Di atas pic. Carlotte.. ^^
Setelah lama berdebat, akhirnya ia setuju untuk latihan denganku. Sebenarnya aku sedikit enggan, tapi aku sudah terlanjur menggandengnya.
Aku berdansa dengan gelisah, tak tahu apa yang gadis ini pikirkan. Ekspresinya sangat mengkhawatirkan, seolah-olah sedang merencanakan sesuatu.
"Rein, sebenarnya aku tak terlalu mahir berdansa. Jangan salahkan aku jika latihanku sangat buruk, bahkan bisa merugikanmu," ujarnya di tengah gerakan.
Alisku terangkat sebelah, membaca ekspresinya lebih intens. "Kita lihat seburuk apa dansamu."
Alunan musik masih mengalun dalam hitungan konstan. Aku masih waspada pada tindakannya. Pasalnya, gadis ini sedikit cerdik untuk menjatuhkan lawan.
Dan benar saja, dalam sekejap ia menyilangkan kakinya saat gerakan memutar, membuatku jatuh tersungkur.
Aku yang sudah membaca gerakannya, tak tinggal diam. Aku mengencangkan rengkuhanku di pinggangnya hingga ia ikut jatuh saat aku tersungkur.
Kami menjadi tontonan banyak orang, dan kami berdua saling menatap sengit satu sama lain. Aku menyeringai atas ekspresi kesalnya.
"Maaf yang mulia, dansaku memang sangat buruk," ucapnya pura-pura. Aku tahu dia berusaha memantik emosiku, sama seperti yang ia lakukan pada Carlotte.
"Ya, tak kusangka seburuk itu," sahutku menyeringai, sementara ia hanya mengerutkan kening atas kalimatku. "Pantas saja tak ada yang mau menjadi pasangan dansamu kali ini."
"Wah, putri Zora mengulangi kesalahan yang sama." Telingaku tak sengaja mendengar salah satu bisikan.
"Iya, dan kali ini korbannya pangeran Rein? Benar-benar memalukan! Padahal tadi aku sempat iri padanya karena bisa menjadi pasangan dasanya kali ini," sahut yang lain. "Dasar gadis tak tahu diri."
Aku tersenyum miring saat menyodorkan tangan padanya untuk bangkit dari lantai. "Bangunlah. Aku baik-baik saja."
Ia tertawa getir sejenak, lalu berbisik, "Benar-benar pangeran licik."
"Saat kau berniat mempermalukanku, harusnya kau bersiap untuk kupermalukan kembali," balasku berbisik.
"Putri Zora, setelah pelatihan selesai, datanglah ke ruanganku," tegur putri Saraya.
"Baik," sahut Zora mengangguk.
Latihan kembali dilanjutkan dan kami kembali menari. Kutatap ekspresi sendunya yang tak bisa kubaca. Apa dia menyesal atas tindakannya tadi? Tapi...sepertinya ada hal lain yang mengusiknya.
"Apa kau tidak puas dengan hasil usahamu untuk membuatku hampir mencium lantai?" tanyaku, masih memperhatikan wajahnya yang...cukup manis.
Ekspresi sendunya berubah seketika dan ia tersenyum miring. "Sebenarnya...aku senang. Membuatku jatuh ke lantai sudah cukup membuatku puas. Tak kusangka, orang yang memiliki harga diri setinggi langit sepertimu, bisa kujungkir-balikkan."
Keningku berkerut, mencerna kalimatnya. "Ternyata...itu yang kau pikirkan? Kau berkata seolah-olah kau bisa menjatuhkan siapa saja yang berada di ketinggian."
"Ya, karena semakin tinggi posisi seseorang, maka ia akan mati saat jatuh."
"Apa kau sedang membicarakan reputasiku?"
"Apa kau merasa begitu?"
"Ya," jawabku yakin. "Asal kau tahu Zora. Jika aku jatuh, aku bisa saja menyeret balik orang itu agar jatuh bersamaku, bahkan jika itu dirimu."
"Yah, dari tampangmu saja sudah memberitahuku kalau kau akan seperti itu," seringainya.
.
"Yang mulia, saya benar-benar minta maaf atas kesalahan yang dilakukan adik saya hari ini," ujar Clara saat latihan usai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rein
FantasyIni adalah buku ke 3 dari seri Assassin, sangat disarankan untuk membaca 2 buku sebelumnya untuk mengurangi kesalahpahaman alur.. Kegelapan malam telah menyisakan sebuah penyesalan untuk memejamkan matanya. Rein, mencoba menyelidiki kasus kematian o...