Haechan mematut dirinya di depan cermin. Seragam sudah rapi membalut tubuhnya, ia merapikan rambut sebelum keluar kamar dan tidak lupa membawa tasnya.
Di dapur, makanan sudah tersedia. Papanya seperti biasa sudah menyiapkan makanan pagi-pagi sekali, lantas papanya itu mandi dan bersiap-siap.
Haechan duduk di kursi sembari menunggu kedatangan Johnny. Di meja makan sudah tersedia makanan khas Amerika yang masih hangat, papanya biasa menyebut dengan American Breakfast.
Sepiring quiche berada di tengah-tengah meja, lalu ada oatmeal yang kini ada di depan Haechan dengan tambahan susu di sebelahnya, dan di depan meja Johnny, ada sepiring scrambled egg dan segelas americano.
Johnny memang tidak terlalu jago memasak makanan Korea, jadi ia selalu memasak makanan khas tanah kelahirannya.
Haechan tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, karena menurutnya makanan dari negara mana saja itu enak. Prinsipnya, yang penting ia makan dan kenyang.
Namun ada saat-saat tertentu dia rindu masakan Korea buatan mamanya, apalagi kimchi jjigae, Mama sangat handal dalam memasak.
Haechan tidak bisa memaksa Johnny agar dimasakkan makanan Korea, ia tidak ingin membebani papanya dengan permintaannya yang terlalu banyak. Terkadang kalau Haechan ingin makan kimchi jjigae, ia akan coba masak sendiri, atau kalau tidak, ia bisa beli di luar.
"Anak Papa sudah lama menunggu?" Sapa Johnny saat dia tiba di dapur.
Haechan menggeleng sambil tersenyum. "Ayo, Pa buruan makan, nanti Papa terlambat ke kantor."
Johnny duduk di kursinya dan mulai makan.
Seperti biasa, ruang makan selalu sepi semenjak kepergian Mama. Tidak ada lagi canda tawa atau gurauan, karena baik Haechan ataupun Johnny, keduanya makan dengan terburu-buru, takut terlambat.
Haechan memandang Johnny yang makan di depannya. Wajah papanya itu tampak lelah, seperti semua beban dunia dia tanggung sendiri. Haechan ingin papanya membagi beban hidupnya pada Haechan, tetapi Johnny tidak pernah sekalipun membicaran kesusahannya. Dia hanya tidak ingin anaknya kesulitan.
Johnny ayah terbaik yang Haechan kenal. Bagaimana Haechan tidak menyayangi Johnny, papanya itu sangat perhatian, dia tidak pernah menunjukkan kemarahannya lagi semenjak Mama meninggal. Johnny tidak lagi mempermasalahkan nilai Haechan yang kadang merosot karena ia sering begadang dan main game, yang mana membuatnya tertidur saat pelajaran.
Haechan sangat menyayangi Johnny.
Walau Haechan seperti dimanjakan dan tidak pernah dimarahi karena nilainya merosot, Haechan juga tahu diri, dia tahu kalau Johnny sebenarnya ingin yang terbaik bagi Haechan tanpa harus kekerasan dan bentakan. Haechan tahu tatapan Johnny saat ia mengatakan nilainya remed, tatapan itu mengartikan agar ia lebih berusaha.
Haechan merasa beruntung punya papa seperti Johnny.
"Nanti sepulang sekolah Haechan nggak ke mana-mana kan?" tanya Johnny membuyarkan lamunan Haechan.
Haechan berpikir sejenak, sebenarnya ia ada janji dengan Jeno---teman sekelasnya. Tadi malam Haechan dan Jeno tanding main game, dan Jeno kalah. Sesuai kesepakatan, Jeno seharusnya meneraktir makanan sehabis sekolah nanti.
"Sebenarnya ada, tapi tidak terlalu penting," jawab Haechan.
"Kalau begitu, langsung pulang, jangan main dulu, nanti Wendy sama anaknya mau ke sini," ucap Johnny, lantas senyum lebar tercipta di bibirnya.
Haechan tersenyum melihat wajah bahagia papanya.
"Papa mau langsung nikah?" tanya Haechan polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Stepbrother [END]
FanfictionMempunyai saudara tiri, laki-laki, seumuran, emosian dan menyebalkan adalah salah satu dari banyaknya hal yang Haechan benci. "Aku tidak suka saudara tiri sepertimu, Huang Renjun!" "Menurutmu aku juga suka saudara tiri sepertimu?" |Bagian dari DREAM...