42. Mencurigakan

938 141 16
                                    


Mencurigai itu
Harus ada bukti.
Gak ada bukti?
Gak berhak curiga!

-Ata L.B


Tepat hari ini lomba permainan bola besar antar sekolah di mulai, sudah dua Minggu lamanya Roy serta Ranggi sudah berlatih semaksimal mungkin.

Mereka berdua mempunyai beda kedudukan, Roy sebagai kiper gawang. Sedangkan Ranggi sebagai kapten di basket menggantikan putra yang cukup cidera parah ketika latihan.

"Semangat ya kalian berdua!" Vana sempat menyemangati mereka berdua ketika tak sengaja berpapasan ingin pergi ke kelas, sedangkan Ranggi dan Roy mebalasnya dengan senyuman lebar. Namun seketika senyuman nya berubah menjadi canggung kala tatapan tajam Bara yang berada tepat di belakang Vana.

Sepertinya selain harus mengambil hati Vana, para kakaknya juga harus di rebut hatinya supaya tertarik. Itulah pikiran Ranggi.

Setelah Roy serta Ranggi lewat, Vana langsung berdecak lalu membalikan badan menatap Bara datar. "Udah sampai sini aja kak."

Vana sebal, sudah dua Minggu sejak kejadian ia terjatuh dari tangga. Dan sampai sekarang ia tetap di jaga ketat oleh Bara, kalau keluarganya yang lain sudah mulai seperti biasa saja.

Bahkan, baru hari ini Vana di izinkan masuk sekolah karena Roy serta Ranggi akan lomba. Namun sejak turun dari mobil, Bara malah mengikutinya dari belakang.

"Sampai sini apa?"

Vana mendengus, Bara sepertinya pura-pura polos. "Gak usah ikutin aku, aku bisa jaga diri. Lagian aku udah baik-baik aja, jadi lebih baik kakak pergi."

Bara langsung mengangkat sebelah alisnya, menatap Vana kemudian tersenyum kecil. "Siapa yang ikutin kamu?"

"Lah? Dari tadi bukannya kak Bara ikutin aku dari belakang?"

Bara menggeleng kecil, "Hari ini jadwal Kakak magang di sini, udah ya, bye."

Vana sedikit melongo, magang? Ya, Bara kembali kuliah untuk meluluskan S2 nya, mengambil jurusan akuntansi. Tapi gak tau kenapa malah nyasar jadi guru magang di SMA. Seharusnya di SMK kan ya?

Ah entahlah, Vana pusing sendiri memikirkannya. Memilih acuh kemudian kembali melangkah pergi ke kelas.

✓✓✓✓✓

"Abis lomba ini, itu artinya liburan keluarga akan di mulai besok." Aura membuka suara, membuat suasana yang tadi hening menjadi pecah.

Saat ini mereka bertiga berada di cafe depan sekolah Vano, mereka sengaja tentunya kumpul di sana karena Alvin gak bakalan bisa masuk karena bukan bagian dari siswa di sana.

"Hm, kita jangan sampai ketinggalan lagi kayak kejadian Vina kemarin."

"By the way, kalian dari dua Minggu kemarin deketin tersangka?" Pertanyaan Alvin membuat aura maupun Vano mengangguk sebagai jawaban.

"Dan, ada gerak-gerik yang mencurigakan?"

"Kalau gue sih ada."

"Apa?"

"Ada dua, Reni sama Roy." Aura menjeda sejenak kalimatnya membuat Vano maupun Alvin sedikit tak sabaran dengan kelanjutan penjelasan Aura. "gue Minggu pertama berusaha deketin Roy, dan dia agak aneh pas gue nanya-nanya tentang Vana."

"Nanya gimana?" Tanya Vano.

"Nanya kayak, 'Sejak kapan lo Deket sama Vana?' dan 'lo juga Deket sama Vina kan?' gue nanya gitu karena beberapa waktu lalu ketika di pantai si Roy kelihatan Deket sama Vina."

"Deket?"

Aura mengangguk, "Iya, sejak dari pantai itu gue sering liat Roy ngobrol sama Vina. Gue ga tau pasti apa yang mereka bahas, tapi gue penasaran sama apa yang di rencanain Roy ke Vina."

Vano mengangguk pelan, "Ya ada benarnya juga, kejadian ketika Vina di temukan pingsan itu saya liat cuma sisa Roy doang di kamar Vina ketika semua orang mulai beranjak pergi keluar."

"Lo liat?" Tanya Alvin.

"Iya, kebetulan pas nyamar jadi Vana." Aura maupun Alvin hampir tertawa kala Vano kembali mengatakan hal itu. Membuat Vano yang menyadarinya berdecak kesal, mengingat kejadian dimana ia harus memakai wig agar mirip dengan kembarannya. Sungguh membuat harga dirinya jatuh, Jika bukan karena Vana sendiri mungkin ia tak mau melakukan hal semacam itu.

"Saya gak sengaja lewat depan kamarnya, dan liat kalau Roy natap Vina yang masih pingsan di atas kasur."

"Kenapa gak lo tegor?" Tanya Aura.

"Bakal ketahuan karena suara saya beda sama Vana," jawab Vano datar membuat Alvin maupun Aura meringis pelan.

"Oke, itu artinya tersangka tetap kita si Roy," ucap Alvin.

"Bentar, kita belum denger penjelasan tentang Reni," ucap Vano, ia mengalihkan pandangannya menatap Aura. "Ada apa tentang Reni?"

Aura menghela nafas sejenak, "Abis gue tanya-tanya sama Roy kemarin, gue langsung usaha deketin Reni. Tapi anehnya, Reni malah langsung kenal gue sebagai aura."

"Lah?"

✓✓✓✓✓

"Kenapa? Kesel lagi lo di ajarin ma kak Bara?" Reni langsung bertanya geli kala melihat wajah Vana yang tertekuk, dari Bara yang masuk kelas sampai akhirnya mengakhiri pelajarannya.

"Iyalah!"

Vana kesal, Bara malah mengajari mereka tentang IPS. Padahal sudah jelas-jelas jika jurusan mereka adalah IPA. Setelah kejadian waktu dulu tentang MTK dan akuntansi, sekarang malah lebih parah.

Bara memang sangat romantis pada Vana ketika berada di rumah, tapi jika di sekolah malah sadis.

Ayolah, otak Vana tak begitu jenius. Bisa menghapalkan tabel periodik saja sudah sangat bersyukur. Lah ini? Tiba-tiba saja malah nyasar ke pelajaran IPS.

Mereka juga tak bisa protes, karena pada takut sama Bara. Sedangkan Vana sempat protes, namun dengan santainya Bara malah menjawab, "Saya salah ambil buku, yaudah belajar aja IPS. Hitung-hitung flashback ketika SMP."

Dan hal itu tentu saja ingin sekali rasanya Vana berteriak keras, BAPAK KAU FLASBACK! tapi sayangnya bapak Bara Bapak Vana juga.

Sungguh mengenaskan.






ENTAR BIKIN FILM, "BAPAKMU BAPAK KU" KARYA ES KRIM DAN NISA BLACPINK.

WATTPAD : Atalia_balqis
IG : ata.l.b

b

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Possesive BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang