29. Rasa Sakit

2.5K 333 11
                                    

Renjun tiba di rumah lamanya setelah setengah jam perjalanan. Ia menyeret kopernya ke kamar dan mengeletakkan koper di pinggir lemari. Lantas tangannya melempar tas ke ranjang.

Renjun duduk di tepi ranjang, ia menatap tembok dengan pandangan kosong. Teringat kejadian beberapa jam lalu saat dia masih berada di rumah Haechan.

Haechan dan Renjun saling tatap, mereka melemparkan tatapan mematikan.

"Bagaimana kalau kita mati bersama?" tanya Haechan dingin, pandangannya tampak mengerikan sampai-sampai Renjun mundur ke belakang.

Haechan tertawa kecil.

Renjun melepas jarum infus yang menancap di tangannya, agar ia lebih leluasa untuk bergerak. Dia meringis kecil saat ada sedikit darah keluar dari sana.

"Menurutku lebih baik kau mati duluan deh." Haechan mendekati Renjun yang semakin mundur ke belakang.

Punggung Renjun menabrak kaca dan Haechan semakin mendekati Renjun dengan senyum menyeramkan dan tangan terkepal.

Renjun tidak pernah melihat Haechan yang seperti itu, dia seperti hilang kendali.

Haechan melayangkan tinju, Renjun refleks menutup matanya, tetapi bukan rasa sakit yang ia terima, melainkan suara pecahan kaca di sampingnya.

Tangan Haechan meninju cermin di sebelah Renjun. Tanpa sadar Renjun menahan napasnya karena ketakutan.

Di depannya, Haechan menundukkan kepala, napasnya terengah-engah, ia lantas menarik tangannya, membuat beberapa pecahan kaca jatuh dan darah menetes dari punggung tangan Haechan.

"Ada apa denganmu? Kau ... seperti monster Haechan," ujar Renjun.

Haechan mundur beberapa langkah.

Renjun tersenyum tipis. "Asal kautahu, pukulanmu itu tidak akan membuatku mati walau kau tadi meninju wajahku."

Renjun mengambil vas bunga di sebelah televisi dan melemparkannya ke lantai.

Prang!

"Kecuali kau bisa membuatku hancur seperti ini."

Haechan tertawa. "Aku tidak ingin kau mati dengan tenang. Sekarang kita lihat, siapa yang lebih dulu mati dan siapa yang lebih lama bertahan."

Renjun berjalan menuju pintu, ia lantas membuka pintu. "Kita lihat saja siapa yang menang."

Brak!

Renjun membanting pintu setelah keluar dari kamar Haechan.

Renjun mengacak rambutnya. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada Haechan waktu itu, tapi waktu itu Renjun benar-benar ketakutan. Haechan seperti hilang kendali, selama mengenal Haechan, Renjun tidak pernah melihat Haechan semarah itu, karena Haechan bukanlah orang pemarah seperti Renjun.

Tiba-tiba air mata Renjun menetes, ia tidak tahu kenapa tiba-tiba dia merasa sedih tanpa sebab.

Beberapa menit berlalu, Renjun kira dia bisa menghentikan tangisnya, tetapi malahan suara isakan semakin terdengar.

Renjun menangis sesenggukan. Ia berteriak kalut.

"Kenapa? Kenapa aku merasa begitu bersalah?!"

Apa karena ia terlalu menyakiti Haechan dengan sikapnya selama ini?

Renjun meremas dadanya karena merasa sesak, tubuhnya tiba-tiba terasa lemas.

Renjun berusaha mengatur napasnya dan mencoba agar tangisnya reda. Karena pertengkaran dengan Haechan tadi, Renjun sampai-sampai lupa kalau dia belum makan, yang ia ingat, terakhir kali dia makan pada saat makan siang di kantin sekolah kemarin.

Dear My Stepbrother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang