20. Kebohongan Kecil

2.1K 369 28
                                    

Haechan memilih membolos les karena sejak pertengkaran dengan Renjun tadi, mood-nya langsung jelek.

Setelah berbincang dengan Jaemin saat di sekolah tadi, setidaknya Haechan merasa sedikit tenang, ia tidak lagi punya keinginan untuk memukul-mukul cermin.

Dan melalui perbincangan dengan Jaemin tadi, Haechan tahu bahwa bukan hanya dia saja yang mempunyai masalah seberat itu, ternyata Jaemin juga punya masalah yang lebih berat tentang keluarganya, anak yang terlihat tidak punya masalah itu ternyata menyimpan masalah sebesar itu, yang jika Haechan mengalaminya, ia yakin tidak akan sanggup.

Haechan menghela napas sembari menatap mobil-mobil yang beralu lalang di bawahnya. Dia kini duduk di tepi pembatas jembatan layang, Haechan sama sekali tidak punya niat untuk bunuh diri, dia masih sayang nyawanya, lagi pula ia belum cukup siap untuk menghadapi kematian.

Haechan hanya ingin menenangkan diri dan mencari angin segar. Dan di sini tempat yang tepat, dia bisa melihat mobil-mobil tampak kecil, juga orang-orang yang berlalu lalang. Haechan seakan-akan bisa mengendalikan orang-orang itu di balik tangannya.

Haechan terkekeh.

"Keren kali ya bisa ngendaliin orang," gumam Haechan sembari telapak tangannya mengarahkan pada sekumpulan orang, ia lantas mencengkeram tangan seakan-akan dia bisa benar-benar mengendalikan orang-orang.

"Nggak enak tahu punya kekuatan," celetuk seseorang di belakangnya.

Haechan refleks menoleh, Jaemin yang masih memakai seragam sama sepertinya itu berdiri dengan wajah datar, rambut Jaemin yang berantakan kini tertiup angin.

"Ada apa? Aku kan sudah bilang nggak akan bunuh diri," ujar Haechan.

"Aku tahu," ujar Jaemin, dia lantas duduk di sebelah Haechan.

"Hati-hati."  Haechan membantu Jaemin agar lebih muda duduk.

"Kalau kau ingin bunuh diri, mungkin sejak setengah jam lalu kau sudah lompat, tapi aku perhatikan dari jauh, kau hanya diam dan bicara sendiri," kata Jaemin, ia lantas memandang langit.

"Kenapa kau nggak pulang, Jaemin?" tanya Haechan, pandangannya fokus pada pemuda itu.

"Aku malas pulang, ada orang yang menyebalkan di rumah," jawab Jaemin. "Kau juga kenapa nggak pulang?"

"Malas ketemu Renjun," jawab Haechan singkat.

"Lalu kau mau sampai kapan kau di sini?" tanya Jaemin tanpa melihat Haechan.

"Entahlah, nunggu Renjun tidur, tengah malam mungkin." Haechan mengedikkan bahu.

"Baiklah, aku akan menemanimu, aku juga malas pulang."

Keduanya lantas terdiam. Haechan sibuk melihat lalu lintas jalan raya, sedangkan Jaemin sibuk melihat langit gelap yang hanya ada sedikit bintang bertabur.

"Sayang sekali bintangnya tertutup polusi jadi nggak kelihatan," gumam Jaemin.

Haechan tidak menanggapi, dia sibuk menghitung mobil yang berlalu lalang. Hal itu membuatnya sejenak lupa akan masalahnya.

Sreet!

Brugh!

Haechan merasakan seragamnya ditarik seseorang dari belakang, yang mana membuatnya terguling ke belakang, badannya jatuh mengenai aspal, begitu juga dengan Jaemin yang mengaduh kesakitan di sebelahnya.

Haechan tidak bercanda, tenaga orang yang menariknya benar-benar kuat, sampai-sampai siku Haechan terasa perih.

"Kalian ngapain di sini? Jangan berpikiran pendek! Bunuh diri bukan jalan keluar!" seru Jeno dengan emosi mengebu-ngebu.

Dear My Stepbrother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang