23. Mencurigai

1K 182 17
                                    


Faktanya.
Jangan pernah percaya pada siapapun.

-Ata L.B

"Gak ada?"

Vano menggeleng, membuat Aura menghela nafasnya pelan.

Vano dan Alvin baru saja tiba di pondok mereka, dan sayangnya tak ada bukti apapun yang bisa mencari pelakunya.

Tak ada lubang di setiap tempat, pintunya juga tak ada hal yang mencurigakan. Begitupun jendelanya.

"Kali ini kayaknya kita gak bakal bisa cari siapa pelakunya. Tapi, kita harus siaga tentang Vina ataupun Vana. Bisa jadi pelaku ngincar mereka berdua," saran Alvin dan di angguki oleh Vano dan aura.

"By the way, Lo udah pasang kamera di kamar mereka?" Tanya Aura.

"Udah, tinggal kita awasi aja. Dan juga, waktu study tournya sisa lima hari lagi. Kalau gak ada kejadian apapun lagi, bisa jadi nanti pelakunya bakal lakuin pas acara keluarga bulan depan."

"Acara keluarga?"

Vano mengangguk, "Iya, bulan depan acara keluarga. Kelurga Riyadi, keluarganya Reni, Roy sama Ranggi bakal ngadain acara dan pergi mendaki gunung. Terus bakal menginap di villa yang di sewa."

"Oh iya, bulan depan juga udah liburan panjang ya." Aura baru mengingatnya.

"Ya, kalau gitu berarti kita punya banyak waktu buat nyelidikin siapa aja yang mungkin bisa jadi tersangkanya," ucap Alvin, sembari melangkah menuju sofa lalu langsung duduk di sana.

"Kalau gitu, kita bagi. Gue udah pertimbangin siapa aja yang kemungkinan jadi pelakunya," ujar aura, ia ikut duduk di samping Alvin. Sedangkan Vano masih setia memilih berdiri saja.

"Siapa aja emang?"

"Bunda Shafira, Tante Bella, sama Roy."

"Kok si Roy?" Tanya Alvin heran. "Dia kan temen deket Vana."

"Temen deket Vana, belum tentu tak bisa melakukan apa-apa." Aura menjeda sejenak kalimatnya, "Bukan tanpa sebab gue jadiin dia tersangka, itu semua karena sikapnya yang udah dari bulan lalu gue perhatiin. Kalau dia jarang berinteraksi, dengan sekitarnya."

"Tapi, dia emang tipe orang yang gak mudah bergaul sama orang baru." Vano berpendapat, dan memang benar adanya.

Roy sama sepertinya, tak suka ada orang baru. Makanya ia banyak terdiam.

"Iya, gak selamanya orang yang jarang berinteraksi itu selalu di curigai." Dan Alvin ikut membela Vano.

Aura menghela nafas pelan, "Gue kan cuma kata, kalau dia cuma jadi contoh tersangka. Kalau kita selidiki dulu, kita bakal tau dia beneran tersangka atau emang gue yang salah sangka."

"Jadi, selidikin dulu?" Tanya Alvin, dan di angguki oleh Aura sebagai jawaban.

"Kita bakal bagi tugas, gue yang ngawasin Tante Bella, Vano awasin Roy, dan Alvin awasin bunda Shafira."

"Oke."

✓✓✓✓✓

Suasana di pinggir pantai yang tenang, semilir angin yang sejuk. Membuat Vana memejamkan kedua matanya, menikmati tentu saja.

Ia memilih untuk menyendiri, di saat murid lainnya sedang mengamati pohon tembakau. Yang dimana hal itu adalah objek dari study tour ini.

Vana sedang malas, lagipula ada Reni ataupu Ranggi dan Roy.

Ia bisa menconteknya, kan salah satu fungsi dari sebuah teman kan itu.

"Yaelah ni anak, yang lainnya kepusingan ngamatin pohon. Dia malah enak-enakan ngadem di sini." Tiba-tiba saja Selatan datang, namun Vana tak terkejut. Karena ia sudah terbiasa dengan kedatangan Selatan yang tiba-tiba seperti setan.

Selatan ikut duduk di samping Vana, duduk di akar pohon. Yang memang kebetulan saat ini mereka berada tepat di bawah pohon besar, sehingga tak di soroti langsung oleh sinar mentari.

"Sirik aja Lo," ucap Vana dan di hadiahi dengusan oleh Selatan.

"Siapa juga yang sirik, gue cuma takut Lo gak bakal dapet nilai study Tour nanti."

"Tenang aja kalau itu, kan ada si Reni, Roy sama Ranggi."

Sontak saja perkataan Vana membuat Selatan langsung menoyor pelan kening Vana, "Dasar, gak pernah berubah Lo."

"Jelas lah, gue bukan Ultraman yang bisa berubah."

Selatan menggeleng pelan, "Emang ya, sakit bisa di obati. Sedangkan kalau bodoh, enggak bisa."

✓✓✓✓✓

"Jauh-jauh Lo, ngapain deket-deket."

"Dih, yang Deket sapa? Ini memang tempat gue kali."

Chika dan Reni masih saja ribut, walau sedang belajar mengamati pun tetap saja ribut. Sampai-sampai murid lain yang melihatnya hanya menggeleng saja, berusaha memaklumi saja hal itu.

"Mau ngelerai?" Ranggi memberi usul kepada Roy, namun Roy membalasnya dengan gelengan.

"Kalau sampai kita berusaha ngelerai, yang ada malah nambah jadi mereka berantem." Tentu saja Roy sangat hapal tingkah mereka ketika bertemu.

Chika dan Reni memang musuh abadi sejak dulu, tak pernah akur barang sedetikpun. Ada saja yang bisa di pakai untuk ribut, dan itu terjadi lantaran Vana sendiri.

"Hai Roy."

Roy maupun Ranggi langsung menoleh kala Tasya mendatangi mereka dan menyapa mereka---atau lebih tepatnya hanya Roy yang di sapa.

"Ya?"

"Lo udah ada kelompok belom?" Tanya Tasya, dalam hatinya berharap jika Roy belum memiliki kelompok sehingga bisa satu kelompok dengannya.

"Gue sama Ranggi dan Vana," Roy melirik sekitar sejenak. "Tapi Vana gak ada, gak tau kemana."

"Kalau gitu, Gue boleh gabung gak?"

Roy mengangguk, "Boleh-boleh aja."

Sontak saja persetujuan dari Roy membuat Tasya langsung tersenyum lebar. Membuka resleting tasnya lalu mengambil pulpen dan buku, "Ok, ayo."

Roy maupun Ranggi mengikuti Tasya dari belakang. Mencari sebuah pohon yang mungkin saja enak mereka amati, meninggalkan Chika dan Reni yang masih saja adu mulut.

Sepertinya, Vana hanya bisa berharap untuk menyelesaikan tugasnya hanya dari Roy dan Alvin. Karena sepertinya Reni tak akan menyelesaikan tugasnya lantaran terlalu sibuk ribut.

✓✓✓✓✓

Di antara keramaian para murid yang masih mengamati pohon, serta binatang yang berada di tanah---lebih tepatnya yang berada di bawah pohon.

Bara justru sibuk mencari letak keberadaan Vana. Perasaanya, tadi ia berada bersama. Sebelum Reni mengajaknya mengobrol, dan ia langsung kehilangan Vana.

"Mencari sesuatu, hm?"

Bara sontak saja langsung menoleh, kemudian menatap datar Tante Bella yang barusan saja bertanya padanya.

Memilih mengacuhkan dan kembali melirik sekitarnya. Mencari keberadaan Sunnya---Vana, namun yang ada malah orang lain dan tak ada Vana.

"Dia sama Si Selatan di pinggir pantai sana, da-" belum selesai Tante Bella berkata, Bara langsung berlalu pergi begitu saja.

Meninggalkan Tante Bella yang mendengus sebal, memang dasar tak sopan.

Untung saja ia mau kasih tau, dan malah gak berterima kasih sama sekali.












BTW, PB 1 TERBIT KEMUNGKINAN AKHIR TAHUN. MASIH AGAK LAMA.

WATTPAD : Atalia_balqis
IG : Ata.l.b

Possesive BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang