5. Sebuah Alasan

3.6K 549 41
                                    

Haechan memaksa orang tuanya agar diizinkan untuk ikut menjemput Renjun di bandara. Sebenarnya tidak ada alasan khusus kenapa dia ingin ikut menjemput Renjun, Haechan hanya ingin memastikan Renjun baik-baik saja.

Mobil yang ditumpangi Haechan berhenti di bandara. Haechan segera turun dari mobil, diikuti kedua orang tuanya.

Mereka berlari kecil sembari celingukan mencari keberadaan Renjun.

Keadaan bandara cukup lenggang sehingga memudahkan Haechan untuk melihat Renjun yang melambaikan tangan di dekat pintu toilet bandara.

"Ma, itu Renjun!" ujar Haechan sembari menunjuk keberadaan Renjun.

Wendy terburu-buru menghampiri Renjun, sedangkan Johnny dan Haechan mengikuti di belakang Wendy.

"Renjun-ah!" Wendy langsung mendekap Renjun.

Wanita itu semakin mempererat pelukannya, hingga terdengar isakan pelan darinya.

"Renjun janji jangan pergi lagi dari Mama ya?" tanya Wendy di sela-sela pelukannya.

Renjun mengangguk. Johnny ikut memeluk Renjun sembari berkata, "Renjun jangan buat kami sedih lagi ya?"

Melupakan suasana terharu ini, Haechan hampir melepaskan tawa saat melihat tubuh kecil Renjun yang diapit Johnny dan Wendy. Untung saja mereka segera melepas pelukan, kalau terus berlanjut Haechan bisa-bisa tertawa.

Haechan mengaruk tengkuk yang tidak gatal, sedangkan Renjun melihat Haechan dengan pandangan canggung.

"Haechan tidak ingin memeluk Renjun?" tanya Johnny, membuat atmosfer antara Haechan dan Renjun semakin canggung. "Bukannya Haechan yang paling merindukan Renjun sampai-sampai Haechan menangis dan sakit?"

Haechan melirik Johnny dengan pandangan tidak suka. Papanya kalau soal mempermalukan Haechan itu paling senang, tidak tahu apa kalau Haechan merasa malu, apalagi saat melihat smirk di wajah Renjun.

Berani bertaruh kalau wajah Haechan sekarang semerah tomat. Pokoknya dia tidak mau kalau sampai Renjun menang darinya.

Grep!

Haechan melototkan mata saat Renjun tiba-tiba memeluknya. Pemuda itu berbisik pelan di telinga Haechan. "Walau kau tidak mengakuinya, terima kasih karena mengkhawatirkanku, setidaknya aku merasa kehadiranku berarti."

Tangan Haechan perlahan menepuk pelan punggung Renjun. "Kau memelukku dengan tulus atau hanya karena orang tua kita?"

"Aku tidak pernah sembunyi di balik topeng kepura-puraan," jawab Renjun. "Tidak seperti kau."

"Wah, bahasa Koreamu semakin membaik," cibir Haechan.

"Renjun Ge."

Panggilan seseorang membuat Renjun dan Haechan melepas pelukannya. Di belakang Renjun ada seorang pemuda yang sepertinya lebih muda dari Haechan, keadaan pemuda itu dapat dikatakan tidak baik, wajah pucat, mata membengkak seperti habis menangis, juga wajah sedikit lebam. Haechan memperhatikan lengan pemuda itu yang terekspos karena memakai kaos lengan pendek, di sana ada beberapa luka yang sengaja ditutup perban.

Haechan memperhatikan wajah Renjun lebih jeli, di pojok bibir Renjun ada sedikit luka seperti habis dibogem, dan di keningnya ada sedit lebam keunguan.

Haechan menggeleng, ada yang tidak beres dengan mereka berdua.

"Chenle?" tanya Wendy.

Pemuda yang dipanggil Chenle itu menunduk dan memberi salam pada Wendy, Haechan dan Johnny. Bahasa Korea Chenle tidak begitu bagus, dan Haechan rasa Chenle itu teman Renjun yang berasal dari Cina.

Dear My Stepbrother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang