Bab 8 - GUE atau DIA!!!

2K 192 2
                                    

Hari ini pertandingan basket antar sekolah dimulai. Untuk pertandingan hari ini SMA Pelita yang menjadi tuan rumahnya. Anak-anak Pelita sibuk mempersiapkan poster-poster dan spanduk untuk menyemangati tim basket sekolah mereka. Begitu juga dengan Yuki dan Nina, mereka juga sibuk membuat spanduk untuk menyemangati Adi. Jauh hari sebelum pertandingan, Adi meminta mereka untuk jadi supporter paling depan, paling heboh, paling semangat, dan paling-paling lainnya.

Stefan, Ali, dan Kevin lewat di depan kelas Yuki. Stefan melihat sekilas Yuki tengah sibuk dengan spanduknya. Sesekali ia tertawa lepas dengan Nina. Beberapa hari ini Stefan selalu memperhatikan Yuki diam-diam. Ia ingin mencari tahu, apa yang membuat sahabatnya itu tertarik pada gadis itu. Wajahnya... Biasa saja. Relatif. Otaknya... Jangan ditanya. Ia melihat gadis itu mengeluh setiap kali mengerjakan PRnya. Dan bisa dibilang bukan gadis sempurna, karena Yuki tidak bisa masak.

Mata Stefan menyipit tajam saat melihat tulisan yang ada dispanduk. ADI KEREN!! ADI IS THE BEST!! ADI, YOU'RE AWESOME!! ADI PASTI MENANG!! CAYOOOO... FIGHTING!!! Tulisan dengan huruf kapital dan tinta spidol warna merah begitu jelas terlihat. Tanpa Stefan sadari, ia menggeram kesal sambil mengepalkan tangannya. Serta gerahamnya menggeretak keras. Ia pun bergegas meninggalkan kelas Yuki.

"Yeaay... Akhirnya selesai juga," ucap Yuki girang.

"Iyaaa... Finally... Ayo, kita ke lapangan," ajak Nina. Yuki mengangguk semangat.

Drrtt... Drrtt... Tiba-tiba ponsel Yuki bergetar. Ada sebuah pesan masuk. Yuki mengernyitkan dahinya saat melihat nama pengirim pesannya. Yuki pun membuka dan membaca pesannya.

From : Kipas Angin
Gue mau ngomong. Kita ketemuan di taman belakang. Sekarang!!

Yuki menaikkan sebelah alisnya bingung membaca pesan itu. Ia pun segera beranjak dari duduknya.

"Nin, gue ke toilet dulu ya. Lo duluan aja ke lapangan. Ntar gue nyusul," ujar Yuki.

"Oke, gue tunggu yaa..." ujar Nina sembari membereskan spanduknya.

Yuki setengah berlari meninggalkan kelasnya menuju tempat ketemuannya dengan Stefan. Adi yang melihat Yuki, teriak memanggil Yuki. Tapi gadis itu tetap berlari.

"Yuki mau kemana, Nin? Kok kayaknya buru-buru banget," tanya Adi pada Nina yang sudah siap dengan spanduknya.

"Ke toilet. Yuk, kita duluan ke lapangan. Nanti Yuki langsung nyusul kesana," ujar Nina. Adi pun hanya mengangguk. Kemudian mereka pun pergi ke lapangan.

Di taman belakang sekolah...

Stefan berdiri sambil menghentakkan sepatunya pelan. Tap... Tap... Terdengar langkah cepat dari arah belakang. Bibir Stefan tersenyum miring. Akhirnya, orang ia tunggu datang juga.

"Lo mau ngomong apaan?" tanya Yuki yang baru datang. Napasnya terdengar ngos-ngosan. Stefan berbalik dan tersenyum.

"Gue mau lo jadi supporter gue. Paling depan." ujar Stefan. Yuki tercengang. Kemudian matanya melotot karena kesal.

"Kenapa gue harus jadi supporter lo?" tanya Yuki kesal. Stefan terkekeh.

"Karena lo itu istri gue. Udah jadi tugas seorang istri men-support suaminya, iya 'kan?" ujar Stefan sambil tersenyum jahil dan memainkan kedua alisnya.

"Heh, kita 'kan udah sepakat ngga akan bawa-bawa status hubungan kita," ujar Yuki. Stefan tampak berpikir.

"Kalo lo ngga mau, gue bakalan mogok masak." ujar Stefan.

Skakmat!! Yuki terdiam. Kalau Stefan mogok masak, ia pasti akan kelaparan. Ini bencana. Tidak boleh terjadi. Prrttpp... Prrttpp... Suara terompet mulai terdengar. Sepertinya pertandingan akan segera dimulai. Stefan berjalan pelan mendekati Yuki. Ia berhenti dihadapan Yuki. Menatapnya lekat.

"Gue tunggu kehadiran lo ya, sayang." ujar Stefan pelan. Mata Yuki membulat besar. Stefan terkekeh geli melihat ekspresi Yuki.

"Dhaaaa... Istriku sayang..." ujar Stefan sambil melambaikan tangannya. Ia berusaha menahan tawanya. Yuki bergidik.

"Jangan panggil gue istri, bikin gue merinding aja." gumam Yuki kesal. Stefan mendengar itu, tawanya pun jadi pecah.

Yuki menatap kepergian Stefan. Apa yang harus ia lakukan? Beberapa hari yang lalu, Adi memintanya untuk jadi supporternya. Tapi tiba-tiba Stefan datang dan memintanya untuk jadi supporternya. Dilema. Dua pilihan sulit. Yuki mengacak rambutnya frustasi. Siapa yang akan diteriakkan namanya?

A Little Thing Called LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang