Bab 7 - Cemburu... Perhatian...

2.2K 190 4
                                    

Yuki berjalan menyusuri trotoar jalan dengan menekukkan kepalanya ke bawah.. Ia tidak tahu harus pergi kemana. Ia bisa saja pergi ke rumah mertuanya yang berbeda dua blok dari rumahnya. Namun ia tidak ingin membuat mertuanya khawatir dengan melihat keadaannya seperti sekarang ini. Ia menghembuskan napas beratnya. Lalu ia merogoh saku celananya dan mengambil ponsel yang diberikan Stefan padanya tadi. Kemudian menekan beberapa angka dilayar ponselnya.

"Adi... Kita ketemuan ya... Ditaman dekat rumah gue... Iya... Bye..."

Klik. Yuki memasukkan kembali ponselnya ke saku. Ia pun segera berjalan cepat menuju taman. Ia duduk di sebuah bangku taman. Menunggu Adi datang menemuinya. Saat ini hanya Adi satu-satunya orang yang bisa ia hubungi. Nina, ia tidak mungkin merepotkan gadis itu. Yuki terlalu enggan meminta bantuan pada anak tunggal pemilik showroom mobil terbesar di Jakarta.

Bruumm...bruumm... Terdengar suara motor berhenti tepat dihadapan Yuki yang sedang duduk sendirian. Adi segera melepas helmnya dan turun dari motor. Berjalan pelan ke arah Yuki. Ia tersenyum lebar saat dilihatnya Yuki duduk menunggu kedatangannya.

"Yuki, lo ngapa...in..." ucap Adi tersendat. Karena tiba-tiba Yuki berdiri dan langsung memeluknya erat.

"Biarkan tetap kayak gini. Sebentaaaar aja," ujar Yuki pelan. Suara Yuki terdengar gemetar.

Adi pun hanya diam saja. Ia justru mengusap lembut punggung Yuki. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada gadis dipelukannya saat ini. Tapi ia tahu pasti sesuatu telah terjadi yang membuat gadis ini tidak nyaman. Beginilah ia saat gadis itu merasa sedih. Yuki akan memeluk Adi erat tanpa mengatakan apapun.

"Di, menurut lo...gue ini beban berat ngga sih buat lo," ujar Yuki pelan.

"Lo ngga pernah jadi beban buat gue, Ki. Justru karena adanya elo, beban yang gue rasain jadi hilang." ujar Adi dengan lembut.

Yuki semakin mengeratkan pelukannya pada Adi. Ia tidak ingin sahabatnya itu melihat tangis kecilnya. Sekilas ia teringat bagaimana wajah panik Stefan tadi. Wajah panik dan ketakutan itu terlihat jelas saat suaminya itu melihat Ali berdiri dihadapan Yuki. Jadi sekarang ia merasa bersalah pada Stefan. Yuki menarik napas pelan lalu menghembuskannya pelan. Perlahan ia melepas pelukannya pada Adi. Ia pun tersenyum lega.

"Makasih ya... Ehmm...gimana kalo kita jalan-jalan," ujar Yuki. Adi tersenyum dan mengangguk semangat. Yuki pun bergegas naik ke atas motor Adi. Mereka pun meluncur menyusuri jalanan ibu kota.

* * *

Stefan duduk dengan gelisah. Pasalnya sampai sekarang kedua sahabatnya itu enggan meninggalkan rumahnya. Rencana untuk hang out bersama tiba-tiba batal karena Ali dan Kevin lebih nyaman dirumah Stefan. Menikmati musik dan bersantai dirumah lebih menyenangkan, begitu kata mereka berdua. Stefan melirik jam di dinding rumahnya. Pukul 10 tepat. Sudah hampir larut malam. Dan Yuki masih berada di luar rumah. Stefan melirik kesal pada kedua sahabatnya itu.

"Oh ya, Fan...jadi beneran lo sama Yuki udah baikan?" tanya Ali.

"Iya," jawab Stefan pendek. Ali tersenyum penuh arti ke arah Kevin. Stefan yang melihat itu jadi penasaran, ada apa dengan mereka berdua.

"Bagus deh," ujar Ali kemudian. Dahi Stefan mengerut. Bingung.

"Emangnya ada apa?" tanya Stefan.

"Ehmm...ngga. Cuma sahabat kita ini ada peluang. Selama ini tuh Kevin diam-diam suka sama Yuki. Tapi berhubung sebelumnya lo sama Yuki musuhan, Kevin milih mundur supaya ngehargain lo. Tapi berhubung kalian udah baikan, Kevin punya kesempatan dong untuk deketin Yuki," ujar Ali panjang lebar. Stefan tercekat. Ia memperhatikan Kevin lekat.

"Lo...suka sama Yuki?" tanya Stefan gugup.

"Iya, gue suka sama Yuki." jawab Kevin yang disertai anggukan kecil dan senyuman manisnya.

* * *

Stefan duduk sendiri di sofa. Ali dan Kevin sudah pulang beberapa menit yang lalu. Iya, gue suka sama Yuki... Pernyataan suka dari Kevin membuat Stefan gelisah. Sahabatnya sendiri menyukai istrinya. Benar-benar dilema. Stefan memijit dahinya pelan. Ada sedikit rasa sakit yang menyelimuti kepalanya.

Yuki, gadis itu... Apa yang dilihat Kevin dari gadis itu. Kenapa Kevin menyukainya? Apa yang membuat Kevin tertarik untuk menyukainya? Kepala Stefan berdenyut setiap kali memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu.

Stefan mengenal Kevin dengan baik. Lelaki itu belum pernah jatuh cinta sekalipun. Namun disaat ia menyukai seseorang, seseorang itu adalah istrinya sendiri. Stefan tidak ingin melukai perasaan sahabatnya sendiri. Tapi ia juga tidak bisa menyia-nyiakan Yuki. Bagaimanapun juga, gadis itu adalah istrinya. Stefan mengerang pelan. Ia dilanda dilema besar sekarang.

Sejenak Stefan tersadar akan sesuatu, ia belum menghubungi Yuki untuk segera pulang. Stefan pun mengambil ponsel Yuki dan menghidupkannya. Mata Stefan menyipit tajam saat melihat wallpaper di layar ponsel Yuki. Foto Yuki dan Adi tersenyum lebar di sana. Stefan pun membuka galery image Yuki. Mengejutkan!!! Semuanya hampir berisi foto Yuki dan Adi. Sisanya, beberapa foto orangtuanya dan Nina.

"Apa-apaan nih!!" gumam Stefan kesal.

Stefan pun mengambil posisi kamera stand by di depannya. Ia berpose sekeren mungkin. Jepreeet... Flash kamera menyilaukan mata Stefan. Ia melihat hasil fotonya, lalu tersenyum puas. Sedetik kemudian ia telah mengatur foto kerennya itu sebagai wallpaper ponsel Yuki.
Tuutt...tuutt... Komunikasi mulai tersambung.

Di tempat lain, Yuki tengah menikmati makan malamnya bersama Adi di kedai makan pinggir jalan. Yuki mengelap tangannya lalu mengambil ponselnya yang berdering. Yuki mengerutkan dahinya saat melihat nama 'My Wife' tertera di layar ponselnya.

"Halo," ucap Yuki cepat.

"Pulanglah. Mereka udah balik," ujar Stefan dari seberang.

"Iya, sebentar lagi." ujar Yuki cepat.

Stefan mengernyitkan dahinya karena mendengar suara berisik di seberang sana. Dan suara Yuki yang terdengar berbeda saat berbicara padanya.

"Lo lagi makan ya?" tebak Stefan.

Uhuuk... Spontan Yuki langsung menghentikan acara mengunyahnya dan langsung menelan makanannya dengan paksa. Hebat sekali Stefan bisa tahu kalau dirinya sedang makan.

"I...ya... Emangnya kenapa?" tanya Yuki.

"Beliin gue makanan. Gue malas masak. Lagipula lo udah makan kan," ujar Stefan.

"Ya udah." ucap Yuki mengakhiri pembicaraannya.

Yuki pun bergegas menyelesaikan makannya. Adi menatap Yuki bingung. Yuki berubah, terlihat panik dan tergesa-gesa setelah menerima telepon barusan. Yuki menghabiskan makanannya, kemudian menyeruput es jeruknya sampai habis.

"Mas, nasi gorengnya dibungkus satu ya," ujar Yuki pada penjual nasi goreng.

"Sebentar ya, Mbak." ujar Mas penjual nasi goreng.

"Lo mau beli nasi goreng lagi, Ki?" tanya Adi.

"Iya, untuk jaga-jaga ntar malem. Takut kelaperan, hehe..." jawab Yuki sambil terkekeh kecil.

Beberapa menit kemudian, nasi goreng pesanan Yuki datang. Yuki pun membayarnya kemudian berpamitan untuk pulang duluan. Adi menawarkan untuk mengantar Yuki pulang. Tapi Yuki menolaknya. Ia ingin pulang sendiri karena ia tidak ingin Adi tahu kalau Stefan ada dirumahnya.

Yuki berjalan kaki pulang kerumahnya. Karena letak rumahnya dengan kedai makan tadi hanya jauh beberapa blok rumah. Tanpa sepengetahuan Yuki, Adi mengikuti Yuki dari belakang. Ia tidak mungkin membiarkan Yuki pulang sendirian malam-malam begini. Ketika sampai didepan rumah, Yuki langsung masuk ke dalam rumah. Sedangkan Adi duduk diatas motornya. Keningnya mengernyit saat melihat motor sport terparkir di halaman rumah Yuki. Adi memperhatikan motor itu dengan seksama. Sepertinya ia mengenal pemilik motor tersebut.

A Little Thing Called LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang