#chapter 43

397 24 0
                                    

Satria pulang kerumah dengan wajah lelahnya, di rumahnya yang sekarang ia cukup nyaman dengan suasananya. Tapi sayang, bundanya jadi lebih gila kerja sekarang. bahkan satria jarang melihat beliau pulang ke rumah.

“gimana sekolahnya?” satria bertanya pada zevanya seraya menenggak minuman yang tersedia di dapur.

Zevanya yang sedang duduk di bangku pantry menjawab, “not bad lah. tapi masa di sekolah, gue di sebut anak kota?” ia bercerita dengan raut wajah tak sukanya.

“anak kota?”

Gadis itu mengangguk tegas, “iya.”

Satria tak bertanya lanjut, melainkan menatap sekitar dapur dengan pandangan lurus.

“dek, bisa masak enggak?”

“bisa,”

Lelaki itu mengubah raut wajahnya menjadi sumringah, ia ikut duduk di bangku pantry dengan tergesa. Kemudian menatap zevanya dengan penuh binar.

“masak, ya? Abang laper.”

Zevanya mengalihkan pandangnya dari ponsel ke arah satria, “dih? Abang? Kalau ada maunya aja manggil gitu.” Cibirnya.

“buruan, lagi pengen di masakin.”

Decakan kesal dari zevanya membuat satria menaik turunkan alisnya.

“ya, ya?”

“makannya punya pacar! Biar ada yang masakin!”

Binar wajah satria berganti dengan tatapan datar, “ngeledek?”

Suara tawa mengudara, zevanya pelakunya. “itu yang guru bahasa inggris, gimana?” ledeknya.

Satria mengalihkan pandangnya, “enggak usah nanya-nanya, itu urusan gue.”

Gadis itu terkekeh melihat wajah satria yang sudah tidak enak. Zevanya segera membuka kulkas lalu mengambil beberapa bahan untuk ia masak.

“gue kenal tuh sama adiknya dia.” celetuk zevanya yang mengundang tatapan selidik dari sang kakak.

“siapa?” tanya satria dengan dahi mengernyit bingung.

“regi, itu kan namanya?”

“iya, lo kenal?”

“satu TK, SD, SMP, SMA-nya pisah deh.” jelas zevanya.

“dia abang kelas gue waktu dulu.” lanjut zevanya sembari mengaduk sesuatu di dalam panci.

“dia se-umuran sama lo kan, bang?”

“iya, lulusnya juga sama. Tapi sekolah dia beda beberapa hari sih sama hari kelulusan sekolah gue.” jawab satria.

“sama adiknya, udah dapet restu?” usil, gadis itu bertanya.

Lelaki yang tengah memperhatikannya masak sontak tertawa, “ya di restuin lah. Mamanya juga kenal sama gue.”

“sayang banget, anaknya nggak mau sama lo.” balas zevanya.

“sialan,” umpat satria saat itu juga.

“kalau lo ada di situasi kayak gue, lo bakal tetep perjuangin dia gak?” tanya satria.

“dia? Guru itu?”

Satria mengangguk.

“enggak sih, makan hati soalnya. Nanggung perasaannya juga sendiri, beban nya nambah. Gue kalau jadi lo sih, langsung berpaling ke orang yang cinta sama gue.” Zevanya menyengir menjawabnya.

Satria merenung, tatapan matanya beralih menatap ke arah keramik lantai besar rumahnya.

“dia cinta sama gue nggak ya?” gumamnya tanpa disadari.

♪♪♪

Satria masuk kedalam kamarnya dengan langkah pelan, cepat-cepat ia membersihkan dirinya lalu dilanjut mengerjakan beberapa tugas hari ini.

Ponsel di atas nakasnya berbunyi nyaring sekali, satria masih ada di dalam kamar mandi.

Kebetulan zevanya yang melewati kamar kakaknya itu langsung menghentikan langkahnya karena mendengar nada dering telfon yang berasal dari kamar satria. Bunyinya berisik, ponsel lelaki itu terus menerus berbunyi tanpa henti.

“BANG!” teriaknya kencang dari luar kamar, gadis itu mengambil langkah kedepan sampai pada daun pintu kamar kakaknya.

“gak ada suara, mati apa?” monolognya.

Zevanya terus mengetuk pintu kamar satria berkali-kali. Masih tidak ada jawaban.

Terpaksa gadis itu membuka pelan pintu kamar satria lalu memberanikan diri masuk ke dalamnya.

“siapa sih? Berisik banget.” ia mengambil ponsel satria di atas nakas. Sedikit lancang memang, tapi mau bagaimana lagi? Lelaki itu tidak mendengar suara ponselnya yang terus menerus berdering kencang.

“gak ada namanya?” beonya saat melihat hanya nomor +62 serta angka lain di belakangnya.

Zevanya mengangkat panggilan telfon itu, beberapa menit hening menyapa gadis itu dengan sang penelepon.

“halo? Siapa ya?” zevanya membuka pembicaraan. Suaranya dibuat sepelan mungkin.

“halo? Satrianya lagi ada di kamar mandi kayaknya, mau titip pesan aja?” ujar zevanya kembali.

Entah apa yang membuat zevanya berkata seperti itu sampai tiba-tiba panggilan suara lebih dulu di matikan.

“lah, di matiin?” tepat saat gadis itu berbicara, pintu kamar mandi terbuka.

Satria menyugar rambutnya dengan handuk putih yang setia berada di tangannya seraya menatap heran pada kehadiran zevanya.

“ngapain?” lelaki itu masih mengenakan bathrobe nya, ia melanjutkan langkahnya yang terhenti menuju walk in closet.

“bang, tadi ada yang telfon.” infonya pada satria yang sibuk memilih baju santai untuk ia kenakan malam ini.

“siapa?” tanpa menoleh satria bertanya.

“enggak tau, nomornya enggak dikenal. Trus gue kasih tau aja lo lagi di kamar mandi, eh malah langsung di matiin.”
jelas zevanya panjang.

“orang iseng, kali. Kalau enggak, dia salah nomor.” hanya itu jawaban yang di ucapkan satria.

Padahal di sebrang sana perempuan yang baru saja mendial nomor satria di buat berfikir keras. Siapa perempuan yang menjawab telfon lelaki itu tadi? Dan, Apa satria di sana sudah memiliki pendamping baru yang jauh lebih baik darinya?

Fikiran itu terus bermunculan, apalagi ditambah dengan ucapan seorang perempuan yang menyebut satria sedang berada di kamar mandi.

Apa ia tak salah dengar? untuk apa perempuan itu menjawab telfon satria sedangkan lelaki itu tengah berada di kamar mandi.

Maksudnya, hubungan mereka apa? Dan siapa perempuan itu sebenarnya?

Ia tertawa miris, sudah terlanjur sadar dengan kesalahannya yang dulu, menyia-nyiakan keberadaan lelaki itu di hidupnya.

Renata sedikit menyesal dengan semua perlakuannya yang dingin serta tidak peduli dengan keberadaan satria.

Tapi sekarang ia sadar, mungkin satria sudah memiliki pendamping yang baik di hidupnya.

Jika begitu adanya, renata tak pantas untuk mengganggunya, apalagi sampai harus terus menghubungi nomor itu lagi.

Ia cepat-cepat menghapus daftar log panggilannya, dan juga menghapus nomor satria dari ponselnya. Entah, gunanya untuk apa. Tapi di pastikan renata tak akan menghubungi nomornya lagi sekarang.

Bahagia selalu satria, rasanya renata sedikit-sedikit mulai melepaskan perasaannya terhadap satria.

Padahal baru awal perempuan itu mencoba, mungkin belum waktunya jika ia harus terus meminta satria untuk berada di sampingnya.

***

I LOVE YOU MRS. RENATA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang