15. Kembali Jahat?

1.7K 230 40
                                    


Meski tak ada bahu
Untuk bersandar,
Masih ada kasur
Untuk rebahan.

-Ata L.B


Apartemen nomor 123.

Vana berdiri tepat di pintunya, sudah hampir lima menit ia mengetuk pintu bahkan memencet bel yang ada di sana. Namun, seseorang dari dalam tak kunjung menyahut dan membukakan pintu.

Sempat berpikir bila tak ada orang di dalamnya. Membuat ia menghela nafas sendu, berbalik badan hendak pulang karena mengira tak ada siapapun jadi untuk apa menunggu.

Namun, baru saja ia ingin melangkah pergi. Suara pintu terbuka mampu membuatnya kembali berbalik, dan cukup terkejut sekaligus senang.

Aura, orang yang ia cari ternyata masih tetap tinggal di tempat yang sama seperti satu tahun yang lalu.

Dengan piyama tidurnya, menatap Vana dengan kening yang mengkerut.

"Ngapain Lo di sini?" Suara serak aura khas sekali menandakan ia baru bangun tidur.

"Gue mau nanya."

Aura mengangkat sebelah alisnya, tubuhnya bersender pada daun pintu. Menatap Vana, menunggu kelanjutan atas perkataannya.

"Apa Lo yang ngirim kotak misterius ke mansion dua hari lalu?"

"Kotak?" Tanya Aura heran, dan Vana mengangguk pelan.

"Enggak, kenapa?"

Vana terdiam, menatap Aura. Mencoba untuk menelisik. Takut-takut dia berbohong. Namun, Vana bukanlah ahli dalam bahasa tubuh.

"Lo gak bohong kan?"

Aura menghela nafas pelan, "Enggak, kenapa sih?" Mimik wajahnya terlihat heran, dan penasaran.

Vana menggeleng pelan, "Enggak, kalau gitu gue pergi ya. Thanks."

Aura hanya menatap kepergian Vana, tanpa berniat mencegah ataupun berkata apapun. Ia masih di daun pintu, menatap Vana hingga menghilang---masuk ke dalam lift.

Selang Vana pergi, ada seseorang yang menyembulkan kepalanya di pintu apartemen aura. Menatap keluar, kemudian menoleh menatap aura.

"Udah pergi?"

Aura mengangguk, tersenyum simpul. "Seharusnya Lo tadi gak usah sembunyi di kolong meja, dia juga gak masuk."

Pria tersebut berdecak, "Kan jaga-jaga."

"Yaudah serah."

✓✓✓✓✓

"Roy."

Merasa namanya di panggil, membuatnya menoleh dan berbalik. Menatap seorang gadis yang kini berada di hadapannya. Dengan tinggi sebahu, membuat Roy harus sedikit menunduk untuk menatapnya.

"Ya?"

Gadis tersebut tampak sedikit ragu, tangannya terlihat sedikit memilih rok abu-abunya.

"Kenalan boleh gak?"

Alis Roy terangkat sebelah, lantas tersenyum kecil. "Boleh."

Gadis tadi langsung tertawa riang, mengulurkan telapak tangannya lantas mengenalkan diri. "Gue Tasya, salam kenal."

"Gue Roy." Dan tentu saja Roy membalas jabatan tangannya. Membuat Tasya semakin melebarkan senyumannya.

Possesive BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang