"Kita mampir ke rumah Bima dulu ya? Aku mau kasih sarapan buat mereka." Pinta Aquila
"Pacar sendiri gak di buatin sarapan." Sindir Regan
Aquila memilih untuk diam, tidak mau membalas sindiran Regan. Ini masih pagi, jadi harus menghindari hal-hal yang merusak moodnya. Selama perjalanan menuju rumah Bima, keduanya hanya diam. Tidak ada suara sedikitpun kecuali suara ponsel Aquila yang beberapa kali berbunyi karena ada pesan masuk.
"Ayo, turun." Ajak Regan, ketika mereka sudah sampai dan Aquila masih sibuk dengan ponselnya.
Baru akan mengetuk pintu, ternyata sudah terbuka dulu. Terlihat Bima sudah siap dengan karung yang biasa di bawa untuk pergi memulung.
"Bima mau kemana?" Tanya Regan
"Bima mau cari rongsokan kak, buat makan hari ini." Jawab anak itu, wajahnya terlihat biasa saja dan tersenyum.
Regan memegang dadanya yang terasa sesak, ia benar-benar merasa bersalah dan kasihan pada Bima. Anak seusia ini seharusnya sedang asik bermain dan belajar.
"Ini kakak udah bawain makanan, kamu jangan kerja dulu ya. Soalnya kaki kamu kan masih sakit." Kata Aquila
Bima menggeleng, kepalanya mulai tertunduk dan air mata mulai berjatuhan membasahi pipinya.
"Hei? Kenapa nangis?" Tanya Regan, seraya menepuk pelan pundak Bima.
"Bima malu sama kakak." Jawabnya dengan suara serak
"Kenapa harus malu? Kita gak pernah memandang rendah kamu kok. Lagian kita kesini karena udah kewajiban, karena kamu sakit seperti ini gara-gara kakak. Ayo, sekarang kita masuk kew dalam."ajak Regan
Mereka masuk ke dalam rumah Bima, terlihat sepi seperti kemarin. Bibi tampak masih tidur lelap di atas alas karung. Pemandangan yang benar-benar miris bagi Regan dan Aquila yang selama ini tinggal berkecukupan di rumah yang layak.
"Bibi, ayo bangun." Panggil Bima, sambil menggoyang-goyangkan badan adiknya
"Euh, masih ngantuk." Lenguh anak itu
"Bangun, ada kakak cantik." Bisik Bima, membuat Bibi langsung membuka kedua matanya lebar. Anak itu langsung tersenyum lebar saat melihat keberadaan Aquila dan Regan.
"Haii?" Sapa Aquila sambil melambaikan tangannya
Bibi langsung beranjak dan menghampiri Aquila, anak itu tersenyum ceria melihat kedatangan Aquila dan Regan.
Setelah Bibi membersihkan diri, Aquila menyajikan makanan yang ia bawa untuk keluarga kecil itu. Ia cukup senang karena kejadian kemarin bisa membuatnya sadar, jika masih ada banyak orang yang memiliki hidup lebih menderita dari dirinya. Sekarang Aquila juga lebih banyak bersyukur dengan hidupnya yang selalu ia pikir banyak kekurangan.
"Kakak harus pergi ke sekolah dulu, nanti kapan-kapan kita keaini lagi. Kakak pamit ya." Ujar Regan seraya mengelus pelan puncak kepala Bima dan Bibi bergantian
"Iya, makasih banyak ya kak." Ucap kedua anak itu.
Rumah Bima cukup jauh dari sekolah mereka, dan jalanan hari ini cukup padat. Alhasil membuat Regan dan juga Aquila terlambat, membuat keduanya harus mendapatkan hukuman.
"Kalian bapak hukum membersihkan taman belakang sekolah." Kata guru piket
"Baik pak, terimakasih." Ucap Regan
Guru laki-laki itu cengo dengan ucapan terimakasih Regan, bisa-bisanya murid mendapatkan hukuman malah berterimakasih. Biasanya mereka akan menawar.
"Kok terimakasih, biasanya kan kamu nawar?" Tanya pak Bambang heran

KAMU SEDANG MEMBACA
Fated Love [END]
Romansa"Bisa dibaca bab lengkapnya di Fizzo" "Aquila hamil anak aku, Bunda!" suara serak itu membuat semua orang terkejut. Aquila yang akan membuka pintu menegang, ia tak menyangka Regan akan sadar saat dirinya belum pergi dari sana. Ditambah lagi kini Ren...