10. Rahasia dan Cerita

3.5K 473 42
                                    

Renjun yang duduk di sofa single kini masih mengatur napasnya yang ngos-ngosan setelah tadi dia mengangkat Haechan yang pingsan untuk dibaringkan di sofa panjang, tak lupa pula Renjun mengambil bantal dan menyelimuti tubuh Haechan.

"Kau berat juga ya? Diet sana," gumam Renjun.

Pemuda itu menatap saudara tirinya yang kini terbaring, wajah Haechan pucat pasi seperti mayat, apalagi dengan kantung mata yang mulai menghitam.

Renjun beranjak dan memeriksa suhu tubuh Haechan, tubuh pemuda itu dingin, mungkin karena ia terlalu lama di luar sedangkan cuaca di luar sedang dingin, walaupun tidak bersalju.

Renjun duduk kembali, lantas dia membuka ponselnya dan memesan makanan berserta bubur, lantas dia ke dapur untuk membuatkan Haechan minuman hangat. Namun sebelum itu dia menambah selimut untuk menyelimuti Haechan.

Setelah selesai dengan urusan dapur, Renjun menaruh dua gelas teh herbal, obat-obatan serta vitamin.

Sudah hampir setengah jam Renjun menunggu, tetapi Haechan belum juga sadarkan diri. Renjun mengigit bibirnya, dia sangat khawatir dengan keadaan Haechan, ia tidak pernah menghadapi orang yang pingsan dan tidak sadarkan diri begitu lama.

Bahkan saat pesanan makanan Renjun sudah datang, Haechan belum juga bangun.

Renjun yang sudah khawatir setengah mati karena saat ia memeriksa Haechan tadi napasnya mulai melemah, ia mencoba menelepon dokter.

"Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri kalau terjadi sesuatu padamu," ujar Renjun cemas.

Renjun mengenggam erat tangan Haechan yang dingin, berusaha memberinya kehangatan.

Tepat saat sambungan telepon dengan dokter terhubung, Renjun merasakan tangan Haechan yang dia genggam bergerak.

Renjun cepat-cepat menoleh, mengabaikan panggilan dokter di seberang sana.

Mata Haechan perlahan terbuka.

"Dokter," ujar Renjun sembari terus menatap Haechan.

Haechan mengenggam tangan Renjun, lantas ia menggeleng pelan.

"Maaf dokter, saya salah sambung, saya tadi mau menelepon polisi," ujar Renjun. "Maaf saya salah pencet nomor."

Renjun mematikan panggilan sepihak.

"Aku mau minum," kata Haechan dengan suara pelan.

Renjun segera membantu Haechan duduk, ia lantas memberi Haechan minum.

Setelah menelan beberapa teguk teh herbal itu, Haechan menatap minuman itu dengan pandangan aneh.

"Kau memberiku teh tidak berasa lagi, Renjun?" tanya Haechan.

Renjun mengangguk. "Itu untuk kesehatanmu, minuman manis tidak terlalu baik untuk kesehatan."

Haechan hanya mengangguk, ia lantas memberikan minuman itu pada Renjun.

"Nih makan bubur ini, selagi masih hangat." Renjun menyodorkan semangkuk bubur.

Dengan wajah cemberut, Haechan menerima bubur itu. "Bukan begitu, Renjun. Di sana kan ada pizza, ayam, kimchi jiggae, dan makanan enak lainnya, kenapa kau memberiku bubur?"

"Makan bubur dulu, biar energimu kembali, lalu kau boleh menghabiskan semua makanan ini."

Haechan tersenyum, lantas mengangguk.

"Kau belum makan dari tadi kan?" tanya Renjun saat melihat Haechan memakan dengan lahap bubur yang tadi sempat ia tolak.

"Sudah, tadi pagi," jawab Haechan. "Kau juga belum makan, 'kan? Ayo duduk di sebelahku, jangan duduk di lantai, ayo kita makan bersama."

Dear My Stepbrother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang