Haechan tiba-tiba pingsan di pelukan Renjun, membuat pemuda itu tak kalah panik.
"Haechan? Haechan jangan begini," ujar Renjun sembari menepuk-nepuk pelan pipi Haechan, tetapi tidak ada respons dari pemuda itu.
Jisung merangkak mendekati Haechan, dengan suara sengau dia bertanya. "Haechan Hyung kenapa? Ayo bangun, Jaemin Hyung nggak apa-apa, dia nanti bangun."
Jisung menggoyang pelan bahu Haechan. "Ayo Hyung bangun, kita sudah janji besok main game sama Jaemin Hyung."
Renjun tanpa sadar air matanya menetes, dia menyentuh pelan bahu Jisung. "Jisung ... Jaemin sudah tidak ada."
Jisung semakin sesenggukan. "Nggak! Jaemin Hyung masih ada! Dia hanya pingsan seperti Haechan Hyung."
Jeno berdiri, ia menatap wajah Jaemin yang pucat dan mata yang terpejam rapat, ia berdoa dalam hati agar ada keajaiban dan mata Jaemin tiba-tiba terbuka dan mengatakan padanya kalau itu hanya prank.
Namun nyatanya anggan Jeno tidak terjadi. Mata temannya itu enggan terbuka dan mulut yang biasanya mengejek Jeno karena dia single itu enggan mengejeknya lagi.
Air mata Jeno menetes, ia tersenyum miris. "Jaemin, beneran kau nggak mau bangun lagi? Nggak mau ngejekin aku lagi?"
"Padahal selama ini aku yang berusaha bunuh diri, tapi kenapa kau yang mati duluan?" gumam Jeno.
Jeno terdiam menatap wajah Jaemin, dia teringat sesuatu. Ia harus mencari tahu penyebab kematian Jaemin. Apakah bunuh diri atau dibunuh.
Jeno menyibak pelan selimut Jaemin, membuat selembar kertas yang diremas-remas jatuh di depan Jisung.
"Ada apa?" tanya Renjun setelah membaringkan Haechan di tempat yang lebih nyaman.
Jisung diam-diam membuka kertas itu dan membaca sesuatu yang tertulis di sana. Pemuda itu lantas membelalakkan mata dan menyimpan kertas itu di sakunya.
"Aku memeriksa, apakah Jaemin bunuh diri atau dibunuh," jawab Jeno.
Jeno memeriksa pergelangan tangan Jaemin dan di sana tidak ada luka sayatan atau luka apapun yang bisa menyebabkan seseorang tiada. Lantas ia kembali memeriksa leher Jaemin, tidak ada bekas cekikan, leher itu mulus.
"Maaf ya, Jaemin." Jeno lantas membuka pelan kaus Jaemin, di sana tidak ada bekas luka tusuk atau tembak, yang artinya Jaemin tidak dibunuh dengan cara keji itu.
Renjun dari tadi memeriksa laci-laci di ruangan itu, ia tidak menemukan benda-benda tajam ataupun obat-obatan yang bisa membuat overdosis. Yang Renjun temui hanya kertas-kertas dan buku catatan Jaemin.
"Dia tidak bunuh diri," ujar Jeno.
Renjun mengangguk. "Apa mungkin dia tiada karena tidak diberi makan selama enam hari karena dikurung di sini?"
"Tidak, Hyung! Jaemin Hyung masih hidup! Dan orang tuanya tidak sekejam itu!" seru Jisung tiba-tiba.
"Jaemin Hyung masih hidup, percayalah padaku." Jisung menguncang bahu Jeno. "Dia hidup!"
"Jisung tenang," ujar Renjun.
"Jaemin sudah tiada, Jisung. Orang mati tidak bisa hidup lagi!" bentak Jeno hingga membuat tubuh Jisung bergetar ketakutan.
Tangan Jeno mengepal, dia benci sekali situasi seperti ini. Siapa juga yang tidak ingin Jaemin hidup kembali? Tetapi hal itu mustahil!
"Percayalah, dia masih hidup," ujar Jisung, lantas pemuda itu limbung ke lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Stepbrother [END]
FanfictionMempunyai saudara tiri, laki-laki, seumuran, emosian dan menyebalkan adalah salah satu dari banyaknya hal yang Haechan benci. "Aku tidak suka saudara tiri sepertimu, Huang Renjun!" "Menurutmu aku juga suka saudara tiri sepertimu?" |Bagian dari DREAM...