49. Pihak

1K 115 17
                                    

Jangan pernah menjadi pelangi
untuk orang yang buta warna.

-Ata L.B

Menghela napas pelan, kedua tangannya menangkup pipinya. Matanya memandang lurus ke depan, memperhatikan bunda Shafira, mama Devina serta Oma yang sedang sibuk memasak.

Sedangkan Vana hanya bisa diam memperhatikan--ini perintah dari kakaknya Bara. Yang tadi sempat melarang nya untuk ikut membantu dan menyuruhnya untuk duduk diam, hanya boleh memperhatikan.

Walau sebenarnya bukan hanya Bara yang melarang hal ini, kakaknya yang lain pun sama--terkecuali Leon.

"Bangtan ...." Vana memilih memanggil Selatan, yang kini duduk tepat di sampingnya.

"Hm." Selatan hanya menjawab deheman pelan, kedua tangannya di taruh di atas meja pantry. Melakukan hal yang sama seperti Vana, memperhatikan ketiga nyonya besar Riyadi yang sibuk memasak.

"Kenapa mejikom bisa tahu kalau nasi udah Mateng?" Pertanyaan yang terlintas begitu saja di dalam otak Vana, membuat Selatan mengernyit sebentar.

"Ya namanya juga mejik."

Kembali hening, memang susah kalau membuat lelucon namun lelucon nya gak sampai di otak.

Vana berdecak pelan, menoleh ke kiri menatap ke arah jam dinding. Jam sembilan pagi, sisa dua jam lagi untuk mereka berangkat.

Rencana liburan ke gunung, mengunjungi salah satu Vila milik keluarga Riyadi. Sebelumnya Vana sudah mengabari ketiga temannya, Ranggi, Roy dan Reni. Namun yang merespon hanyalah Ranggi dan Reni. Sedangkan Roy, tidak sama sekali.

Membuat Vana sempat kepikiran. Gelagat Roy menjadi aneh sejak kemarin ketika acara di sekolah waktu itu, bahkan sudah dua hari sampai hari ini pun Vana sama sekali belum bertemu dengan Roy lagi.

Entah apa yang terjadi, tapi yang pasti Vana yakin jika ada sesuatu yang terjadi.

"Pagi ...." Sapaan riang terdengar, membuat semuanya langsung mengalihkan pandangannya. Bahkan Oma, mama Devina serta bunda Shafira yang sedang memasak pun menoleh menatap ke arah sumber suara.

Itu Vina.

Namun sayangnya hanya sebentar lantaran Oma serta mama Devina langsung kembali mengalihkan pandangan nya ke arah masakan mereka, berbeda dengan Bunda Shafira yang tersenyum lebar sembari menyahut sapaan Vina.

Sedangkan Bara, Vano serta Selatan memang tak menoleh sama sekali.

"Hei Van." Sapaan ramah terdengar, Vina mengambil tempat duduk di sebelah kiri nya. Membuat Bara yang melihatnya lewat ekor mata sedikit menyesal, mengapa tadi ia tak duduk di sana saja.

Vana hanya mengangkat sebelah alisnya sebagai respon.

"Kamu udah siapin semuanya?"

Vana mengangguk, mengalihkan pandangannya ke depan. "Bunda, ada stok pasta gigi gak? Punyaku udah habis."

Bunda Shafira hendak menyahut, namun langsung di sela oleh Vina. "Bun! Bunda stok suncreem juga gak? Punyaku udah habis juga," ucapnya di akhiri cengiran.

"Ah, itu bunda gak ada Vin." Vana diam-diam tersenyum kecil, walau Bunda Shafira lebih menjawab perkataan Vina duluan. Setidaknya apa yang di cari Vina itu tidak ada. Namun, sedetik kemudian senyum nya langsung hilang ketika Bunda Shafira kembali melanjutkan ucapannya.

Possesive BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang