21. Doppelganger

2.2K 351 70
                                    

⚠️ Trigger warning! ⚠️

Ada beberapa adegan kekerasan!

***

Haechan terbangun karena sinar matahari yang mengenai wajahnya. Pemuda itu terdiam, lantas dia bersin beberapa kali. Sepertinya photic sneeze reflex-nya kambuh.

Haechan mencoba berdiri, tetapi seluruh tubuhnya terasa sakit. Dia lantas menutup gorden dengan sedikit emosi.

Achoo!

Haechan menggosok hidungnya. "Siapa sih yang buka gorden? Nggak tahu apa aku alergi sinar matahari?"

Pemuda itu lantas terdiam, di rumah ini hanya ada dua orang. "Pasti Renjun, tapi dia tidak tahu aku punya alergi."

Haechan melirik beker di atas nakas. Matanya membulat kala melihat jarum jam pendek mengarah ke angka sepuluh.

"Aku terlambat ke sekolah! Kenapa Renjun nggak bangunin aku sih," geramnya.

Pemuda itu berjalan pelan menuju lemari pakaian.

"Oh iya, dia tidak peduli lagi denganku," katanya, lantas dia terkekeh. "Kami sekarang bermusuhan lagi kan? Lucu sekali."

Haechan terdiam menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya penuh luka dan lebam, tetapi sepertinya luka-luka itu baru saja diobati.

"Kenapa ... aku bisa luka seperti ini?" gumamnya.

Pikiran Haechan kalut. Seingat dia, setelah bertengkar dengan Renjun di ruang ganti, ia duduk-duduk di pinggir jembatan bersama Jaemin. Lalu bagaimana dia bisa luka?

Tidak mungkin juga kan Haechan lompat dari jembatan? Kalau iya, dia mungkin sudah tidak selamat dan dia pasti terbangun di alam lain, bukan di kamarnya.

Haechan duduk di tepi ranjang, berusaha mengingat sesuatu, ingatan semalam masih kabur.

Pemuda itu memijit pelipisnya. Terdiam selama beberapa menit dan barulah dia ingat sesuatu.

Ada satu orang yang menganggu ketenangannya waktu duduk-duduk di pinggir jembatan kala itu.

"Dasar Lee Jeno sialan!" Haechan mengepalkan tangan.

***

Tadi pagi, Renjun khawatir bukan main saat dia menemukan dirinya terbangun dengan keadaan tertidur di pinggiran sofa, tangan Renjun saat itu masih setia memegangi tangan Haechan.

Renjun rasa tubuhnya akan sakit karena tidur dengan posisi duduk di lantai dan kepala menyandar di sisi sofa, tetapi bukan itu yang dikhawatirkan Renjun. Dia lebih mengkhawatirkan Haechan yang tak kunjung bangun dari pingsannya.

Renjun berdiri. Dia lantas memeriksa suhu tubuh Haechan, untung saja sudah normal. Pemuda itu menepuk pelan pipi Haechan agar dia bangun, tetapi tidak ada tanda-tanda Haechan akan bangun.

"Haechan! Bangun! Kau tidak capek pingsan terus dari tadi malam?"

Renjun menatap Haechan dengan mata berkaca-kaca. Renjun rasanya ingin tetap berada di sisi Haechan sampai adiknya itu terbangun, tetapi tidak memungkinkan karena ia tahu Haechan pasti tidak suka.

Dengan sekuat tenaga, Renjun berusaha mengendong Haechan dan membawanya menuju ke kamar Haechan.

Renjun menaruh tubuh Haechan di ranjang dengan hati-hati, ia lantas menyelimuti Haechan agar tubuhnya tetap hangat.

Dear My Stepbrother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang