#chapter 28

372 25 0
                                    

Berasa ngaca saya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berasa ngaca saya..

***

Langkah satria terhenti saat memasuki rumah. Disana, lelaki paruh baya yang sangat-sangat satria rindukan duduk santai di sofa ruang tamu.

"ay-ayah?"

Yesa abraham bramadya— berdiri menyambut kepulangan anak semata wayangnya. Direntangkan kedua tangannya bersiap untuk menyambut pelukan sang anak.

Satria melempar asal tas sekolahnya begitu pula ponsel yang sedari tadi ia genggam.

Betapa rindunya satria saat beberapa tahun lamanya tak bertemu dengan ayahnya, ayahnya salah satu pengabdi negara yang tugasnya berada dimana-mana, satria sempat ingin mengunjunginya tetapi di tahan oleh sang bunda. Beliau bilang kalau ayah pasti akan pulang.

"kangen," lirih satria pada sang ayah.

Ayahnya melepas pelukannya menatap satria tajam, mukanya sangat datar begitu mirip dengan sang mendiang kakeknya.

"bocah." ledek sang ayah.

Satria menatap wajah sang bunda yang berada di samping ayahnya.

"bun!" rengeknya.

Wajah satria turun drastis, ia merajuk karna sifat ayahnya tak pernah berubah sejak dulu.

"cengeng!" yesa meraup wajah satria kasar lalu mengambil kunci mobil di meja ruang tamu.

"ayo!" ajak yesa pada sang anak yang masih menatap wajahnya penuh rindu.

"ngapain liatin? tau kok kalau ayah ganteng." ujarnya dengan datar.

Detik berikutnya satria menubruk punggung kekar sang ayah, berniat meminta untuk gendong.

"lepas!" gertak sang ayah tegas, satria memang paling manja dengannya, sifatnya akan turun drastis seperti anak kecil jika bersamanya.

"BUNDA!" teriak satria mengadu pada sang bunda.

"YESA ABRAHAM!" sang bunda berteriak bermaksud memarahi suaminya.

"IYA, IYA ENGGAK!"

"dasar tukang ngadu!" yesa berujar kesal pada satria. Satria mengangkat bahunya acuh lalu menyuruh sang ayah untuk berjalan cepat menuju garasi.

Yesa hanya pasrah dengan kemauan sang anak, ia menggendong satria sampai garasi rumahnya lalu menurunkannya ketika sampai.

Tubuh yesa masih tegap begitu pula dengan wajahnya yang seperti anak kuliahan berumur 22 tahun.

"ayah, encok gak kalau gendong satria?"

"menurut kamu? Gak liat nih otot ayah?!" yesa memamerkan lengan kekarnya pada sang anak.

"santai bos," satria naik ke atas motor besar sang ayah sambil menaikkan kedua alisnya.

"ke mall, beliin satria sepatu buat latihan."

Yesa mengangguk patuh, sudah lama satria tak meminta di belikan apa-apa.

"kamu gak ganti baju?" ia baru sadar bahwa satria masih memakai seragam putih pendeknya beserta rompi abu-abu khas sekolah SMA-nya itu.

"sekalian beli baju disana, nanti ganti." ayahnya ribet sekali, buat apa cari yang susah kalau ada cara yang gampang?

"hemat! Kamu kalau jalan sama ayah belanjanya udah ngelebihin cewek!" peringat yesa.

"ini anakmu loh yang minta, tega banget sama anak sendiri."

"belanja jangan lebih dari juta-jutaan pokoknya!"

Satria membelak, mana bisa! Sepatu yang dia incar selama 1 tahun belakangan harganya saja mencapai lebih dari 3 juta rupiah, bagaimana bisa ia tak menghabiskan uang senilai jutaan rupiah?!

"BUN-" ucapan satria terhenti kala tangan kekar sang ayah menutup mulutnya.

"ngadu mulu nih anak, Diem nggak?!"

♪♪♪

"ayo yah, laper!" sejak memasuki mall satria mengadu pada sang ayah bahwa ia tengah lapar, sampai sekarang ketika sang ayah berada di sebuah toko satria menarik-narik tangannya agar cepat selesai.

"sabar, bentar lagi."

Bibir satria mengerucut kesal, "bentar lagi bentar lagi taunya setengah abad kemudian."

1 jam kemudian..

"atuh ih, ayah buruan!" salah jika laki-laki kalau belanja membutuhkan waktu yang cepat, lihatlah ayahnya yang memilih parfum saja sampai 1 jam lebih melebihi ukuran waktu wanita jika memilih pakaian.

"sana deh! Kamu ribet kayak bundamu!"

Satria mendesis, kenapa jadi bawa-bawa bunda gini? Awas aja di rumah!

"nih ambil kartu ayah! Nanti ayah nyusul ke restorannya. Kamu jangan lupa chat ayah ya," pesan yasa memberikan dompet nya pada satria.

Satria mengambil salah satu kartu dari 5 kartu lainnya, lalu mengembalikan dompetnya ke sang pemilik.

Setelah selesai berpamitan, satria menyusuri restoran yang sering di kunjunginya beserta teman-temannya jika ke-mall sini.

“coffee latte mb—”

Ucapannya terhenti kala pandangannya menangkap sosok bara aldevian bersama gadis di cintainya, ya renata.

Mereka bergandengan tangan seperti sepasang kekasih.

Sial! Gue kalah start.

mas? Coffee latte berapa?” lamunan satria buyar karna sang pelayan caffee menginterupsinya.

“eh, satu aja mbak.”

Setelah pelayan itu pergi, cepat-cepat satria mengambil ponsel di saku celananya, sedetik kemudian wajahnya panik. ponselnya kemana?

Ah, satria lupa! Ponselnya ia lempar tadi bersamaan dengan tas sekolahnya karna terlalu exited bertemu sang ayah.

“gimana gue cara ngehubunginnya?” ujarnya pada diri sendiri.

Ia mengedarkan pandang ke arah penjuru caffee seketika matanya berbinar cerah.

Ternyata keberuntungan masih berada di pihak satria.

“DANISH!”

***

I LOVE YOU MRS. RENATA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang