45. Kebenaran yang Pahit

2K 293 36
                                    

"Ma, ada kertas sama pena?" tanya Haechan.

Mama menoleh. "Untuk apa?"

"Aku mau menulis surat untuk Renjun, Ma. Boleh kan? Nanti minta tolong dikirim ke Cina ya?" Haechan memasang muka memelas.

Mama tersenyum dan mengangguk. "Iya, iya, apa sih yang enggak buat anak Mama? Sebentar ya, Mama carikan dulu."

Mama keluar kamar inap Haechan. Pemuda itu kini tersenyum, membayangkan dirinya dan Renjun akan bertemu lagi. Haechan tidak sabar menantikan hari itu.

Di detik berikutnya, senyum pemuda itu luntur. Haechan sangat mengkhawatirkannya keadaan Renjun. Saudaranya itu pasti membutuhkan kehadiran dirinya di sisinya---untuk hal ini Haechan agak ragu.

Sebenarnya Haechan sangat ingin bertemu Renjun, tetapi Papa melarangnya dengan alasan kesehatannya. Alasan yang menyebalkan.

Beberapa menit kemudian Mama datang sembari membawa sebuah buku dan pena baru, di tangan kirinya ada kantong dari supermarket, yang menunjukkan bahwa Mama tadi mampir ke supermarket.

"Tadi Mama juga beli buah untuk Haechan." Mama meletakkan kantong belanja di atas nakas. "Mau Mama kupasin?"

Haechan menggeleng. "Buat Mama saja, Haechan mau nulis surat dulu."

Mama memberikan buku dan pena pada Haechan.

"Haechan masih ingat cara menulis?" canda Mama.

Haechan tertawa. "Baru empat bulan nggak nulis, Ma. Tidak mungkin Haechan lupa."

Haechan mulai menulis dengan alas menggunakan meja makan yang tersedia di ranjang rumah sakit. Mama mengintip tulisan Haechan.

"Mama nggak boleh lihat." Haechan menutupi buku dengan tangannya. "Haechan malu."

Mama tertawa dan mengelus pelan belakang kepala Haechan. "Anak Mama lucu sekali sih. Kok ada orang yang mau nyakitin kamu, mereka itu buta atau bagaimana sih?"

"Namanya juga orang jahat, Ma. Hati nuraninya sudah mati," sahut Haechan.

Haechan mendongak, menatap wajah Mama. "Ma, kapan aku boleh keluar rumah sakit? Aku ingin bertemu Renjun."

"Kita tunggu keadaan membaik dulu ya? Haechan masih sakit, walau Haechan merasa sudah baikan. Kalau keadaan membaik, Mama janji kita berempat akan tinggal bersama lagi," jawab Mama sembari mengelus surai Haechan.

"Kembali ke Korea ya?"

Mama mengangguk.

***

Johnny tiba di bandara Internasional Pudong selama perjalanan beberapa jam. Saat memperhatikan waktu di jam tangannya, ternyata sudah jam sembilan malam.

Johnny lantas memesan taksi, ia ingin langsung ke rumah sakit. Tidak lupa pula Johnny memberi kabar pada istri dan anaknya yang ada di Kanada bahwa ia sampai dengan selamat.

Selama perjalanan, Johnny merasa cemas karena tadi dia mendapat kabar dari pihak rumah sakit kalau keadaan Renjun menurun, dia sekarang tidak sadarkan diri lagi dan penyebab pastinya belum diketahui.

Setelah taksi sampai di rumah sakit. Tanpa banyak bicara, Johnny langsung berlari menuju lorong-lorong untuk sampai ke kamar inap Renjun.

Di sana ada dokter dan dua perawat. Johnny mengatur napasnya yang ngos-ngosan. "Apa yang sebenarnya terjadi sama anak saya, Dok?"

"Pasien tadi mengalami kejang-kejang karena syok dan ketakutan, keadaannya menjadi menurun."

"Syok dan ketakutan? Apa ada yang mengancam anak saya?"

Dear My Stepbrother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang