Aku seperti diseret ke dalam lorong gelap dengan kecepatan tinggi. Tubuhku seperti melayang di udara. Saat kubuka mata, aku melihat sebuah tempat latihan yang dijadikan arena pertandingan.
Tempat itu didekorasi mewah seperti upacara pernikahan dan kulihat dua wanita dengan mengenakan gaun pengantin tengah memegang pedang masing-masing. Kebingungan melandaku karena aku sama sekali tak mengenal mereka berdua. Saat kuedarkan pandangan pun, orang-orang di sekitarku semuanya berwajah asing.
Hanya satu yang kupahami saat aku tak sengaja bendera yang berdiri tegak di benteng istana. Ini adalah...Axylon. Tapi kenapa aku berada di sini?
Pertarungan dua mempelai wanita dimulai dan suasana begitu riuh di tengah laga. Pernikahan yang aneh. Aku tak tahu kenapa di Axylon pernah ada kejadian seperti ini, dan aku juga tak tahu kenapa peristiwa seperti ini ditunjukkan padaku yang tak ada sangkut pautnya.
Mataku melebar saat melihat salah satunya ada yang tewas. Gaun mereka telah berlumuran darah dan kudengar, wanita yang berhasil menang akan menikah dengan putra mahkota. Tapi sepertinya, raja tak suka dengan pernikahan itu. Dengan congkaknya, ia memberi perintah untuk membunuh calon memepelai wanita yang menang dalam pertarungan itu.
Sebuah panah melesat ke arahku, tapi lewat begitu saja menembus tubuhku seolah-olah aku hanya ruh tak kasat mata yang melayang di udara. Panah itu mengenai si mempelai wanita dan suasana menjadi kacau.
Seorang pria dengan lencana putra mahkota tampak murka atas tindakan ayahnya, tapi pernikahan tetap terlaksana walau gadis itu tengah sekarat.
Yang membuatku tercengang adalah...ritual yang dilakukan sama persis seperti ritual yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang Vainea. Bagaimana bisa? Aku yakin sekali kalau keberadaanku saat ini ada di Axylon. Tapi...bagaimana orang-orang Axylon bisa melakukan ritual itu?
Aku mengerutkan kening sejenak dan memicingkan mata. Yah, kecuali jika putra mahkota itu memiliki garis keturunan dari Vainea, dia baru bisa melakukan ritual itu.
Tubuhku mengerjap saat kembali terseret arus yang entah dari mana. Aku hampir menjerit karena sensasi yang kurasa begitu mengerikan, seperti dilempar dari langit ke bumi.
Kali ini aku mendarat di sebuah halaman istana yang tak asing, istana Vainea. Kudengar dentingan pedang yang mengusik dan lagi-lagi aku dibuat syok dengan apa yang kulihat.
Seorang gadis dengan gaun pengantin yang berlumuran darah. Gadis itu adalah...ibuku. Ia tengah bertatung sendirian melawan puluhan orang yang sepertinya...penyusup yang menyamar menjadi penjaga istana.
Aku ternganga dan dibuat kagum. Pantas saja ia begitu dihormati dan ditakuti, selain keahliannya menggunakan pedang, staminanya juga patut dipuji. Tak salah jika ayah begitu mencintainya. Walau berlumuran darah, ia begitu cantik.
Ibu memasuki ruangan yang ternyata ini adalah penandatanganan perjanjian damai. Kejadiannya begitu cepat hingga seseorang menembakkan anak panah ke arahnya. Tubuhku membeku saat ibu ambruk dengan lima anak panah menancap di tubuhnya sekaligus untuk melindungi ayahnya.
Acara perjanjian damai menjadi ricuh dan dua raja itu saling berdebat hingga akhirnya...ayahku datang dengan membawa beberapa pengawal.
Tubuhku mengerjap dan mataku seperti terbuka refleks. Aku sedang duduk dengan kepala terkulai di meja.
"Mimpi yang aneh," gumamku, saat menyadari bahwa aku berada di kamar dengan buku tergeletak di meja.
Seminggu telah berlalu, setelah aku mengirim surat pinangan secara resmi ke kediaman Fredy. Kondisi Luna juga semakin membaik, bahkan bisa dibilang hampir seperti sedia kala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rein
FantasyIni adalah buku ke 3 dari seri Assassin, sangat disarankan untuk membaca 2 buku sebelumnya untuk mengurangi kesalahpahaman alur.. Kegelapan malam telah menyisakan sebuah penyesalan untuk memejamkan matanya. Rein, mencoba menyelidiki kasus kematian o...