2. Persiapan

5K 635 32
                                    

"Nih kalian aku undang." Haechan melempar dua lembar undangan di hadapan Jeno dan Jaemin.

"Wih, undangan apa nih? Ulang tahun?" tanya Jaemin sembari mengambil undangan yang ada di bangku.

"Undangan pernikahan ya? Siapa yang nikah? Haechan sama Som---" Haechan buru-buru membekap mulut Jeno.

"Jangan banyak omong, kalau tidak rahasiamu akan diketahui semua orang," balas Haechan sembari melototkan mata.

Haechan lantas melepas bekapan tangannya, membuat Jeno kesal. "Selalu saja ancamannya itu, bosen."

"Papamu nikah lagi, Haechan?" tanya Jaemin setelah membaca undangan itu. "Dan kau setuju? Atau kau yang diancam papamu agar setuju?"

Haechan tertawa. "Ey, mana ada, malahan aku yang menyuruh Papa agar nikah lagi."

Jeno menepuk bahu Haechan. "Kau baik-baik saja kan?"

Haechan menepis tangan Jeno. "Jangan drama deh. Aku seharusnya senang punya ibu lagi. Tidak usah khawatir."

Haechan menatap Jeno dan Jaemin. "Itu undangan untuk orang tua kalian, kalau mereka tidak bisa hadir, kalian yang harus datang."

Jaemin mengangguk. "Orang tuaku sepertinya nggak bisa datang. Kalau aku yang datang, bolehkan bawa sepupuku?"

Haechan mengangguk. "Sepupu yang mana?"

Jaemin memutar bola mata. "Jisung, adik kelas kita. Sepupu yang mana lagi, aku hanya punya satu."

"Kalau kau?" Haechan menoleh pada Jeno.

"Orang tuaku sebenarnya bisa datang, tapi aku sajalah. Pengen lihat ibu barunya Haechan."

***

Haechan menemani Johnny dan Wendy membeli jas untuknya dan untuk Johnny. Mereka berdua dari tadi berdebat tentang warna jas yang akan Haechan pakai, padahal Haechan sendiri tidak ambil pusing.

"Kenapa malah kalian yang ribut? Haechan pakai warna apa aja tetap ganteng kok," ucap Haechan.

Wendy tertawa, yang mana membuat Johnny tertawa juga.

Johnny mengelus pelan pucuk kepala anaknya. "Haechan memang ganteng, siapa dulu papanya?"

Haechan tertawa. "Papa Johnny lah."

Mereka sibuk memilih jas lagi.

"Kita tanya Renjun juga, biar jas kalian sama," ujar Wendy.

Haechan celingukan, sejak ia berangkat dari rumahnya, lalu menjemput Mama Wendy, dia belum menemui Renjun. Haechan hendak bertanya keberadaan Renjun, tetapi wendy buru-buru menelepon seseorang, lebih tepatnya panggilan video.

Telepon tersambung, di layar ponsel Wendy memperhatikan wajah Renjun dengan background kamar.

"Hai, Renjun," sapa Wendy dengan ceria, begitu juga dengan Johnny.

Haechan hanya memperhatikan, dia malas sekadar melihat wajah Renjun atau mengajaknya berbicara, Haechan terlanjur sakit hati sama Renjun sejak pertemuan pertama mereka.

"Kami sedang memilih jas untuk kalian." Wendy menunjukkan jejeran jas yang terpampang. "Renjun mau warna apa? Biar nanti sama seperti punya Haechan."

Haechan memutar bola mata sembari ngedumel pelan agar tidak terdengar kedua orang itu, "Siapa juga yang mau baju couple, sama Renjun pula."

Haechan memutuskan untuk melihat-lihat deretan jas-jas itu---yang sebenarnya sama saja modelnya. Namun belum lima menit Haechan melihat-lihat, Wendy sudah berdiri di sebelahnya sembari menyodorkan ponselnya---yang masih tersambung dengan Renjun.

Dear My Stepbrother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang