18. Barang Berharga

2.5K 363 27
                                    

Pagi ini, Haechan bisa bangun lebih pagi. Ia kini menyibak gorden di kamarnya, lantas membuka jendela satu per satu, membuat udara segar berebut masuk, sinar matahari yang kini menyirami tubuh Haechan tak mengurangi suhu udara pagi ini.

"Ah, dingin." Haechan buru-buru menutup kembali jendela-jendela di kamarnya.

Tadi malam Haechan memang tidur di kamar Renjun---yang mana artinya baru pertama kali dia menginjakkan kaki di kamar Renjun, tetapi sekitar jam lima pagi, Haechan terbangun karena bermimpi tentang mendiang mamanya.

Haechan tidak bisa tidur selama berjam-jam, jadi dia memutuskan untuk bermain game di kamarnya dan untung saja Jeno mau ia ajak main, untung saja Jeno sudah bangun, atau dia memang belum tidur? Entahlah.

Haechan duduk di tepi ranjang, ia memandang pantulan dirinya di depan televisi.

Pandangannya tampak kosong, tetapi tiba-tiba air matanya menetes tanpa izin.

"Mama ... aku rindu," gumam Haechan.

Haechan bermimpi didatangi mama kandungnya, Mama memeluknya dan menciumnya penuh dengan kasih sayang.

Di mimpinya, Mama tidak bilang apa-apa, dia hanya diam, menatap Haechan dan tersenyum, lantas memeluk Haechan lagi.

Lantas ruangan di sekitarnya berganti, yang semula di ruang tamu, kini Haechan berada di kamarnya. Di sana, dia melihat Haechan kecil bersama Mama.

Haechan ingat waktu itu ulang tahunnya ke sepuluh, Mama memberinya sebuah hadiah.

Botol kaca dengan kapal yang ada di dalamnya.

"Ma, kok kapalnya kecil? Haechan maunya kapal besar, nanti Haechan, Mama sama Papa bisa naik," ujar Haechan kecil.

Mama tersenyum dan mengelus pelan kepala Haechan kecil. "Nanti di ulang tahunmu ke dua puluh, Mama kasih kapal besar. Haechan harus besar dulu agar bisa mengendarai kapal."

Haechan tersenyum getir, andai saja kalau itu bukan mimpi, dia akan protes pada Mama, nyatanya ia ditinggalkan Mama bahkan saat umurnya belum genap enam belas tahun.

"Haechan jaga kapal ini ya? Kapal ini sangat berharga," pesan Mama sebelum Haechan terbangun.

Haechan mengusap pipinya. Dia berjalan menuju samping televisi, lantas mengambil botol berisi kapal itu dan meletakkannya di atas meja belajarnya.

"Kapal ini peninggalan Mama," ujar Haechan, dia lantas duduk di kursi. "Aku akan menjaganya dengan sepenuh hati."

Haechan sengaja meletakkan kapal itu di meja belajarnya, agar setiap belajar dia bisa mengingat Mama. Apalagi saat mengingat kalau Mama itu orangnya paling senang kalau Haechan menunjukkan nilai sempurna.

Jadi sejak itu, Haechan selalu berusaha agar mendapat nilai tinggi untuk melihat senyum mamanya. Walau orang tuanya tidak menuntutnya untuk mendapat nilai yang bagus.

Haechan hanya ingin Mama bahagia. Dan setelah Mama pergi, dia ingin membahagiakan Papa.

Haechan seperti merasakan elusan lembut di kepalanya, seperti yang biasa Mama lakukan. Haechan menoleh ke belakang, dan seperti dugaanya, ia tak menemukan siapapun.

Haechan menyembunyikan wajahnya di balik lipatan siku, perlahan ia mulai terisak.

"Mama, kenapa ninggalin aku?"

Walau sudah bertahun-tahun Mama meninggalkannya, dan walaupun sudah ada Mama Wendy, Haechan tetap tidak bisa kehilangan sosok ibu kandungnya.

Haechan semakin terisak.

Lantas dia merasakan elusan pelan di kepala dan punggungnya, dan itu terasa nyata, bukan khayalannya.

"Haechan, kenapa? Apa ada masalah?" Suara Renjun terdengar.

Dear My Stepbrother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang