28. Perang Saudara

2.1K 325 11
                                    

Haechan terbangun karena cahaya matahari yang mengenai matanya, ia mengernyitkan mata karena silau.

Kulitnya merasa dingin, seperti ada angin berhembus dari jendela, padahal Haechan yakin semalam ia menutup jendela karena Haechan tidak enak badan. Ia melirik jendela yang terbuka. Mungkin saja Haechan lupa kalau semalam ia membuka jendela karena gerah.

Haechan merasakan sesuatu yang aneh di mulutnya, seperti ada sebuah kain yang menyumpalnya, hingga membuatnya tidak bisa berbicara.

Pemuda itu mencoba merenggangkan tubuhnya, tetapi tidak bisa karena tangan dan kakinya terikat.

Haechan langsung panik, ia berusaha berteriak tetapi yang keluar hanya gumaman tidak jelas.

Aku tidak diculik, 'kan?

Haechan yakin ia masih berada di kamarnya, jadi tidak mungkin kalau ada yang menculiknya.

Lalu di luar terdengar suara Mark yang memanggil namanya dan Renjun. Kemarin Mark memang menelepon Haechan dan bilang kalau ingin berangkat sekolah bersama.

Haechan sekuat tenaga berusaha memanggil Mark dan untung saja berkat suaranya itu, Mark mendekati pintu kamar Haechan.

"Haechan? Kau ada di dalam?" tanya Mark sembari mengetuk pintu. "Aku masuk ya?"

Ceklek!

"Haech---" Mata Mark melotot kaget. "Oh my Jesus! Renjun! Haechan!"

Haechan sejenak mengerutkan kening. Renjun? Apa Renjun ada di kamarnya?

Mark menutup mulutnya tidak percaya saat melihat Renjun tergeletak di lantai dengan darah tercecer di lantai yang mana berasal dari kepalanya. Di sekitarnya banyak pecahan kaca dan makanan yang tercecer.

Lalu di atas ranjang, ada Haechan dengan tangan dan kaki terikat, juga mulut yang disumpal kain, wajahnya pucat dan lemas.

Mark berlari menuju Renjun, ia berjongkok dan cepat-cepat memeriksa napas Renjun.

Mark menghela napas lega saat tahu kalau Renjun masih hidup. Ia lantas memeriksa denyut nadi Renjun, terasa tetapi sangat lemah.

Mark mengeluarkan ponselnya. Ia segera menghubungi dokter, menjelaskan dengan cepat apa yang dialami Renjun dan setelah itu menebutkan alamat rumah ini.

Mark kemudian membantu Haechan melepaskan tali yang mengikat tangan dan kakinya.

Haechan meraup oksigen sebanyak mungkin. Napasnya terengah-engah. Mark menyodorkan segelas air minum.

"Kau baik-baik saja, Haechan?" tanya Mark khawatir.

Haechan mengangguk lemah. "Aku hanya merasa lemas."

Haechan merangkak ke tepi ranjang, matanya melotot. "Renjun! Mark Hyung kenapa diam saja, bawa Renjun ke atas."

"Aku dari tadi mau mengangkatnya," balas Mark sembari mengangkat Renjun dan membaringkannya di ranjang Haechan.

Haechan dengan panik memeriksa Renjun.

"Hyung sudah panggil dokter? Kenapa datangnya lama sekali? Lalu kenapa Renjun sampai bisa berdarah kepalanya? Dia pasti kesakitan."

Pertanyaan bertubi-tubi yang datang dari Haechan itu murni karena ia khawatir dengan keadaan Renjun.

"Dokternya sebentar lagi datang. Haechan tenang dulu dan berbaring di samping Renjun, kau masih lemas, biar nanti dokter sekalian memeriksamu," ujar Mark.

Haechan menurut, ia lantas berbaring di sebelah Renjun yang masih tidak sadarkan diri, sedangkan Mark duduk di tepi ranjang, ia menatap wajah Renjun dan mengelus pelan wajah Renjun yang terkena darah.

Dear My Stepbrother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang