9. Sisi Lain

3.8K 485 42
                                    

Teman-teman Haechan sudah kembali ke kelas, sedangkan Haechan masih di ruang kesehatan untuk menunggu Renjun pulih, walau harus membolos beberapa mata pelajaran, Haechan tidak peduli.

Sebenarnya Renjun sudah menyuruhnya untuk kembali, tetapi Haechan ingin tetap menjaga Renjun dengan alasan kemanusiaan.

Melihat muka kesal Renjun, Haechan berdecak.

"Kenapa? Nggak suka aku jagain di sini?" tanya Haechan sembari melipat kedua tangan di depan dada.

"Ya suka sih." Renjun terdiam, dia merutuki dirinya karena keceplosan.

"Tapi aku suka kalau Ningning yang menjagaku," ujar Renjun.

"Kenapa? Dia gebetanmu?" tanya Haechan cuek.

Haechan menahan tawa karena melihat pipi Renjun yang memerah dan kakaknya itu tampak malu-malu.

"Belum, tapi segera."

"Dia temanmu dari Cina?"

Renjun mengangguk, dia menyuuruh Haechan duduk di tepi ranjang karena kasihan melihat Haechan yang dari tadi hanya berdiri.

"Ningning temanku dan Chenle saat masih SMP," jawab Renjun.

"Oh begitu." Haechan mengangguk.

Ia hendak bertanya lagi, tetapi kehabisan topik pembicaraan, jadi Haechan hanya diam.

"Jangan bilang Papa Mama ya soal tadi? Aku tidak mau mereka khawatir dengan keadaanku," ujar Renjun dengan nada pelan.

Haechan mengangguk.

"Aku tidak memaksamu cerita, tapi kalau sampai hal ini terjadi lagi, kau harus ke dokter," kata Haechan.

Renjun mengangguk, teringat saat tadi teman-temannya menyuruhnya untuk pergi ke dokter, tetapi Renjun menolak.

"Aku akan cerita, tapi tidak sekarang."

Haechan memperhatikan Renjun. "Sekarang keadaanmu bagaimana?"

"Sudah baik, aku bukan orang lemah," jawab Renjun. "Ayo kembali ke kelas."

Renjun yang berusaha turun dari ranjang segera dicegah Haechan. "Beneran nggak apa-apa? Bolos sehari pasti dimaklumi guru karena kau sakit. Jangan memaksakan diri."

Renjun menyentuh bahu Haechan. "Ish, kenapa kau tiba-tiba peduli?"

"Demi kemanusiaan. Lagi pula aku ini adikmu, memangnya aku tidak boleh peduli sama kakak sendiri?" Haechan melirik Renjun, ia tidak mau menatap Renjun secara langsung.

Renjun tersenyum tanpa Haechan ketahui. "Aku sudah baikan, Haechan. Aku tidak bohong, bahkan aku bisa mengangkatmu dan melemparmu ke angkasa."

Haechan akhirnya berdiri dan membantu Renjun turun.

"Eyy, bilangnya bisa mengangkatku, turun dari ranjang saja masih oleng. Lagi pula tubuhmu itu kecil, Renjun-ah," balas Haechan.

Renjun mencubit Haechan. "Bilang itu lagi atau aku akan memukulmu."

"Ahh, iya iya, aku nggak akan bilang lagi." Haechan berusaha berkelit saat tangan Renjun mencubit pinggangnya.

Mereka keluar dari ruang kesehatan, masih dengan candaan.

Di jalan menuju kelasnya, Mark tidak sengaja melihat Haechan dan Renjun bercanda.

"Kalau kalian beneran akur gini kan enak lihatnya," gumam Mark. "Akur terus ya?"

***

Haechan yang awalnya khawatir jika Renjun tiba-tiba pingsan di sisa-sisa pembelajaran, dia sampai menoleh ke belakang setiap lima menit untuk memeriksa Renjun, tetapi untung Renjun baik-baik saja.

Dear My Stepbrother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang