22. BLANK SPACE

66 3 0
                                    

Hi kalian yang udah mau baca cerita aku sampai disini, makasih ya. Aku bener bener apresiasi bgt kalian yang baik mau baca cerita aku, semoga kalian suka. Maaf kalo masih kurang bagus dan typo yang bertebaran.

Udah siap baca mas Abby dan mbak Agata?

Happy reading✨
.
.
.
.
.
.
.

🌟🌟🌟

Memikirkan bagaimana keadaan Abby yang terpaksa Agata tinggal di basecamp S.O.S atas perintah cowok itu. Agata mengecek ponselnya, belum juga ada balasan dari Abby. Dengan rambut yang masih acak-acakan dan piyama yang masih melekat. Agata melangkahkan kakinya membuka pintu kamar.

Langkah kaki juntai dan agak oleng karena baru bangun. Tangan yang masih mengucek-ngucek mata kanannya, khas orang baru bangun. Kakinya menuju halaman belakang rumahnya. Matanya samar-sama melihat seorang laki-laki paruh baya dengan selang di tangannya.

Cahaya matahari yang terbias membuat Agata harus memicikan matanya untuk memastikan itu benar papanya. Dengan nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya Agata menghampiri laki-laki kesayangannya itu. Kedua tangan mungil Agata melingkar di perut agak buncit Andrea.

Siempunya terkejut mendapati pinggangnya dilingkari tangan putri cantiknya.

"Ini kenapa princess jadi manja banget. Ada maunya ya?"

"Papa, masak peluk gak boleh sih!" Agata memanyunkan bibirnya.

Ya memang bukan hal baru untuk seorang Agata Jovany menjadi gadis manja. Bahkan sejak kecil pun dirinya sudah manja. Dan papanya, Andrea sudah maklum akan hal itu. Putri semata wayang yang tumbuh menjadi gadis cantik tanpa kasih sayang ibu. Pasti sangat sulit untuk Agata. Ditambah dirinya sering meninggalkan Agata sendirian.

"Kemarin kata mbak kamu keluar. Kemana?"

Posisinya masih sama, Agata masih nempok di punggung papanya. Seperti cicak yang nemplok di dinding.

"Keluar sama temen. Tapi papa tau gak?!"

Kini Agata yang tadinya menempelkan kepalanya menghadap kiri menjadi menatap bahu sang ayah seolah ini merupakan hal serius yang harus disampaikan.

"Temen yang Agata mau ajak ketemu dikeroyok pa. Sama delapan orang!" Seru Agata.

Nadanya yang imut seolah anak balita yang sedang bercerita. Dengan nada seolah menanggapi ceita anak gadisnya. Andrea tidak mau kalah heboh.

"Wahh, terus gimana temen kamu?"

Agata mengikuti langkah kaki papa Andrea saat ingin mematikan selang air. Lalu mengikuti lagi kearah meja dan kursi kayu tempat duduk santai di halaman belakang. Dasar papa Agata gak bisa diem bentar apa, ini Agata gak jadi cerita kan.

"Ya menurut papa, satu lawan delapan gimana?"

"Hahh? Mati temen kamu?" Beo Andrea saat setelah meniup teh hangatnya.

"Ihh papa! Enggak mati. Cuma babak belur." Kata Agata dengan tangan kanan memukul lengan papanya.

Hampir saja tehnya tumpah ke celana bapak Andrea yang terhormat. Terus tadi apa? Cuma babak belur kata Agata? Itu wajah Abby kayaknya udah gak berbentuk deh masih dibilang cuma. Tapi lebih mending dari pada mati.

Andrea mengangguk-anggukan kepalanya seolah mengerti. Mendengar cerita putrinya yang semakin semangat sampai akhirnya papa duren atau duda keren ini menggebrak meja kayu yang ada didepannya.

Dari Abby [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang