Stefan berlari ke arah ruang UGD. Di depan ruangan itu ia melihat Kimberly duduk sambil menangis. Selain Kimberly, di sana ternyata sudah ada kedua orangtuanya dan sahabat-sahabatnya. Stefan memperlambat langkahnya saat tiba di depan mereka semua. Kimberly mendelik tajam. BUGHH!!! Satu pukulan keras mendarat tepat disudut bibir Stefan. Ia terhuyung mundur. Adi pun segera menarik kerah baju Stefan.
"Berengsek lo!!! Kalo sampe terjadi sesuatu sama Yuki, gue ngga akan ngelepasin lo." desis Adi tajam.
"Adi, cukup." ucap Nasya memisahkan Adi dan Stefan.
"Pa... Ma..."
PLAAKK!!!
"Papa malu, Fan. Kamu bener-bener..."
Kreek... Pintu terbuka. Seorang dokter keluar dari UGD. Wajahnya terlihat sangat serius. Ia memperhatikan wajah orang-orang yang ada dihadapannya itu satu per satu. Kemudian ia menarik napas panjang.
"Pasien mengalami pendarahan di otaknya. Kami harus segera mengoperasinya. Tapi, kondisi pasien saat ini sangat lemah. Sehingga berbahaya kalau dilakukan operasi. Tapi, operasi adalah jalan satu-satunya agar pasien tetap hidup." ujar dokter panjang lebar.
Seperti ada hantaman batu besar yang menimpa tubuh Stefan. Tubuhnya tiba-tiba melemas. Tanpa ia sadari airmata menggenang di pelupuk matanya. Kevin memperhatikan Stefan lekat. Ali menyiku Kevin. Keduanya pun saling berpandangan. Lalu mereka berjalan mendekati Stefan. Membantunya agar berdiri tegak. Regina, Kimberly, dan Nina menangis. Adi mengepalkan kedua tangannya keras. Indra menyentuh bahu Stefan.
"Kamu harus ambil keputusan, Fan." ujar Indra pelan. Stefan menatap Indra dengan mata berair.
"Lakukan operasinya, dokter. Tolong, selamatkan dia. Saya mohon..." ucap Stefan sambil memohon.
Stefan menangis. Semua memandang ke arah Stefan tak percaya. Bagaimana bisa Stefan mengambil keputusan yang berbahaya itu. Stefan melangkah pelan mendekati pintu UGD. Ia melihat Yuki yang terbaring lemah.
Lo harus kuat, Ki. Gue mohon sama lo... masih banyak yang harus kita lakuin... kasih gue kesempatan itu...
Indra menepuk bahu Stefan pelan. Memberi isyarat kalau Yuki harus segera dibawa ke ruang operasi. Stefan hanya diam sambil memandangi tubuh Yuki yang terbaring diranjang lalu dibawa ke ruang operasi. Kimberly mendekati Stefan. Ia menatap Stefan tajam.
"Elo!!! Kalo bukan karena sikap lo yang kayak anak kecil itu, semua ini tuh ngga akan terjadi. Lo ngelarang Yuki pergi dengan cowok lain, sedangkan lo? Ini yang pertama dan terakhir kalinya gue peringatin sama lo. Lo akan tetap jadi Stefan yang pengecut atau... lo lepasin Yuki." ujar Kimberly dengan suara yang sedikit bergetar namun terdengar sangat tegas di telinga Stefan.
Stefan hanya diam. Mematung. Kimberly benar. Kalau sikapnya seperti ini terus, itu sama saja ia dengan pengecut. Takut memilih. Bukanlah alasan untuk menyakiti seseorang. Stefan hendak berdiri dari duduknya dan berniat pergi, namun langkahnya terhenti saat melihat dua orang polisi sedang berjalan ke arah mereka. Polisi? Ada apa polisi datang kemari?"Saudari Kimberly," panggil salah satu polisi. Kimberly menoleh.
"Iya, saya Kimberly." ucap Kimberly.
"Kami hanya ingin memastikan, apa benar ini nomor kendaraan itu?" tanya polisi sambil memperlihatkan kertas yang bertuliskan sederet huruf. Kimberly mengangguk.
"Iya, Pak. Saya sangat yakin itu nomornya. Jeep itu berhenti tepat di depan rumah. Setelah itu dua orang keluar dan membuang Yuki ke jalan. Tapi saya tidak mengenal mereka," ujar Kimberly.
"Tapi kalau Anda melihat mereka lagi, apakah Anda akan mengenalinya?" tanya Polisi itu.
"Saya masih ingat dengan jelas, Pak, bagaimana wajah penjahat itu." jawab Kimberly tajam.
![](https://img.wattpad.com/cover/33489502-288-k83939.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Thing Called Love
Teen FictionSesuatu yang kecil akan bermakna lebih indah saat hati kita dapat memahaminya...