Bab 47 - Please, Marry Me, Yuki...

1.5K 100 4
                                    

Gio mengantri untuk menebus obat Yuki. Tiba-tiba iakepikiran Yuki. Ia berharap agar Yuki bisa menyelesaikan masalahnya dengan Al.Gio maju selangkah di antrian. Tinggal beberapa orang lagi. Ia harap setelah iakembali Yuki dan Al sudah menyelesaikan masalahnya. Gio berdendang kecil. Darijauh, terlihat seseorang tengah berlari. Tiba-tiba ia menghentikan larinya saatmelihat Gio berada dibaris antrian.

"Gio," Gio menoleh.

"Elo," kaget Gio.

Stefan tersenyum kecil sambil mengangkat tangannya. Gio menunjuk ke depan. Adadua orang berada di depannya. Stefan mengangguk mengerti. Ia mengedarkanpandangannya, lalu melihat kursi tunggu. Ia pun duduk di sana sambil menungguGio. Setelah selesai menebus obat, Gio langsung mendekati Stefan.

"Kapan lo datang?" tanya Gio.

"Baru aja dan gue langsung ke sini. Yuki, dia baik-baik aja 'kan?"tanya Stefan dengan napas yang sedikit ngos-ngosan.

"Lo tenang aja. Gue abis nebus obat Yuki. Lo mau langsung ke kamar Yukiatau..."

"Gue mau langsung aja,"

"Oh," Gawat!!! Bukankah Al masih berada di sana? Apakah mereka sudahselesai bicara? Bagaimana jika Stefan melihat Yuki berduaan dengan Al di sana?Gio mencoba mencari alasan agar Stefan tidak langsung ke sana. Tapi, Stefanmemaksa pergi ke sana.

"Dokter mau ketemu sama lo. Ada yang ingin dia bicarakan sama lo,"Gio mengarang. Namun, tanpa ia sadari karangannya itu tepat adanya. MemangDokter ingin bicara padanya. Stefan sudah berada di ruang Dokter. Dokter itutersenyum ramah.

"Tuan Stefan?"

"Iya, Dokter. Saya Stefan, suami Yuki." ucap Stefan.

"Begini, kandungan istri Anda baik-baik saja. Hanya saja terjadi benturankecil. Sehingga menyebabkan kondisi kandungannya sedikit melemah. Saya tidakmemberitahukan hal ini pada istri Anda supaya dia tidak cemas." ujarDokter.

"Tapi, istri dan anak saya akan baik-baik saja 'kan, Dok?" tanyaStefan khawatir.

"Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, kondisi istri Anda haruslahfit. Selain itu, psikisnya juga harus terjaga. Jangan sampai dia stress. Diaharus selalu enjoy. Hal-hal yang positif akan membawa kebaikan untuk calon anakAnda." jelas Dokter. Stefan mengangguk mengerti.

"Terima kasih, Dok, atas sarannya. Saya permisi dulu,"

Stefan berjalan pelan menuju kamar rawat Yuki. Gio tadi pergi ke kantinmenyusul Kimberly dan lainnya. Bagaimana mungkin ia membiarkan Yuki dan sikecil terluka? Keputusannya untuk datang sudah tepat. Bukankah dalam hidup ituselalu ada pilihan? Dan Stefan memilih untuk datang menemui istrinya danmeninggalkan final test masuk universitas. Dan ia tidak menyesal dengankeputusan ini.

Di tengah jalan ia berpapasan dengan Al yang tersenyum padanya. Stefan tampakberpikir, sepertinya ia pernah melihat orang itu sebelumnya. Tapi, dimana?Stefan menggeleng pelan. Entah kenapa ia tiba-tiba lupa. Tak lama kemudian, iatiba di depan kamar rawat Yuki. Perlahan ia membuka pintu kamar rawat Yuki.

"Stefan?!?" pekik Yuki agak kaget. Stefan tersenyum seraya masuk kedalam.

"Lo... Kenapa lo ada di sini?" tanya Yuki tak percaya. Stefanmerengut.

"Gue ke sini mau ketemu sama istri gue dan si kecil," Stefan hendakmeraih perut Yuki, namun Yuki menahannya.

"Bukannya lo lagi ujian? Terus, siapa yang ngasih tahu lo soal ini?"cecar Yuki.

"Ali. Gue udah nyelesein ujiannya kok, tinggal nunggu hasilnya aja."ujar Stefan.

"Jadi, lo beneren udah pulang?" tanya Yuki memastikan.

"Iya, gue udah pulang. Dan gue pengen ngejagain istri dan anak gue."ucap Stefan seraya mencium kening Yuki. Yuki tersipu malu.

Stefan tersenyum lebar. Ia mengusap kepala Yuki perlahan. Tidak akan adahasilnya. Semua waktu terbuang sia-sia. Stefan meninggalkan ujiannya begitusaja. Padahal tinggal sedikit waktu lagi. Tapi, ia tidak bisa menjalani semuaitu dengan perasaan kekhawatiran yang hampir membuatnya mati. Jadi, ia putuskanuntuk menghentikan semuanya dan kembali. Sekarang ia sudah berada di dekatorang yaog membuatnya khawatir setengah mati. Melihatnya baik-baik sajamembuatnya seperti hidup kembali. Sekarang, satu hal yang ia sadari... ia tidakbisa jauh dari gadis yang ada dihadapannya saat ini. Yah, Stefan tidak bisajauh dari Yuki. Seperti ada yang kurang dari dirinya.
* * *
Stefan memutuskan untuk kuliah di universitas yang sama dengan Yuki. AwalnyaYuki menentang keputusan Stefan itu, karena ia tahu Stefan sangat ingin kuliahdi Oxford University. Tapi, Stefan meyakinkan karena ia tidak ingin jauh dariteman dan keluarganya. Terutama istri dan calon anaknya. Yuki pun menerimakeputusan itu. Beruntung saat ini ia benar-benar hamil. Kalau tidak, ia akansangat merasa bersalah karena sudah membuat Stefan meninggalkan impiannya.

Selain itu, Stefan juga sangat perhatian dengan Yuki. Ia selalu membekalkanYuki dengan makan siang buatannya. Supaya Yuki tidak makan sembarangan. Ali danKimberly selalu mengejeknya dengan mengatakan Yuki seperti anak TK saja. Halitu tidak membuat Yuki risih. Ia justru senang, karena menurutnya apa yangdilakukan Stefan itu sangatlah romantis. Seperti sekarang ini, mereka sedangberada di kantin untuk makan bersama.

"Gue bisa makan sendiri, Fan." ucap Yuki seraya membuka mulutnyamenerima suapan dari Stefan.

"Ya ngga pa-pa lah, gue mau ngemanjain istri gue sendiri ini." Stefanmenyuapkan makanannya. Yuki tersipu malu.

"Ciee..." goda Kimberly.

"Oh ya, kapan Gio balik lagi ya?" tanya Stefan disela-sela makan.

"Mungkin minggu depan," jawab Yuki.

Yuki memandang ke luar, ia jadi teringat dengan kepergian Gio beberapa hariyang lalu. Gio pulang ke Amerika karena ada satu hal yang harus ia selesaikan.Dan Yuki yakin ini pasti ada hubungannya dengan Al. Karena ia tidak melihat Albeberapa hari ini di kampus. Apakah lelaki tua itu sudah kembali? Setelahkejadian hari itu ia tidak pernah mendengar kabarnya lagi.

"Permisi, Nona Muda..." Yuki tercekat. Seorang lelaki paruh bayamendekatinya.

Stefan mengernyitkan dahinya. Kenapa lelaki itu memanggil Yuki dengan sebutanNona Muda? Yuki melirik Stefan perlahan. Lalu, ia menatap Kimberly lekat sambilmemasang wajah memohon pertolongan. Kimberly menelan ludahnya susah payah.Ehemm... Kimberly berdehem kecil.

"Kenapa lo nyariin gue?" tanya Kimberly mengalihkan perhatian. Alimelirik Kimberly. Kimberly Nona Muda? Benar juga, Kimberly 'kan masih keturunanningrat. Wajar saja kalau ada yang memanggilnya dengan sebutan Nona Muda.

"Maaf, Nona. Bukan Anda yang saya maksud, tapi..."

"Ahhh... Fan, gue lupa ngasih tahu lo. Tadi Kevin kirim pesan sama gue.Katanya ada hal penting yang harus dibicarain. Lo disuruh jemput dia dikampusnya." ujar Kimberly lagi-lagi mengalihkan perhatian. Lelaki paruhbaya itu terlihat bingung.

Stefan mengernyitkan dahinya bingung. Apa yang akan dibicarakan Kevin padanya?Kimberly harus terpaksa mengarang soal Kevin. Kalau tidak Stefan dan lainnyaakan tahu siapa Yuki sebenarnya. Kimberly melirik Yuki, terlihat jelas iasedang ketakutan. Lelaki itu terus saja berdiri di hadapan Yuki. Kimberlymenatap Stefan untuk meminta kepastian. Stefan menghela napas.

"Ya udah, ntar gue ke sana."

"Ngga boleh! Lo harus pergi sekarang," cecar Kimberly.

"Ya, gue..."

"Sekarang, Stefan." ucap Kimberly tajam. Stefan menggeram pelan.

"Oke." Stefan beranjak dari duduknya.

"Ehmm, Ki. Tungguin gue ya, ntar gue jemput." ucap Stefan. Yukimengangguk pelan. Tak lupa sebelum pergi Stefan mengecup pucuk kepala Yuki.Lalu ia pun berlalu pergi. Kimberly melirik Ali dan Nina yang masih asyikmenikmati makanannya.

"Ali, kenapa lo ngga pergi juga?" tanya Kimberly. Ali kaget. Kenapaia harus pergi juga?

"Emangnya gue juga?" tanya Ali bingung.

"Ya iyalah lo juga," bentak Kimberly. Ali terperanjat kaget. Ia punbergegas pergi menyusul Stefan. Kimberly menatap Nina yang tengah menyeruputminumannya.

"Ada apa? Gue harus pergi juga? Gue ngga mau," tolak Nina sebelumKimberly menyuruhnya pergi. Kimberly menarik napas panjang.

"Ehh, lo mau Ali dicolong sama si cewek uler?" tanya Kimberly.

"Apa?!?" pekik Nina.

"Ya ngga lah,"

"Ya udah, cepat susul Ali. Jangan sampe dia ketemu si cewek uler, ntar Alidicolong lagi." ucap Kimberly. Nina menyeruput minumannya cepat. Lalu iaberlari pergi menyusul Ali.

Sekarang orang-orang sudah pergi. Kini tinggal Yuki, Kimberly, dan lelaki paruhbaya yang masih setia berdiri di posisinya. Kimberly menatap lelaki itu dingin.Apa yang lelaki itu mau sebenarnya? Kenapa dia mencari Yuki sampai ke kampus?Yuki melirik Kimberly. Wajahnya sudah tidak terlihat ketakutan seperti tadi.

"Ada apa?" tanya Kimberly dingin. Lelaki paruh baya itu menundukpelan.

"Tuan besar ingin bertemu dengan Nona Muda. Saya diperintahkan untukmembawa Nona Muda menemui Tuan besar," jelas lelaki itu.

"Saya tidak mau, katakan pada orang itu, tidak ada yang harus dibicarakanlagi." ujar Yuki dingin.

"Maaf, Nona. Saya harap Nona dapat bekerjasama. Kalau Anda menolak, sayaterpaksa memakai cara kekerasan." Lelaki itu menunduk diam.

Tak lama kemudian, beberapa mobil memasuki halaman kampus. Mobil-mobil ituberhenti di hadapan Yuki. Kemudian, beberapa orang berjas hitam keluar daridalam mobil. Diperkirakan orang-orang itu lebih dari 20 orang. Yuki tercengang.Bagaimana bisa mereka kemari dan memaksanya untuk pergi?

A Little Thing Called LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang