30. Detektif

909 150 20
                                    


Mencari bukti itu sangat sulit.
Jadi tak heran
Bila gaji sang detektif sangat mahal.

-Ata L.B

Apakah di antara kalian berniat ingin menjadi detektif?

Jika iya, di harapkan untuk otak kalian bisa di ajak kerja sama.

Lantaran detektif itu harus bisa memikirkan semua cara agar bisa mendapatkan bukti, ataupun mencari bukti tanpa meninggalkan jejak terlalu banyak.

Aura, ia sama sekali tak ada niatan untuk menjadi detektif. Tetapi hanya karena permintaan sang sahabatnya--yang saat ini belum bisa di sebutkan namanya--kalau dia tak meminta untuk membantu Vano dan Alvin untuk mencari bukti, maka ia tak mau repot-repot dan susah-susah untuk berpikir.

Yang saat ini kepalanya malah hampir pecah memikirkan segala teori yang ada.

Mengusap kasar wajahnya, menyenderkan punggungnya pada kursi. Kemudian matanya menatap lurus ke arah layar laptop yang sampai sekarang masih setia untuk menyala hidup.

Sudah hampir tengah malam, namun ia harus segera mencari tau siapa yang membuat naskah tersebut.

Vano sudah bertanya tadi sore, kepada salah satu senior drama yang bilang kalau naskah tersebut sudah ada dari dulu. Tapi, baru mau di pakai sekarang. Dan mereka lupa siapa pembuat naskah tersebut.

Sebelah tangannya memijat pelan pelipis. Pusing tentu saja, memikirkan segala teori yang harus ia sangka semuanya.

Hingga suara deringan ponselnya membuat atensinya beralih, dan segera mengangkat panggilan tersebut.

"Apa?"

"Lo udah tau tentang yang buat naskah?" Suara di seberang sana terdengar serak, dan Aura tau jika dia baru saja bangun dari tidurnya.

"Belum." Aura menjawab seadanya.

"Gue ada sebuah bukti, yang kemungkinan ini bisa bantuin Lo cari tau siapa pembuat naskah tersebut."

"Apa?"

"Di perpustakaan sekolah itu, ada satu tempat dimana satu lemari di sendirikan. Lemarinya paling pojok sebelah kanan, warna lemarinya juga warna biru. Yang dimana itu adalah satu-satunya lemari yang di chat dengan warna."

"Di lemari itu ada bukti?"

Tanpa aura ketahui, orang di seberang sana mengangguk. "Ya, Lo harus ke sana. Jangan ajak Vano, tapi Alvin aja. Karena, Vano bakal di curigai sama seseorang yang bisa jadi pelakunya."

"Ah ya, cari buku yang setebel kamus bahasa Inggris 10 milyar. Warna bukunya agak usang, tapi di dalamnya terdapat banyak info tentang sejarah sekolah itu. Termasuk orang yang dulu suka membuat naskah untuk klub drama."

"Bentar, Lo tau darimana info ini? Jangan bilang kalau Lo cari tau sendiri."

Seseorang di seberang sana tampak terkekeh pelan. "Hehe, iya."

Aura menghembuskan nafasnya berat, "Selalu jaga diri Lo, oke."

"Oke, siap captain."

Aura tersenyum simpul, "Yaudah, gue matiin ya. Tidur, jangan begadang. Bye."

Aura langsung mematikan panggilan nya secara sepihak, kalau tidak. Yang ada dia bakal terus mencerocos dan akhirnya tak akan tidur.

Sebelum aura tidur, ia memilih untuk menge-chat Alvin. Menyuruhnya untuk ke sekolah Vano nanti siang.

Semoga informasi yang di berikan oleh dia benar-benar berguna.

✓✓✓✓✓

Vana terus saja melangkah, mengabaikan teriakan Selatan yang memanggil dirinya. Bukan tanpa sebab, salahkan saja Selatan yang membuat dirinya malu akan tingkah tadi ketika masih berada di rumah sakit.

Yang dimana tadi Selatan bertanya pada salah satu perawat di sana, "Mbak, numpang tanya. Apa bener, kalau kita kerja sebagai cleaning service di rumah sakit. Lama-lama kita akan di angkat jadi dokter?"

Dan bodohnya, si perawat malah menanggapi omongan ngelantur dari Selatan. "Iya, bener itu. Tetangga temen saya kerja di kamar jenazah, dan sekarang udah jadi jenazahnya. Yang penting itu kita tekun dan sabar aja."

Sontak saja orang-orang yang berada di sekitar langsung tertawa atas obrolan konyol tersebut. Dan Vana langsung memilih berlalu pergi.

Sebenarnya, Vana ke rumah sakit bukan tanpa sebab. Itu karena ia mendengar kabar jika Roy masuk rumah sakit karena terkena tendangan di bagian pahanya, membuat tulang pahanya sedikit retak sehingga harus masuk ke rumah sakit.

Dan tentu Vana ke rumah sakit harus di kawal salah satu kakaknya, yaitu Selatan. Karena kakaknya yang lain masih sibuk terkecuali Leon. Tapi, apa yang mau di harapkan dari Leon si singa dingin itu?

"Anais, jangan marah dong."

Mereka berdua sudah sampai di parkiran rumah sakit. Vana bersidekap di dekat motor Selatan, lalu menatap malas Selatan yang masih berusaha membujuknya.

"Gimana gak marah? Lo ngomongnya ngawur kek tadi. Dan juga, sejak kapan Lo cita-citanya mau jadi dokter?"

Selatan terdiam, kemudian memasang tampang sedang berpikir. "Kayaknya gue bakal berubah haluan na, jadi dokter itu ada enaknya juga. Kita cuma tinggal nulis resep obat, walau tulisan nya jelek tetep aja di bayar mahal."

Vana merotasikan kedua bola matanya malas. "Jadi dokter itu gak gampang bang. Harus kuliah, terus kalau udah jadi dokter pun harus punya tanggung jawab yang besar. Sedangkan Bangtan sendiri?"

Selatan berkedip kala Vana menatap nya dari atas sampai bawah, terlihat meremehkan membuat Selatan mendengus sebal. "Tetep aja, gue bakal mau jadi dokter. Dan kalau sampai gue bisa jadi dokter, Lo harus akuin gue kalau gue itu ganteng."

Vana langsung memasang tampang jijik, "Ogah!" Dan kemudian memilih berbalik badan dan menaiki motor Selatan.

"Cepetan, kalau telat pulang di marahin ma kak Bara. Mau Lo?"

Selatan berdecak, "Iya-iya."

Dengan segera Selatan naik ke atas motor, menaikan standarnya lalu menyalakan motornya. Selatan langsung menyuruh Vana pegangan ketika mau meng-gas motornya.

Kemudian melakukan motornya dengan kecepatan sedang, membelah jalan raya yang sangat lenggang lantaran hari sudah larut malam.








UP LAGI.

TETEP STAY AJA TIAP HARI BAKAL UPDATE.

WATTPAD : Atalia_balqis
IG : Ata.l.b

AH YA, AKHIR TAHUN PB 1 BAKAL TERBIT.

BANYAK WAKTU BUAT NABUNG.

Possesive BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang