Haechan tiba di rumah pukul tujuh malam. Bukannya keluyuran, akhir-akhir ini dia mencoba mencari kesibukan lain karena ia pasti merasa penat jika harus bertemu dan berdebat dengan Renjun di rumah. Alhasil, Haechan meminta Johnny untuk mendaftarkannya ke kelas vokal dan meminta les tambahan.
"Tumben anak Papa minta les tambahan, biasanya dibangunin sekolah aja susah," jawab Johnny waktu itu.
"Aku mau tobat, Pa. Bosen bodoh terus, sekali-kali mau juara satu, Papa juga senang kan?" balas Haechan dengan muka serius dan bibir yang dimonyongkan.
Johnny tertawa, Haechan rasa humor papanya sangat recehan. "Iya, nanti Papa daftarin, tapi kalau Haechan lelah jangan memaksa, nanti sakit. Haechan minta didaftarin les apa?"
"Kelas vokal sama kelas matematika, Pa," jawab Haechan semangat.
"Memangnya Haechan bisa nyanyi?"
"Ey, Papa jangan salah, aku ini pandai nyanyi, suaraku yang bagus ini jadi sia-sia kalau nggak dilatih, nanti kalau nggak malas, aku mau ikut audisi dan jadi idol seperti Baekhyun Hyung."
"Jam segini baru pulang," celetuk Renjun dari ruang tamu membuat kesadaran Haechan kembali. "Kau itu sekolah atau keluyuran?"
Haechan menoleh pada Renjun, ia menatap dengan pandangan sinis.
Ruang tamu tampak kacau karena cat, kuas dan kanvas yang berceceran di mana-mana. Wajah Renjun belepotan cat, ia memakai celemek kuning yang penuh dengan cat.
"Aku tuh orang sibuk, jadi jam segini baru pulang, nggak seperti kau, malah buat ruang tamu kotor," balas Haechan.
Renjun tidak menanggapi. Ia menutul cat di atas palet, lantas menorehkan warna itu di kanvas yang gambarnya hampir jadi.
Haechan memperhatikan lukisan Renjun dalam diam. Renjun mengambar seekor burung yang tidak pernah Haechan lihat.
Haechan baru sadar keadaan rumah begitu sepi, biasanya suara tawa Johnny bisa didengar bahkan saat Haechan masih berada di ambang pintu, bahkan suara Wendy tak kalah tinggi, apalagi saat membangunkan Renjun tadi pagi. Haechan yakin kalau mamanya itu menjadi idol, pasti dia diposisikan menjadi main vokal.
"Mama Papa mana? Chenle juga?" tanya Haechan, dia mendekat untuk melihat lebih jelas lukisan Renjun.
"Nggak ada," jawab Renjun singkat.
"Iya, nggak ada itu ke mana?" Haechan malam ini mencoba untuk sabar.
Renjun mendengus, ia meletakkan palet dan kuasnya di meja. "Mama Papa ngantar Chenle ke rumahnya, Chenle akan pindah ke sana."
"Oh," balas Haechan singkat, lantas melengos pergi begitu saja, yang mana membuat Renjun geram.
"Seo Haechan, dasar!"
Haechan hanya terkekeh kecil.
"Hei, katanya mau bahas permasalahan kita? Lukisanku sudah selesai, jadi sekarang saja!" teriak Renjun karena posisinya agak jauh dari Haechan.
"Ya ya, terserah kau! Bersihkan dulu kekacauan di ruang tamu, aku mau mandi dulu!" balas Haechan dengan suara keras.
***
Haechan yang baru saja selesai mandi dibuat jengkel karena tiba-tiba Renjun membuka pintu kamarnya tanpa izin, karena Haechan sekarang hanya memakai handuk di tubuhnya.
"Hei, ada orang baru mandi! Kalau mau masuk ketuk pintu dulu!" Haechan berkacak pinggang, ia mengambil handuk kecil dan mengeringkan rambutnya.
"Nggak usah berlebihan, cepat pakai baju dan turun, aku tunggu di ruang tamu," ujar Renjun lalu pergi tanpa menutup pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Stepbrother [END]
FanfictionMempunyai saudara tiri, laki-laki, seumuran, emosian dan menyebalkan adalah salah satu dari banyaknya hal yang Haechan benci. "Aku tidak suka saudara tiri sepertimu, Huang Renjun!" "Menurutmu aku juga suka saudara tiri sepertimu?" |Bagian dari DREAM...