34. Sebuah Cerita

2.2K 301 21
                                    

Renjun mengambil ponselnya yang berdering, walau layarnya retak, tetapi untung saja masih bisa dipakai. Dia masih berada di rooftop, berdiam diri setelah berbicara dengan mamanya tadi.

"Hm?" Renjun mengangkat panggilan dari Mark.

"Kau ada di mana, Renjun?" tanya Mark.

"Aku di rooftop, Hyung," jawab Renjun singkat.

"Ngapain di sana? Jangan melakukan hal aneh, Renjun," ujar Mark dengan nada khawatir.

"Nggak, Hyung. Aku hanya mencari angin dan menelepon Mama." Renjun bangkit dari duduknya.

"Baiklah." Mark terdiam sebentar. "Aku punya kabar buruk dan baik, mau dengar yang mana dulu?"

"Kabar baik," jawab Renjun.

"Haechan melewati masa kritisnya dan operasinya sudah selesai," kata Mark, dia diam selama beberapa saat sampai-sampai Renjun mengira sambungan teleponnya terputus.

"Dan kabar buruknya, Haechan koma," lanjut Mark.

Deg!

Renjun tidak bisa berkata-kata lagi, kakinya terasa lemas hingga dia kembali terduduk. Masalahnya, saat pingsan saja Haechan sulit bangun, bisa sampai berhari-hari, apalagi kalau koma. Renjun takut Haechan ... tidak punya semangat untuk bangkit.

"Renjun? Kau tak apa-apa?" tanya Mark pelan.

Renjun membalas dengan gumaman.

"Kalau begitu kemarilah, aku ada urusan di kantor polisi, mereka butuh keterangan dari keluarga korban."

"Aku akan ke sana."

Renjun mengangguk, dia bangkit dan berjalan pelan menuju ruang rawat inap Haechan.

"Terima kasih, Mark Hyung," ujar Renjun sebelum mematikan sambungan telepon.

***

Setelah Renjun datang di ruangan Haechan, Mark pamit pergi ke kantor polisi.

Renjun sendiri tidak tahu bagaimana cerita tentang kecelakaan Haechan, tadi ia hanya sekilas bertanya ke Mark, katanya orang yang menabrak Haechan tidak bertanggung jawab dan melarikan diri begitu saja, begitu kata saksi mata. Dan sampai sekarang polisi masih berusaha menemukan pelaku.

Renjun tidak bermuluk-muluk dengan berharap pelaku ditemukan dan dihukum berat, dia hanya punya satu keinginan, yaitu Haechan kembali sadar dan sembuh.

Renjun duduk di kursi sebelah ranjang Haechan, dia memandang wajah Haechan yang dipasangi masker oksigen, kepala Haechan diperban dan terdapat banyak luka gores di wajahnya.

Di perut dan dada kiri bawah ada bekas jahitan operasi. Dengan luka sebanyak itu pasti Haechan merasa kesakitan.

Renjun teringat saat tadi Haechan mengadu padanya bahwa badannya sakit semua.

Renjun meraih tangan Haechan, menggenggamnya dan mengelus pelan punggung tangan Haechan.

"Pasti sulit ya? Tapi Haechan tidak boleh menyerah, Haechan harus bangun dan sembuh." Renjun memandang wajah Haechan yang memucat.

"Ayo bangun, aku merindukanmu, Haechan," ujar Renjun, lantas dia terkekeh. "Terdengar menggelikan ya?"

Kelopak mata Haechan masih tertutup, rasanya aneh, karena biasanya Haechan akan terbangun setelah Renjun mengatakan kalau ia merindukan Haechan, adiknya itu akan mengejek dan menggoda Renjun habis-habisan.

Renjun terdiam, matanya berair dan dengan sekali kedipan, air matanya menetes keluar.

Di heningnya kamar rawat Haechan, terdengar isakan tertahan dari pemuda yang duduk di kursi pinggir ranjang.

Dear My Stepbrother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang