Tok tok tok!
Mama menggedor pintu kamar Haechan beberapa kali karena tidak juga mendapat sahutan dari dalam.
"Haechan! Renjun! Bangun! Dicariin teman-teman kalian!" seru Mama.
Ceklek!
Beberapa menit kemudian, pintu dibuka oleh Renjun dengan wajah bantal, ia mengucek mata, sedangkan Haechan masih tidur dengan posisi yang tidak bisa dibilang baik.
"Dicariin teman-teman di bawah tuh, katanya ada janji," ujar Mama.
Renjun hanya mengangguk, ia lantas membangunkan Haechan tapi hanya dibalas dengan gumaman olehnya.
"Ini gara-gara kalian tidurnya kemalaman jadi bangunnya kesiangan. Sudah cepat sana mandi, tidak malu apa teman-temanmu ke sini," omel Mama.
Renjun yang terbiasa dengan omelan Mama hanya mengangguk-angguk, sebenarnya dia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu.
"Iya, Ma," jawab Haechan dengan suara serak. "Mama kalo nggak ngomel nanti tambah cantik loh, Papa nanti makin sayang."
"Haechan, mau uang jajannya dipotong?"
Ancaman Mama hanya dianggap angin lalu oleh Haechan, buktinya dia malah melanjutkan tidurnya.
Renjun terkekeh. "Sabar ya, Ma. Sebagian akhlak Haechan tertinggal di Kanada, jadi ya ... dia begini."
***
Jeno, Haechan dan Mark sibuk bermain voli di halaman belakang rumah, sedangkan Renjun, Jisung dan Chenle menyiapkan daging yang nantinya akan dibakar.
"Hei kalian! Berhenti bermain, bantuin kami!" teriak Chenle.
Padahal ide pesta BBQ itu datangnya dari Haechan dan Mark, tetapi malahan mereka sama sekali tidak membantu, malahan bermain.
Ketiga oknum yang dari tadi sibuk dengan bola kini menoleh dan berlari kecil menghampiri Chenle, takut anak itu teriak-teriak lagi, walau Mama sama Papa nggak ada di rumah, tetap saja suara keras Chenle sangat mengganggu.
Setelah beberapa jam memasak makanan dan menatanya di meja makan, mereka berenam sudah duduk manis di meja makan yang memang sengaja dipersiapkan untuk pesta kali ini.
"Selamat makan!" teriak Haechan.
"Haechan, jangan teriak-teriak," ujar Renjun tenang.
Haechan hanya cengengesan.
"Hyung, bagaimana hidupmu selama ini?" tanya Chenle, yang berarti secara resmi mereka akan menerima sesi tanya-jawab tentang pertanyaan yang mereka janjikan kemarin.
"Aku dirawat di rumah sakit Cina bersama Papa," jawab Renjun, ia menunjuk Haechan yang masih fokus makan. "Dan Haechan dirawat di rumah sakit Kanada bersama Mama."
"Di sana kalian menyembunyikan identitas kalian?" tanya Jeno.
Haechan mengangguk. "Selama tinggal di Kanada aku hidup sebagai Peter."
"Pfftt." Jisung tidak bisa menahan tawanya.
"Kenapa?!" tanya Haechan, tidak terima.
Jisung menggeleng. "Nggak, cuma ... namanya aneh, sama sepertimu Hyung."
Haechan hanya bisa memutar bola mata malas. Sepertinya Haechan dan Jisung tidak akan pernah akur.
"Apa Renjun Hyung bertemu Winwin Hyung?"
Pertanyaan Chenle membuat Renjun terdiam, sedangkan yang lain mengerutkan kening karena tidak tahu siapa yang Chenle bicarakan.
Renjun mengangguk.
"Apa dia berbuat macam-macam lagi, Hyung? Aku cukup terkejut dengan kelakuannya," ujar Chenle dengan nada kesal.
Renjun menggeleng. "Tidak, ini hanya kesalahpahaman, Chenle. Winwin Hyung orang baik, dia masih seperti kakak yang menyayangiku."
"Winwin Hyung itu siapa sih?" tanya Jeno pada Haechan.
"Temannya Renjun," jawab Haechan singkat.
"Memangnya dia kenapa?" tanya Mark.
Renjun mau tidak mau harus menjelaskan kejadian saat Winwin menembaknya semasa dia diculik, juga cerita tentang pertemuannya dengan Winwin di bandara waktu itu.
"What?" Mark terkejut. "Kejam sekali."
"Dan kau memaafkan orang itu, Renjun?" tanya Haechan tidak percaya. "Kau benar-benar orang baik."
Haechan lantas mengelus pelan rambut Renjun.
"Jisungie kenapa diam saja?" tanya Renjun lembut, sedangkan Jisung dari tadi hanya mengaduk makanannya tanpa nafsu.
"Perasaanku tidak enak, Hyung. Sepertinya aku tidak enak badan," jawab Jisung, ia lantas berdiri sembari membawa wadah bekas makannya.
"Aku mau ke toilet dulu sekalian menaruh piring kotor ini." Jisung mengangkat piringnya.
Mereka mengangguk dan memperhatikan langkah Jisung yang agak oleng.
Baru beberapa langkah, Jisung tiba-tiba berhenti melangkah saat tahu-tahu ada orang berdiri di depannya. Tubuh Jisung mematung.
Prak!
Piring yang dipengangnya terjatuh hingga pecah, membuat teman-temannya khawatir dan buru-buru menyusul Jisung.
"Jisung, kenapa?" tanya Mark.
Di detik berikutnya mereka berenam mematung kala melihat seorang pemuda berdiri di depannya dengan sebuah senyuman cerah.
"Jaemin?!" Mata Haechan melotot.
"Kalian apa kabar? Ngadain pesta kok aku nggak diajak?"
Suara Jaemin membuat Jisung menangis tak karuan.
"Kau beneran Jaemin?" Mark mencoba menyentuh lengan Jaemin, dan dia bisa menyentuhnya dengan nyata.
Jaemin terkekeh. "Iya, Makeu Hyung."
"Jaemin Hyung!" Jisung berlari dan memeluk Jaemin.
"Aku sudah bilang kan waktu itu kalau Jaemin Hyung masih hidup, kalian tidak ada yang percaya," lanjut Jisung sembari terus menangis di pelukan Jaemin.
💚💚💚
Nah tambah bingung kan hehe.
Mungkin seri tentang Jaemin bakalan lebih lama dibuatnya karena tahun ini aku akan ikut sbmptn, jadi harus banyak belajar, doakan agar aku bisa ngerjain soalnya lancar ya :)
Bye bye.
Minggu, 10 April 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Stepbrother [END]
FanfictionMempunyai saudara tiri, laki-laki, seumuran, emosian dan menyebalkan adalah salah satu dari banyaknya hal yang Haechan benci. "Aku tidak suka saudara tiri sepertimu, Huang Renjun!" "Menurutmu aku juga suka saudara tiri sepertimu?" |Bagian dari DREAM...