Keesokan harinya, Haechan berangkat sekolah pagi-pagi, ia lagi malas kalau dihukum karena terlambat.
Untung saja sudah ada Jeno di kelas. Pemuda itu sudah duduk manis di bangku nomor dua, dan tentu saja bangku depan kosong, bangku itu tempatnya Jaemin.
Haechan duduk di bangku belakang Jeno. Temannya itu langsung balik badan dan menghadap Haechan.
"Kenapa kau kemarin nggak masuk sekolah?" tanya Jeno sembari menopang dagu dengan tangan.
"Ada sedikit masalah," jawab Haechan.
Jeno menyipitkan matanya yang sudah sipit itu. "Kenapa kantung matamu menghitam? Kau semalam begadang ya?"
Haechan terkekeh. "Semalam aku habis jalan-jalan dan main game."
Haechan tidak sepenuhnya bohong, dia semalam memang jalan-jalan di sungai Han dan bermain game sampai larut malam.
"Memangnya Renjun tidak memarahimu kalau kau begadang?"
Haechan terdiam, ia lantas menggeleng dan menjawab dengan nada dingin. "Dia nggak akan peduli."
Mata Jeno tidak sengaja melihat telapak tangan kanan Haechan yang dibebat dengan perban.
"Tanganmu kenapa? Meninju cermin lagi?" tanya Jeno.
Haechan mengangguk. Jeno tidak akan berani mengomentari Haechan, ia sebenarnya takut kalau Haechan malah menyudutkannya. Berbeda kalau Jaemin, mungkin anak itu malah meledeknya dan mengatakan bukan begitu cara bunuh diri yang benar.
Saat kelas mau dimulai, Renjun baru datang. Wajah Renjun penuh peluh dan napasnya terengah-enggah seperti habis lari maraton.
Renjun hari ini memakai kacamata dan ada sebuah plaster di dahinya. Ia mendekati Jeno.
"Aku duduk di depan ya untuk beberapa hari?" Renjun menunjuk bangku Jaemin yang kosong. "Kalau di belakang aku susah melihat tulisan di papan."
Jeno mengangguk. "Oh, baiklah."
Mata Renjun tidak sengaja bersitatap dengan Haechan. Keduanya sama-sama memberikan pandangan dingin dan mematikan hingga membuat Jeno merasakan aura kuat di antara keduanya, seperti aura permusuhan dan hal itu membuat Jeno tidak nyaman.
"Mereka kenapa sih?" gumam Jeno.
Setelah berjam-jam berkutat dengan pelajaran, waktu istirahat benar-benar waktu yang dinantikan Jeno. Bukan karena capek belajar, ia sudah terbiasa, tapi karena ia ingin sekali menanyakan pada Renjun dan Haechan.
"Kenapa hari ini kalian kelihatan aneh sekali sih? Apa kalian sedang bertengkar, Renjun, Haechan?" Jeno bergantian menoleh pada Renjun dan Haechan.
"Jangan sebut namanya di depanku!" bentak keduanya hingga membuat Jeno terlonjak kaget, lalu seperkian detik berikutnya, mereka saling buang muka.
"Aku muak melihatnya," ujar Haechan.
Renjun dengan kasar menyeret kursinya dan keluar kelas dengan langkah kaki yang dihentakkan.
"Renjun, mau ke mana?" tanya Jeno.
"Mau tidur di UKS," jawab Renjun sebelum punggungnya menghilang di balik pintu.
Haechan mendengus kesal, setelah berdiam diri selama beberapa menit, ia berdiri dan hendak keluar dari kelas juga, tetapi Jeno menahan tangan Haechan yang terluka.
Haechan meringis. "Ssst, sakit tahu!"
"Oh maaf." Jeno melepaskan tangan Haechan. "Kau mau ke mana lagi?"
Haechan menunjuk ke atas. "Ke rooftop mau tidur, di UKS ada hama."
Haechan lantas keluar kelas, meninggalkan Jeno sendirian. Jeno memandang pintu yang baru saja Haechan lewati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Stepbrother [END]
FanfictionMempunyai saudara tiri, laki-laki, seumuran, emosian dan menyebalkan adalah salah satu dari banyaknya hal yang Haechan benci. "Aku tidak suka saudara tiri sepertimu, Huang Renjun!" "Menurutmu aku juga suka saudara tiri sepertimu?" |Bagian dari DREAM...