Istana Axiandra

167 49 16
                                    

Kami berdua duduk meringkuk di antara banyak barang di kereta. Jika dicium aromanya, sepertinya mereka membawa makanan. Perkiraanku, mungkin mereka hendak membawa pasokan makanan ini ke gudang istana.

Aku memperhatikan Zora yang tampak sibuk sendiri dengan barang-barang di sekitarnya. Selain untuk membetulkan posisi, ternyata ia sedang mencari makanan yang bisa ia makan langsung.

"Jangan," cegahku sambil menahan tangannya yang hendak memakan Apel. "Kalau ketahuan kau bisa di hukum gantung."

"Aku lapar sekali."

"Tahanlah sebentar lagi. Saat sampai di istana, kita temui yang mulia."

Zora menghela napas sejenak, lalu meletakkan Apel itu ke tempatnya lagi. Aku merangkulnya dan menepuk-nepuk bahunya agar dia terkulai di bahuku.

"Tidurlah sebentar. Nanti kubangunkan saat sampai di istana."

Zora mengangguk dan menyandarkan kepalanya di bahuku. Entah kenapa situasinya membuatku ingin tersenyum. Ada perasaan hangat yang mengalir di hatiku perlahan, begitu menyenangkan.

.

Setelah beberapa lama, akhirnya kami memasuki gerbang istana. Bangunan luas nan megah terpampang tak terlalu jauh. Ini untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di istana Axiandra yang kata ibu...memang mewah.

"Zora, kita sudah sampai." Aku mengguncang lembut bahunya.

Gadis itu bangun seketika dan mengamati keadaan sekitar. "Ini...istana Axiandra?"

"Ya," jawabku, turut menikmati pemandangan bangunan megah yang tersaji.

"Ternyata sesuai rumor yang kudengar. Istana ini diliputi sihir dan bangunannya di desain sangat unik."

"Yah begitulah."

Aku melihat-lihat bangunan yang didominasi warna putih. Sangat berbeda dengan istana kerajaan besar yang biasanya didominasi warna emas agar terlihat mewah. Sihir yang meliputinya membuatnya terlihat seperti berlian raksasa. Benar-benar memukau.

"Kalian ikut kami!"

Kami berdua digiring menuju istana layaknya tawanan. Kami dipaksa bertekuk lutut saat sampai di singgasana. Tak lama, raja Leon datang dan ia tampak terkejut saat melihat kami, terutama melihatku.

"Kau...pangeran Rein?" tanyanya syok sambil menunjukku.

"Benar, yang mulia," jawabku, lalu menunjuk Zora. "Dan ini putri Zora dari Keylion. Senang bisa bertemu dengan anda."

"Lepaskan mereka!" titahnya pada dua orang yang tadi menyeret kami. "Kalian boleh pergi."

Mereka berdua menunduk hormat sejenak, lalu pergi sesuai perintah. Kemudian, kami diajak ke ruang tamu istana dan duduk saling berhadapan.

"Kenapa kalian bisa bersama mereka?" tanyanya setelah beberapa pelayan menyediakan teh.

"Kami hanyut di sungai saat hujan badai dan terdampar di hutan," jawab Zora menjelaskan. "Lalu kami mencari jalan pulang dan bertemu kereta barang yang kebetulan lewat."

"Tapi kenapa mereka memperlakukan kalian seperti tahanan?"

"Oh itu karena mereka mengira kami salah satu kawanan perampok dan mereka membawa kami untuk menghadap anda," jawabku.

"Ah begitu?" Raja Leon termanggut sejenak, lalu memanggil beberapa pelayan saat memperhatikan penampilan Zora. "Tolong bawa putri Zora ke kamar tamu dan gantikan pakaiannya."

"Baik, yang mulia."

Zora tampak canggung sejenak, lalu berkata, "Terima kasih atas kebaikan anda, yang mulia. Saya pamit undur diri."

ReinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang