“gue cabut duluan, ya?”
Kedua temannya menatap ke arah satria dengan tatapan bingung.
“mau kemana?” dimas dan raja kompak bertanya.
Tanpa menjawab pertanyaan keduanya satria bergegas keluar dari perpustakaan, fikirannya kalut begitupula hatinya yang merasakan perasaan lain.
Tiba-tiba perasaanya tak enak saat bundanya mengirimi pesan yang isinya beliau ingin membicarakan sesuatu kepadanya.
Motornya melaju dengan kecepatan di atas rata-rata, satria berusaha untuk menyalip apapun kendaraan di hadapannya.
“anjing!” makinya spontan saat ia terjebak di lampu merah, ponselnya terus bergetar tanpa henti. Ia takut untuk membukanya, fikirannya kalang kabut entah kenapa.
Klakson dari motornya dibunyikan berkali-kali sampai pengendara di sebelahnya menatap sinis lelaki itu.
“mas, berisik! Lampu merahnya masih lama!” tegur pengendara di sebelahnya.
Satria melirik sekilas orang di sebelahnya, tanpa mengindahkan ucapan orang itu ia terus membunyikan klaksonnya sampai lampu berganti warna menjadi hijau. Motornya melaju lagi dengan cepatnya.
Sampai rumah, ternyata bundanya menunggunya di depan teras.
Satria turun dari motornya sambil melepas helm full facenya. Mengacak rambutnya dengan gerakan cepat lalu menghampiri sang bunda.
“bunda, kenapa?” tanya satria hati-hati saat melihat wajah bundanya nampak lain, tak ada senyuman yang terpatri di wajahnya seperti biasa.
“ada yang mau bunda omongin sekarang, buruan masuk.”
Satria masuk mengikuti langkah sang bunda, sampai dimana kehadiran seseorang membuatnya terpaku sejenak.
“bunda, kenapa dia ada disini?”
“kenapa?” sang bunda malah bertanya balik pada putranya.
“ini zevanya, adik tiri kamu.” ungkap wanita paruh baya itu berbicara.
Satria tak bergerak barang sedetikpun, tatapannya jatuh pada adik kelasnya di sekolah. Ya, zevanya yang menjadi anggota di ekskul badminton itu.
“lo?”
Zevanya tersenyum tipis membalasnya. Jujur, ia sedikit takut saat melihat tatapan tak biasa dari kakak tirinya.
“ayah mana?” tanpa bertanya lebih satria bertanya perihal soal ayahnya pada sang bunda.
“tugas, keluar kota.” Jawab bundanya dengan nada datar yang tak pernah satria dengar sekalipun seumur hidup.
“bunda, jelasin sama satria sekarang.” Tatapannya memelas, menanti sang bunda untuk bercerita tentang apa yang terjadi.
Wanita paruh baya itu duduk di sofa ruang keluarga diikuti dengan putranya yang terus meminta penjelasan padanya.
Menghembuskan nafasnya pelan, lalu sang bunda mulai bercerita tentang semuanya yang terjadi.
“ayah pernah punya hubungan sama mamanya zevanya waktu kamu kelas 1 SMA, saat itu ayah lagi ada tugas keluar kota. Bunda gak tahu kalau —kalau ayah gak pernah cerita sama bunda bahwa dia punya anak dari hubungan terlarang sama wanita lain selain sama bunda,”
Satria mendongak, menahan air mata yang akan keluar dengan sendirinya. Lelaki itu terkejut, sangat. Ayahnya yang ia anggap sebagai panutan? Ternyata? Ah, ia tidak bisa untuk kecewa kepada ayahnya sekarang.
“bunda kaget waktu nemu surat yang isinya —yang isinya perjanjian ayah nikah dan sebuah cincin berlian yang pasti itu adalah cincin nikah salah satu dari mereka. Bunda gak tau mau gimana lagi. disitu bunda —bunda udah gak ada tujuan lagi, satria. Bunda hancur, pernikahan bunda dan ayah hancur. Memang awalnya ayah dan bunda gak harus dipersatukan dengan cara begini. Satria tahu kan bunda paling benci dengan apa?”
Satria mengangguk dengan mata yang memerah, bibirnya bergetar walau masih bisa untuk menjawab pertanyaan sang bunda.
“pembohong.”
Sang bunda mengangguk, “benar.”
Wanita itu mengusap pelan rambut yang semakin tumbuh panjang milik satria.
“sudah seharusnya bunda untuk pisah sama ayah kamu, satria. Ngerti ya nak?”
Lelaki itu rapuh, ia menunduk guna menahan isakannya kuat-kuat. Ia juga menggigit bibirnya hingga sedikit darah terasa di mulutnya.
“satria ngerti perasaan bunda. Jangan tanya satria harus pilih siapa ya? Karena kalian orang tua kandung satria, sama-sama punya peran penting di dalamnya. Walaupun satria kecewa sama ayah tapi satria gak bisa benci ayah. Keputusan satria ada sama bunda, kalau itu buat bunda yang terbaik satria setuju, walaupun kalian udah gak bisa sama-sama kaya dulu lagi.”
Yolanda menahan isakannya saat mendengar kalimat terakhir yang satria ucapkan. “bunda sayang sama satria, selalu.”
Ia mendekat dan memeluk tubuh satria dengan erat, keduanya menangis dalam diam, tubuh mereka sama-sama bergetar hebat.
Gadis di hadapannya menatap keduanya penuh haru, kenapa kejadian ini harus dialami oleh keluarga yang sangat harmonis ini?
Zevanya mengusap air matanya yang jatuh tanpa di minta, ia juga turut kecewa dengan ibunya karena meninggalkannya seorang diri di kota besar ini.
“zevanya, sini nak.”
Gadis yang terbalut dengan dress sederhananya itu melangkah pelan mendekati kedua manusia yang sibuk berbagi duka.
Tiba-tiba Yolanda menarik tubuh zevanya untuk berpelukan bersama, “jangan ngerasa kamu gak punya siapa-siapa ya? Mulai saat ini, anggap saya sebagai bunda kamu.”
Baik, sangat baik. Hatinya seperti malaikat, wanita di hadapannya ini selalu memendam segala kesedihannya dan puncaknya sekarang. Yolanda merasa lemah jika menangis di depan kedua anaknya sekarang. Ya, zevanya sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri saat ini.
Bahkan zevanya turut menangis haru, juga bahagia karena ia dapat merasakan lagi pelukan hangat seorang ibu walaupun bukan ibu kandungnya.
“satria, sekarang zevanya adik kamu. Jaga dia ya? Jangan sampai ada yang sakiti dia. Ingat juga di dalam diri dia ada bunda ya?”
“bunda sayang kalian.”
Kompak ketiganya berpelukan dengan tangis mengharukan kembali terdengar di dalam rumah itu.
Satria menatap zevanya yang masih menangis di pelukan bundanya.
Satria janji bunda, janji buat jagain bunda dan zevanya. Gak ada yang bisa nyakitin kalian berdua dari sekarang sampai kapanpun.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE YOU MRS. RENATA [COMPLETED]
Teen FictionJudul sebelumnya : TRUE LOVE *** Satria awalnya hanya keasyikan menggoda salah satu guru muda di sekolahnya, namanya Renata Davidson. Hingga ternyata ia berhasil terbuai oleh pesona si guru cantik tersebut. Tidak ada yang bisa menebak bagaimana sat...