Renjun tidak bisa tidur, malam ini dia mengalami insomnia.
Lagi pula siapa yang bisa tidur kalau saudaranya terbaring di rumah sakit dan saudaranya itu kini merajuk padanya, yang Renjun sendiri tidak tahu alasan kenapa Haechan marah padanya.
"Sebenarnya Haechan itu kenapa sih? Apa yang aku perbuat hingga dia marah seperti itu?"
Renjun memandangi langit-langit kamar, tangannya dia letakkan di atas perut dengan sebuah ponsel digenggamnya, berharap Haechan akan menghubunginya---yang mana sebuah kebodohan karena ponsel Haechan rusak, jadi tidak memungkinkah Haechan untuk menghubunginya.
Sebuah panggilan masuk, itu yang ketiga kali Wendy meneleponnya karena ia khawatir Renjun belum makan.
Renjun memutar bola mata. Mau tidak mau akhirnya dia menerima panggilan Wendy sebelum mamanya itu mengamuk.
"Aku nggak akan pingsan seperti Haechan kalau melewatkan sekali makan malam, Ma," ujar Renjun saat panggilan terhubung. "Mama jangan berlebihan."
"Apa itu cara yang sopan berbicara pada Mama?"
Renjun melototkan bola mata, bukan suara Wendy seperti yang Renjun kira, melainkan suara Haechan.
"Haechan?" Renjun buru-buru bangun dari posisi tidurnya.
"Iya, aku Haechan, saudaramu yang paling tampan," balasan menyebalkan terdengar dari sana.
Renjun tersenyum tipis, jika Haechan dalam mode menyebalkan, itu artinya dia tidak lagi marah pada Renjun.
"Kenapa?" tanya Renjun.
"Cepat ke sini, aku menyuruh Mama Papa pulang, aku sendirian di sini, cepat temani aku."
Renjun merotasikan bola mata. "Apa itu cara yang sopan meminta bantuan pada kakak?"
Di seberang sana Haechan sengaja membuat suara batuk. "Renjun Hyung, tolong datang ke rumah sakit, adikmu yang sedang sakit ini sendirian sekarang."
"Nah, begitu kan lebih baik."
Ada jeda beberapa saat sebelum Haechan kembali bersuara. "Cepat ke sini, Renjun. Ada yang ingin aku bicarakan, kau pasti juga punya beberapa pertanyaan untukku kan?"
"Bukan beberapa, tapi banyak."
Lalu Renjun mematikan sambungan telepon dan bersiap menuju rumah sakit.
***
Sepuluh menit sejak Renjun tiba di kamar rawat Haechan, tetapi belum ada satu pun dari mereka yang mengeluarkan suara, sedari tadi mereka hanya bertatap-tatapan mata, seakan-akan bicara lewat bahasa kalbu.
"Jangan menatapku seperti itu." Haechan mengalah, dia lebih dulu mengeluarkan suara.
"Aku bertanya lewat tatapan mata," ujar Renjun dengan wajah datar.
Beberapa detik kemudian, mereka menertawai kebodohan mereka.
"Kita seperti orang bodoh tahu," kata Haechan.
Renjun tersenyum tipis, dia lantas duduk lebih dekat dengan Haechan dan mengelus pelan jari-jari Haechan yang terluka.
"Bagaimana? Sudah bisa cerita sekarang?" tanya Renjun dengan suara rendah, yang mana menunjukkan kalau dia serius.
Haechan mengangguk. "Tapi sebelum itu, aku ingin mengaku sesuatu."
"Apa?"
"Aku melanggar kontrak perjanjian kita," kata Haechan lantas menatap Renjun. "Aku memberi tahu Somi kalau kita bersaudara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Stepbrother [END]
FanfictionMempunyai saudara tiri, laki-laki, seumuran, emosian dan menyebalkan adalah salah satu dari banyaknya hal yang Haechan benci. "Aku tidak suka saudara tiri sepertimu, Huang Renjun!" "Menurutmu aku juga suka saudara tiri sepertimu?" |Bagian dari DREAM...