Bab 3 - Please, Help Me...

1.9K 204 2
                                    

Yuki bergegas lari dari rumah sakit. Ia mengambil ponselnya di saku. Lalu menekan beberapa digit angka diponselnya. Tuutt...

"Halo, Adi. Lo tahu alamat rumah Ali atau Kevin ngga?" tanya Yuki cepat. Diseberang sana Adi mengerutkan keningnya. Tidak biasanya gadis ini menanyakan tentang dua cowok populer disekolahnya itu.

"Tumben lo nanya. Emang ada apa? Mereka cari masalah lagi sama lo?" tanya Adi. Yuki mendesah kesal disana.

"Bukan. Ada urusan...ehm...ini tentang Nina. Lo tahu kan temen kita yang satu itu suka sama..."

"Gue ngga tahu. Ehm...ntar deh gue coba tanya sama Nasya. Dia kan temennya tuh orang." potong Adi cepat. Ada kelegaan yang Yuki rasakan. Jadi ia tinggal menunggu kabar dari Adi. Tidak perlu susah mencari.

Yuki segera menuju Apartement Golden yang terletak dipusat kota. Ia pun bergegas menaiki sebuah lift untuk naik ke lantai 20 di apartement tersebut. Ting... Pintu lift terbuka. Yuki pun melangkah keluar dan berjalan menuju apartement dengan nomor 2034. Sedetik kemudian ia berhenti dan berdiri tepat didepan sebuah pintu yang bertuliskan 2034. Ia menarik napas pelan. Lalu perlahan menekan bel. Sesaat kemudian, cklick... Pintu terbuka. Yuki berdiri dihadapan seseorang yang tengah menatapnya tajam.

"Elo!" desisnya tajam. Orang itu hendak menutup pintunya kembali. Namun dengan cepat Yuki menahannya.

"Stefan, gue mau ngomong sama lo." ucap Yuki pelan. Stefan menaikkan sebelah alisnya.

"Please...gue mohon sama lo. Sebentar aja," ujar Yuki kemudian.

Cukup lama mereka diam dalam posisi mematung. Tak berapa lama kemudian akhirnya Stefan pun membiarkan pintunya terbuka dan mempersilahkan Yuki untuk masuk.

"Dari mana lo tahu gue disini?" tanya Stefan dingin.

"Ngga penting gue tahu dari mana. Yang penting adalah..." Yuki menggantung kalimatnya. Lalu terdiam sejenak. Kemudian menatap Stefan lekat.

"Gue mau lo setujui perjodohan kita." ujar Yuki pelan.

"APA!" pekik Stefan. Matanya membulat sempurna memandang Yuki yang terlihat tenang.

"Lo gila atau bodoh sih. Buat apa coba gue nerima perjodohan itu, hah?" ujar Stefan kesal.

"Buat nolongin orangtua gue yang lagi sekarat." ucap Yuki dengan suara bergetar. Matanya mulai berkaca-kaca. Stefan tercengang. Kemudian ia terkekeh pelan.

"Kayaknya gue tahu siapa yang ngasih tahu lo gue disini. Nyokap gue kan? Tapi, sorry. Gue ngga mau. Dan ngga akan pernah mau." tegas Stefan.

Stefan yakin, ini pasti bual-bualan kedua orangtuanya agar ia mau menyetujui perjdohohan ini. Namun, tanpa diduga, Yuki perlahan turun dari duduk dikursi. Lalu duduk bersimpuh di depan Stefan. Ia menatap Stefan sambil menangis. Yuki merapatkan kedua tangannya di hadapan Stefan.

"Gue mohon sama lo. Tolong terima perjodohan ini. Gue ngga tahu sampe kapan orangtua gue bisa bertahan. Stefan, please...tolongin gue..." ucap Yuki sambil terisak.

Yuki menangis sesunggukkan didepan Stefan. Stefan terperangah. Terkejut melihat kejadian didepannya saat ini. Gadis yang selalu bertengkar dengannya saat ini sedang memohon pertolongannya. Gila! Desis batin Stefan tak percaya. Stefan menarik napas pelan. Ia merasa akal-akalan Mamanya kali ini tidak bisa membuatnya mengaku kalah dan menyerah. Stefan menunduk lalu berbisik pelan pada Yuki.

"Sebaiknya lo kembali dan jangan harap gue akan nerima perjodohan itu." desis Stefan tajam. Yuki tercekat. Detak jantungnya serasa berhenti saat itu juga. Perlahan ia berdiri dari duduknya lalu menatap Stefan.

"Gue benci sama lo. Kalo terjadi sesuatu yang buruk dan elo penyebabnya. Gue bersumpah! Gue ngga akan pernah maafin lo seumur hidup gue." ucap Yuki seraya berbalik dan berjalan keluar.

"Bodoh banget sih gue. Bisa-bisanya datang kesini dan minta bantuan sama cowok belagu kayak dia." kesal Yuki sambil mengusap airmatanya. Stefan hanya menatapnya hingga punggung gadis itu hilang di balik pintu.

A Little Thing Called LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang