Karena tidak masuk sekolah selama seminggu, Haechan yang hari ini mulai kembali sekolah kesulitan menemukan kaus kakinya.
"Seingatku ada di bawah kasur," gumam Haechan sembari tangannya mengerayangi kolong bawah ranjang.
Haechan terdiam. Sepertinya tidak, terakhir kali dia memakai kaus kaki adalah saat ia pingsan, dan saat sudah sadarkan diri, bajunya sudah berganti menjadi baju rumahan.
Berarti Renjun yang membereskan kaus kakinya. Namun, beberapa hari terakhir, mereka bahkan tidak saling sapa dan bicara, karena kalau bicara, keduanya takut tersulut emosi masing-masing.
Haechan berlari kecil menuju meja belajarnya, ia membuka rak di bawah meja, biasanya di sana ada kaus kaki baru.
Dan ini hari sial Haechan, karena di sana tidak ada satupun kaus kaki yang tersisa.
Haechan berlari kecil ke luar kamar untuk mengintip Renjun. Pemuda itu bersandar di depan pintu kamarnya sendiri, sengaja menunggu Haechan.
Renjun sendiri memang tidak mau meninggalkan Haechan, selain amanah dari Mama untuk selalu berangkat bersama, ia juga takut kalau meninggalkan Haechan sendirian, apalagi jika mengingat perkataan Jaemin tempo hari.
Haechan lantas mengacak-acak lemarinya, beralih ke rak bukunya, tapi tidak ada satupun kaus kaki di sana.
"Apa mungkin masih kotor?" tanyanya.
Haechan mengacak rambutnya frustasi, kalau dia terus-terusan di sini untuk mencari kaus kakinya, ia bisa terlambat dan dikenai hukuman membersihkan lapangan. Namun kalau Haechan nekat ke sekolah tanpa memakai kaus kaki, ia juga nanti kena hukuman. Jadi serba salah kan.
Brak!
Haechan dikejutkan dengan suara gebrakan pintu. Siapa lagi kalau bukan Renjun pelakunya.
"Ayo cepat, nanti kita terlambat," ujar Renjun dengan nada kesal.
"Iya aku tahu, lagi cari kaus kaki," kata Haechan.
"Kau juga jangan seperti preman, masuk kamar orang sembarangan tanpa ngetuk pintu. Kalau pintunya rusak gimana? Mau ganti rugi? Aku sih nggak peduli tanganmu sakit atau nggak." Haechan memutar bola mata.
Haechan berbohong, sebenarnya dia sangat khawatir jika tiba-tiba tangan kakaknya itu berdarah, karena dia pernah merasakannya.
"Iya kalau tanganku sakit nanti aku nggak bisa memukulmu," ujar Renjun sarkas lantas dia berlajan menuju kamarnya dengan kaki yang dihentakkan.
Haechan memutar tubuh ke belakang saat mendengar langkah kaki Renjun memasuki kamarnya. Pemuda itu tersentak saat Renjun melemparkan sebuah kain di wajahnya.
"Nih pakai kaus kakiku dulu, tenang saja, itu kaus kaki baru," ujar Renjun.
Haechan memunggut kaus kaki itu karena dia tadi tidak sempat menangkapnya.
"Aku tunggu di luar. Kita naik taksi saja supaya lebih cepat, aku sudah pesan taksinya." Renjun balik badan lantas ia melangkah ke luar.
"Terima kasih kaus kakinya," ujar Haechan pelan.
Langkah Renjun terhenti, ia tersenyum tipis dan mengangguk samar.
***
"Hai, Haechan," sapa Jeno dengan riang saat Haechan dan Renjun tiba di kelas. "Kau sudah baikan? Sudah sehat?"
Jeno berlari menuju Haechan dan memeluk pemuda itu.
"Eh, kau ini kenapa, Jeno?" Haechan kebingungan saat Jeno mendekapnya, padahal selama ini Jeno paling anti dengan skinship seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Stepbrother [END]
FanfictionMempunyai saudara tiri, laki-laki, seumuran, emosian dan menyebalkan adalah salah satu dari banyaknya hal yang Haechan benci. "Aku tidak suka saudara tiri sepertimu, Huang Renjun!" "Menurutmu aku juga suka saudara tiri sepertimu?" |Bagian dari DREAM...