22. Tentang Memaafkan

2.2K 328 27
                                    

Keesokan paginya, Jeno dan Jaemin datang ke rumah. Mereka berniat menjenguk Haechan karena kata Renjun, luka Haechan belum juga sembuh.

Haechan yang saat itu sedang duduk-duduk di sofa, mendengar suara Renjun membuka pintu, ia menjadi penasaran karena sudah lama tidak ada yang bertamu ke rumahnya.

Suara Jeno dan Jaemin terdengar. Haechan buru-buru mengambil snack-nya dan berlari kecil menuju kamar.

Haechan masih marah sama Jeno, dia tidak mau bertemu dengan Jeno. Pemuda itu masih sakit hati dengan perlakuan Jeno waktu itu. Renjun sudah menjelaskan pada Haechan maksud Jeno memukuli Haechan seperti itu, tetapi tetap saja Jeno seakan-akan ingin membunuh Haechan.

Haechan sampai berpikir keras, kalau Jeno itu temannya, kenapa dia sampai bisa memukuli Haechan seperti itu? Haechan curiga kalau Jeno saat itu sedang kesurupan seperti Jisung.

Sedangkan di luar, Renjun menyuruh Jaemin dan Jeno duduk di sofa. Ia berlari kecil ke dapur untuk mengambil minum dan makanan ringan.

"Haechan mana?" tanya Jeno setelah Renjun duduk di sebelahnya.

"Dia tadi di sini. Sepertinya dia marah padamu, dia bilang tidak mau menemuimu," ujar Jeno.

"Aku ke atas dulu ya? Mau minta maaf sama Haechan," pamit Jeno yang hanya dianggukin oleh kedua temannya.

Setelah memastikan Jeno naik ke atas dan hilang dari pandangan Renjun, ia menatap Jaemin dan kebetulan juga Jaemin menatapnya.

"Kau mau tanya sesuatu? Silakan," ujar Jaemin seakan-akan bisa membaca pikiran Renjun, atau ... memang benar.

"Sudah tahu apa yang terjadi pada Haechan kemarin malam?" tanya Renjun memastikan.

"Sudah, aku melihatnya sendiri," jawab Jaemin santai, ia lantas mengambil biskuit yang ada di meja.

Renjun terdiam, mencerna jawaban Jaemin. "Ah, jadi itu alasanmu kemarin nggak masuk sekolah? Kau berkelana lagi?"

Jaemin mengangguk. Ia enggan membahas lagi tentang alasannya tidak masuk sekolah kemarin.

"Menurutmu, siapa yang dilihat Haechan waktu itu?" tanya Renjun dengan wajah serius, ia bahkan mengabaikan teh herbal yang beberapa menit lalu ia buat.

"Aku masih ragu, karena ada dua kemungkinan," ujar Jaemin.

"Apa itu?"

"Kemungkinan pertama, dia doppelganger-mu." Jaemin kemudian menatap Renjun. "Dan yang kedua, dia dirimu dari dimensi yang berbeda."

Kening Renjun berkerut tanda dia berpikir keras.

"Kita bahas kemungkinan yang pertama dulu. Menurut mitos yang kudengar, jika ada orang yang melihat doppelganger dia sendiri, itu artinya dia akan segera meninggal. Sedangkan di kasus Haechan, dia melihat kembaranmu, yang artinya ia akan mengalami nasib buruk," ujar Jaemin.

Renjun melototkan mata. "Nasib buruk apa? Aku takut kalau Haechan kenapa-kenapa."

Jaemin tersenyum tipis. "Jangan khawatir, itu hanya mitos. Aku bahkan pernah bertemu doppelganger-ku, dan lihatlah, aku masih hidup. Kecuali jika aku sudah mati, kau boleh khawatir, itu artinya mitosnya benar."

Renjun menelan ludah, lantas mengangguk.

"Dan kemungkinan kedua, orang yang dilihat Haechan malam itu adalah dirimu yang lain, dirimu yang ada di dimensi lain. Dia mungkin tidak punya nasib sebaik dirimu di sini sehingga dia memilih jalan bunuh diri. Jadi seperti ini, kau sedang berada di dua persimpangan jalan, kau memilih jalur kanan, dan mungkin saja dirimu yang lain memilih jalur kiri, yang tentu saja jalan takdir kalian berbeda," jelas Jaemin panjang lebar.

Dear My Stepbrother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang