waktunya selesai. Dan saat ini, Luna sudah dinyatakan bersih dari racun setelah diberi penawar. Kudengar ia juga sudah siuman, jadi kau bisa menemuinya," lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rein
FantasyIni adalah buku ke 3 dari seri Assassin, sangat disarankan untuk membaca 2 buku sebelumnya untuk mengurangi kesalahpahaman alur.. Kegelapan malam telah menyisakan sebuah penyesalan untuk memejamkan matanya. Rein, mencoba menyelidiki kasus kematian o...