Bab 45 - I'm Married

1.5K 106 3
                                    

"Gue suka sama lo. Bukan, tapi gue cinta sama lo. Gimana sama lo?Apa lo juga cinta sama gue?" tanya Stefan. Yuki geragapan sendiri.

"Gue..."

Seketika lidah Yuki kelu. Sulit untuk ia berbicara. Bodoh!!! Yuki merutukdirinya sendiri. Kenapa begitu sulit mengatakan, 'iya, gue juga cinta sama lo,Fan.' Yuki menggigit bibir bawahnya. Dalam hitungan detik Stefan sudah mengecuplembut bibir Yuki. Kedua mata Yuki membulat besar. Setelah beberapa detikbarulah ia melepas ciumannya. Yuki melongo. Tak lama kemudian, ia berteriakkesal.

"Lo apa-apaan sih, gue belum ngomong juga." kesal Yuki. Stefanterkekeh geli.

"Lo tuh ngegemesin tahu ngga, jadi pengen gue cium mulu," ucapStefan. Reflek Yuki langsung menutup mulutnya. Tsk... Stefan berdesis kesal.

"Ngga peduli lo mau bilang apa, lo cinta sama gue atau ngga, karena gueakan tetap cinta sama lo apa pun yang terjadi." ucap Stefan. Kali inimenunjukkan ekspresi serius di wajahnya. Tidak bisa dipungkiri, kalimat itu berhasilmembuat jantung Yuki berdegup cepat hampir meloncat keluar. Yuki pun tersenyumkecil.

"Eh, kira-kira si kecil ini cowok apa cewek ya?" tanya Stefantiba-tiba sambil mengusap perut ramping Yuki. Yuki tersentak. Ia mengalihkanpandangannya menunduk. Lalu menggeleng pelan.

"Gue ngga tahu, baru juga beberapa minggu." jelas Yuki.

"Iya ya, tapi gue ngga peduli, mau cewek atau cowok sama aja. Karena kalocowok pasti cakepnya kayak gue. Dan kalo cewek pasti cantik kayak lo,"ujar Stefan. Degh!! Jantung Yuki seakan tertohok batu besar. Ia merasakan sakitdi dadanya. Seketika kedua matanya terasa panas.

"Fan, gue ke kamar mandi dulu ya. Kebelet," ucap Yuki seraya beranjakdari ranjang. Lalu bergegas masuk ke kamar mandi.

"Ki, mau gue bikinin susu cokelat ngga?" tanya Stefan setengahberteriak.

"Iya, gue mau." teriak Yuki dari kamar mandi.

Stefan pun pergi keluar kamar. Ia menuju dapur. Sedangkan di kamar mandi, Yukimengunci rapat pintu kamar mandi. Lalu ia berjalan pelan menuju wastafel. Yukiberdiri di depan cermin. Kemudian ia mundur beberapa langkah. Ia menatappantulan dirinya di cermin. Perlahan tangan Yuki terangkat, lalu menyentuhperut datarnya. Sedetik kemudian, tubuhnya bergetar. Air mata mulai mengalirdari kedua sudut matanya. Ia menangis.

"Maaf... maafin gue, Fan." isak Yuki dalam hati.

"Si kecil itu..." Yuki menutup mulutnya untuk menahan tangis yanghampir pecah.

"Dia ngga pernah ada dalam diri gue,"

Tubuh Yuki langsung meluruh ke lantai. Ia mendekap kedua lututnya. Menangis dalamdiam. Menyembunyikan rasa sakit karena berbohong dan rasa bersalah pada Stefan.Bagaimana bisa ia membalas kesungguhan hati Stefan dengan kebohongan yang tidakpernah ia pikirkan sebelumnya. Untuk sesaat kebohongan itu memang membuatnyabahagia. Tapi, sampai kapan ia akan mempertahankan kebohongan itu demikebahagiaannya. Kecuali ada keajaiban. Dan si kecil itu ada di dalam dirinya.
* * *
"Apa kabar, Gio?" suara seorang lelaki yang berhasil membuat Giomembeku di tempatnya.

"Kakek," ucap Gio pelan, hampir tak terdengar.

Lelaki tua dengan rambutnya yang sudah memutih tersenyum kecil ke arah Gio. Giomengalihkan pandangannya ke sebelah lelaki itu. Seorang lelaki yang sangat iakenal, Bima. Bima tersenyum sambil menunduk kecil pada Gio. Glek!!! Gio susahpayah menelan ludahnya. Ingin rasanya ia berlari dan meninggalkan tempat itu.Tapi, tidak bisa karena ia merasa seluruh anggota tubuhnya kaku. Saat ini iahanya berharap Kimberly tidak keluar dari rumah.

Di dalam rumah, Kimberly berjalan menuju dapur. Lalu ia membuka kulkas untukmengambil minuman dingin. Lalu meneguknya perlahan. Sudut mata Kimberly tidakmenemukan Gio di belakangnya. Kemana cowok itu? Kimberly mengelap mulutnyasehabis minum. Ia pun celingukan mencari Gio.

"Ih, Gio kemana sih." kesal Kimberly seraya berjalan menuju pintudepan. Ia membuka pintu dan melihat Gio berdiri tegak di depan mobilnya. Keduamatanya melotot kesal saat melihat barang-barang belanjaannya jatuh ke tanah.

"Gio, lo apa-apaan sih? Kenapa barang-ba..." Kimberly tercekat. Keduamatanya membulat besar. Mulutnya sedikit ternganga. Untuk beberapa saat iahanya mematung di tempatnya. Beberapa detik kemudian ia baru sadar.

"Gio, gue ke dalam dulu ya. Kebelet," ucap Kimberly datar serayaberjalan cepat masuk ke dalam rumah.

Gio meringis pelan. Harapannya musnah. Kimberly muncul di saat yang tidaktepat. Arghh... Gio menggeram dalam hati. Lelaki tua itu memandang Gio lekat.Kedua matanya penuh dengan tanda tanya. Gio pasrah. Ia tidak tahu apa yang akanterjadi selanjutnya. Karena ia tidak bisa menebak apa yang ada dalam pikiranlelaki tua itu.

"Ternyata Kimberly bersama kalian? Anak itu benar-benar," desislelaki tua itu. Ia terkekeh pelan.

"Kakek kenapa bisa ada di sini?" ucap Gio memberanikan diri untukbertanya.

"Harusnya kamu tanya dulu bagaimana keadaanku," ucap lelaki tua itu.

"Gimana kabar kakek?" tanya Gio menuruti ucapan lelaki tua itu.

"Aku baik-baik saja. Kenapa aku ke sini? Karena aku ingin menemuiYuki,"

Seketika raut wajah Gio berubah panik. Sepertinya orang tua itu sudahmengetahui keberadaan Yuki. Beruntung Yuki tidak ada di sini. Tapi, lain waktumereka pasti akan bertemu. Gio tersenyum kecil. Ia menggaruk kepalanya yangtidak gatal. Ia harus bisa menyembunyikan kepanikannya itu.

"Jadi, Yuki ada di sini? Aku pikir hanya Kimberly dan tuan muda itu,"ujar Gio sambil tertawa sumbang. Orang tua itu menggeleng sambil menyembunyikantawa gelinya.

"Jangan pernah membodohiku, Gio. Aku tahu seperti apa kamu. Kamu itu sudahseperti bayangan bagi Yuki. Kamu selalu membayanginya," ujar orang tua itudengan wajah yang beraut dingin. Gio tersenyum kecil.

"Tidak selamanya bayangan selalu mengikuti, Kek. Ada kalanya bayangan itutidak mengiringi jejak aslinya. Yuki memiliki kehidupannya sendiri, begitu jugadengan aku."

"Apa itu artinya kamu sudah melepaskannya?" Gio tampak terkejutmendengar ucapan orang tua itu.

"Siapa lelaki yang bisa mengalahkanmu, Gio? Seperti apa lelaki itu?Seperti apa Stefan itu?"

Gio tersentak. Ia tidak menyangka orang tua itu akan mengetahui tentang Stefan.Memang cepat atau lambat dia akan mengetahuinya. Gio menatap orang tua itulekat. Kalau dia mengetahui keberadaan Stefan, kenapa dia menjodohkan Yukidengan Al? Itu artinya, orang tua tidak menginginkan Yuki bersama Stefan.Tiba-tiba Gio merasakan ketakutan sekaligus khawatir. Takut apa yang iapikirkan benar. Dan khawatir kalau Yuki mengetahui semuanya. Orang tua itutersenyum kecil.

"Sepertinya kamu mengerti apa yang aku maksud,"

"Tapi, Kek..."

"Aku berhak atas Yuki. Dan aku menginginkan dia untuk menikah dengan Al.Dan lelaki itu, Yuki harus segera berpisah dengannya."

"Apa?"
* * *
Stefan masuk ke kamar sambil membawa dua gelas susu cokelat. Di lihatnya isikamar, sepertinya Yuki belum keluar dari kamar mandi. Stefan memandangi pintukamar mandi lama. Tiba-tiba muncul ide dari otak Stefan. Ia pun bergegas jalankeluar kamar sambil merogoh saku celananya. Ia mengambil ponselnya, lalumenekan beberapa digit angka pada layar ponselnya. Ia menempelkan ponsel itu ketelinganya. Tuuttt...

"Halo," suara di seberang sana.

"Gue mau kalian datang ke Ausie untuk jemput Yuki pulang besok," ujarStefan.

"What?!?"

"Apa?!?" pekik Ali dan Kimberly bersamaan. Karena komunikasi ituterhubung pada mereka berdua. Stefan terkekeh geli.

"Gue ngga bisa ngebiarin Yuki pulang sendirian. Karena sekarang udah adasi kecil," Stefan tertawa kecil.

Di seberang sana, Ali dan Kimberly terdiam untuk sesaat sebelum akhirnyakeduanya berteriak histeris. Si kecil? Sepertinya mereka sudah bisa menduga apayang di maksud dengan si kecil oleh Stefan. Kimberly sudah tidak sabar inginbertemu Yuki. Selain rindu, ia harus memberitahu pada Yuki tentang pertemuanGio dan orang tua itu. Ali dan Kimberly menerima ajakan Stefan. Mereka akanmengajak yang lainnya juga.
* * *
Di bandara...
Stefan menyeret koper Yuki. Di sebelahnya, ia menggenggam erat tangan Yuki.Hari ini Yuki akan pulang ke Jakarta. Sebenarnya kalau tidak ada quiz, mungkinia akan menunggu hingga Stefan menyelesaikan ujiannya yang tinggal 3 minggulagi.

Mereka berhenti di depan sebuah pintu kedatangan dari luar negeri. Stefancelingak-celinguk mencari seseorang. Dari kejauhan, ia melihat beberapa orangsedang berjalan ke arah mereka. Stefan tersenyum. Ia menoleh pada Yuki yang tengahsibuk dengan ponselnya. Tap... Tap... Tap... Terdengar langkah beberapa orangmendekatinya. Stefan tersenyum senang melihat orang-orang itu.

"Yuki," Yuki mengangkat kepalanya saat seseorang memanggil namanya.Yuki tercengang. Mulutnya sedikit ternganga. Kaget.

"Kalian..." Yuki tersendat.

"Surprise!!!" teriak Kimberly dan lainnya. Yuki tertawa.

Kimberly langsung menghambur memeluk Yuki. Ia memeluk Yuki dengan erat. LaluKevin dan Ali, keduanya pun memeluk Yuki. Sehingga membuat Kimberly melepaskanpelukannya. Nina berlari kecil, lalu menepuk kedua bahu lelaki itu. Ia punmemeluk Yuki. Stefan tertawa geli melihat tingkah sahabat-sahabatnya. Daritempatnya berdiri, Gio hanya memperhatikan Yuki yang tertawa bahagia bersamaStefan dan lainnya.

"Aku berhak atas Yuki. Dan aku menginginkan dia untuk menikah dengan Al.Dan lelaki itu, Yuki harus segera berpisah dengannya."

Gio teringat dengan ucapan lelaki tua itu. Entah kenapa ia merasakan sakit dihatinya. Bagaimana bisa ia mengatakan pada Yuki kalau orang itu menginginkannyaberpisah dengan Stefan. Kimberly melihat Gio yang terlihat sedih. Ia punberjalan mendekati Gio.

"Gue ngga tahu harus bilang apa sama Yuki," lirih Gio.

"Kalo gitu jangan bilang. Biar dia orang itu yang memberitahunya sendiri.Kita ke sini untuk jemput Yuki. Setelah di Jakarta, kita pikirin lagi apa yangharus kita lakuin," ujar Kimberly.

Gio mengangguk mengerti. Yuki mengerucutkan bibirnya saat melihat Gio yanghanya berdiri tanpa mendekatinya. Gio tersenyum kecil. Ia pun berjalan cepatmendekati Yuki.

"I miss you, my Yuki." bisik Gio sambil memeluk Yuki erat. Stefanmelotot. Karena Gio mengangkat tubuh Yuki dan mereka berputar-putar kecil.

"Eh, hati-hati dong. Kasian si kecil," Stefan merengut sambil melepaskanpelukan Gio dan Yuki. Ia pun mengusap perut Yuki pelan.

"Selamat ya, Ki. Bertambah satu lagi deh keluarga kita," ujarKimberly senang. Yuki hanya tersenyum kecil.

Satu per satu dari mereka memberikan ucapan selamat atas kehamilan Yuki. Alidan Kevin menggoda Stefan habis-habisan hingga lelaki itu tersipu malu. Ninamengusap perut Yuki sambil berbicara pada si kecil. Gio pun turut mengusapperut Yuki. Tubuh Yuki tiba-tiba menegang. Terlalu sakit menerima kenyataankalau sebenarnya ini semua adalah kebohongan. Ia tidak bisa mengatakan yangsebenarnya. Yuki memandang Stefan lekat. Lelaki itu benar-benar terlihatbahagia. Bagaimana mungkin ia bisa menghancurkan kebahagiaan itu denganmengatakan kalau si kecil tidak pernah ada di dalam dirinya.

"Ehmm...masih ada waktu 5 jam sebelum pesawat kalian berangkat. Gimanakalo kita jalan-jalan sebentar," Stefan memainkan kedua alisnya.

"Iya, kita sekalian nyari makan. Lapar gue," Ali mengusap-usapperutnya.

"Ehh, Adi ngga ikut kalian?" tanya Yuki sambil celingukan.

"Buat apa sih ngajakin dia, bikin rusuh aja." ujar Gio. Stefantersenyum lebar sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.

"Ayo, berangkat." Stefan merangkul Yuki. Mereka pun berjalanmeninggalkan bandara. Mereka berjalan-jalan mengitari pasar terdekat.
* * *
Al melihat foto-foto yang tergeletak di atas meja kerjanya. Perlahan iamenyandarkan punggungnya ke kursi. Ia mengurut pelan pelipis matanya. Sekalilagi ia lihat foto-foto itu. Lalu dengan cepat ia memasukkan foto-foto itu kedalam amplop cokelat. Ia mengepalkan kedua tangannya keras. Kenapa hatinyamerasa sakit melihat foto-foto itu. Foto-foto Yuki yang terlihat bahagiabersama lelaki lain. Laki-laki yang ia lihat di sekolah Yuki waktu itu. Lelakiyang katanya menjalin hubungan kasih dengan Yuki.

Bukan seperti ini yang ia harapkan. Mencari tahu tentang siapa yang sedangdekat dengan Yuki. Ia hanya ingin tahu seperti apa orang yang bisa membuat Yukitertawa bahagia. Al meremas selembar foto yang menunjukkan gambar wajah Stefan.Lelaki seperti apa Stefan itu? Itu pertanyaan yang selalu memenuhi pikiran Alsaat ini.

"Sial!" desis Al tajam seraya membuang amplop cokelat yang berisifoto-foto ke dalam tempat sampah.

Al berjalan mendekati jendela. Ia berdiri di sana sambil memperhatikan kendaraanyang berlalu-lalang. Apa yang harus ia lakukan untuk menarik perhatian Yuki? Iatidak mungkin melakukan hal licik atau pun trik kotor untuk mendapatkansesuatu. Karena itu bukan dirinya. Apakah ia harus menarik perhatian Yukisecara terang-terangan? Itu artinya ia harus merebut Yuki dari Stefan secaralangsung.
* * *
Waktu keberangkatan pesawat Yuki ke Jakarta sebentar lagi. Yuki dan lainnyasaat ini sudah berada di bandara. Stefan memperhatikan Yuki lekat. Tak lamakemudian, ia menarik pelan tubuh Yuki. Lalu memeluk Yuki erat. Yuki mengusaplembut punggung Stefan. Kenapa rasanya begitu berat? Ia seperti tidak inginberpisah. Ia merasakan seperti ada sesuatu yang akan terjadi. Tapi apa?

"Tinggal 3 minggu lagi. Gue akan segera pulang ke Jakarta," ucapStefan pelan.

"Jaga kesehatan. Jangan terlalu lelah. Dan jaga si kecil kita,"Stefan tersenyum kecil. Ia pun melepas pelukannya.

"Iya. Gue pasti akan baik-baik aja," Yuki tersenyum miris.

"Guys, gue titip Yuki ya. Pastiin dia dan si kecil baik-baik aja,"pesan Stefan.

"Lo tenang aja, Fan. Kita semua pasti ngejagain Yuki dan si kecil,"ucap Ali yang diikuti anggukan dari yang lainnya.

"Pesawat dengan jurusan..." terdengar suara tanda pesawat yang akanmereka tumpangi. Kevin memberi isyarat pada Stefan. Gio mengambil koper Yukidan menyeretnya.

"Gue pulang dulu ya," ucap Yuki pelan. Stefan mengangguk pelan.Dengan gerakan cepat, Stefan mengecup pelan bibir Yuki. Yuki terpaku. Kimberlydan lainnya melongo untuk sesaat, lalu mereka bersorak heboh. Stefan tersenyumkecil. Sedangkan Yuki tersipu malu.

"Gue 'kan udah bilang, setiap kali salah satu dari kita akan pergi. Ciumantadi sebagai tanda pamitan," ucap Stefan. Ck... Gio berdecak pelan sambilterkekeh sumbang. Ia pun mendekati Yuki dan Stefan. Lalu menarik pelan tanganYuki.

"Mentang-mentang lagi di luar negeri, seenaknya aja ciuman di depanumum." gerutu Gio yang diikuti gelak tawa dari Kimberly dan lainnya.

Yuki dan lainnya melambaikan tangan pada Stefan. Stefan pun membalas lambaiantangan itu hingga Yuki dan lainnya menghilang masuk ke dalam. Stefan tersenyumkecil. Ia pun berbalik dan pergi meninggalkan bandara. Di dalam pesawat, Yukiduduk bersama Gio. Gio memperhatikan Yuki lekat. Lalu ia tersenyum geli.

"Ada apa? Kenapa lo nahan tawa gitu?" tanya Yuki bingung. Giomenggeleng pelan.

"Ngga ada apa-apa. Cuma ngga nyangka aja, sebentar lagi lo bakalan jadiibu." ujar Gio yang membuat perasaan bersalah Yuki muncul lagi.

Bagaimana bisa ia membohongi orang-orang yang mempercayai adanya si kecil dalamdirinya. Yuki menyandarkan kepalanya ke bahu Gio. Ia memejamkan kedua matanya.Berusaha menekan rasa bersalahnya. Ia tidak mungkin membiarkan kebohongan iniberlangsung lama. Tapi, ia juga tidak tahu bagaimana caranya mengatakankebenarannya.
* * *
Yuki sedang menempelkan kertas jadwal di mading kampus. Lalu ia berjalan menujukantin. Namun, tiba-tiba ia terlonjak kaget karena kehadiran Al yang muncul dihadapannya. Al tertawa geli melihat ekspresi kaget Yuki. Yuki mendelik kesal,membuat Al menghentikan tawanya.

"Hai," sapa Al sambil tersenyum ramah.

"Hai, lo ngagetin gue tahu ngga." ujar Yuki kesal.

"Maaf ya kalau aku ngagetin kamu. Oh ya, seminggu ini kamu kemana aja? Akungga liat kamu di kampus," tanya Al.

"Oh itu, seminggu lalu gue pergi ke Ausie." ujar Yuki. Keduanyaberbicara sambil terus berjalan menuju kantin.

"Ausie? Ngapain?" tanya Al penasaran. Yuki tersenyum malu.

"Jengukin suami gue," jawab Yuki cepat. Al terdiam sejenak. Sedetikkemudian, ia tertawa geli. Yuki memandangnya bingung.

"Kamu tuh bisa aja ya becandanya. Suami? Suami siapa? Kamu? Emangnya kamuudah nikah?" cecar Al. Yuki menghentikan langkahnya. Lalu memandang Allekat.

"Suami gue. Karena gue udah nikah, Al." tandas Yuki. Al memandangYuki lekat. Mencari kebenaran atas ucapannya barusan.

Yuki sudah menikah? Lelucon apa ini? Al tertawa dalam hati. Gadis itu memangselalu membuatnya tertawa. Sekarang ia mengaku sudah menikah dan memilikisuami. Al menatap Yuki lekat. Mencari kebenaran dari gadis itu. Ia merasakansedikit kegelisahan. Bagaimana kalau semua itu benar? Karena pada saat Yukiterlihat sangat serius. Al berdehem kecil untuk menenangkan perasaannya.

"Ka--mu se--rius?" tanya Al terbata. Tanpa ada keraguan, Yukimengangguk cepat.

"Gue serius, Al. Gue udah nikah," tegas Yuki.

"Apa?" pekik Al tertahan.

Tanpa sadar tubuh Al terhuyung ke belakang. Yuki dapat mengerti kekagetan Alitu. Wajar saja ia kaget. Karena siapa yang menduga kalau gadis sepertinyasudah berumah tangga. Al memandang kosong ke bawah. Yuki memanggil Al berulangkali. Tapi, sepertinya ia tidak mendengarnya. Yuki melambaikan tangannya didepan wajah Al. Al terkesiap kaget. Ia tersenyum kecil.

"Kok bisa?" tanya Al pelan.

"Apanya?" tanya Yuki tidak mengerti.

"Maksud aku, kamu beneran udah nikah. Aku pikir kamu..." Almenghentikan kalimatnya.

"Terjadi sesuatu yang mengharuskan gue untuk nikah muda. Dan saat itu guemasih SMA," ujar Yuki. Al tercekat. Semuda itukah? Bagaimana bisa?

"Kamu hamil?" tebak Al.

Yuki langsung menggeleng cepat. Jangan sampai ada salah paham. Yuki tampakberpikir, haruskah ia menceritakan semuanya? Padahal ia baru saja mengenal Albeberapa waktu lalu. Tapi, entah kenapa ia merasa kalau ia harus menceritakanhal itu.

"Lalu kenapa?" tanya Al penasaran.

Yuki tersenyum kecil. Ia pun menceritakan tentang perjodohan dan pernikahandadakan itu. Al terkejut mendengar cerita Yuki. Bagaimana bisa ia luput dariinformasi sepenting ini. Bahkan orang-orang hebat bayarannya pun tidak mampumenyelidiki Yuki secara lengkap. Buktinya pernikahan itu. Ia tidak pernahmendengar tentang informasi pernikahan itu.

Tanpa terasa mereka berjalan sudah sampai di dekat kantin kampus. Yukimelambaikan tangannya pada Gio, Kimberly, Ali, dan Nina yang sedang duduk disebuah meja. Kimberly dan Nina membalas lambaian Yuki. Al memandang Giosekilas. Yuki menoleh pada Al saat lelaki itu menghentikan langkahnya.

"Lho, elo ngga mau ikut gabung bareng kita?" tanya Yuki. Al tersenyumseraya menggeleng pelan.

"Aku ada kelas. Aku pergi dulu ya," pamit Al seraya berlalu pergimeninggalkan Yuki. Yuki pun berjalan cepat menuju meja teman-temannya.

"Hai," sapa Yuki riang seraya menarik kursi di sebelah Gio.

"Al ngga ikut?" tanya Gio sambil melirik Yuki. Yuki menggeleng.

"Dia ada kelas. Tapi, kayaknya dia syok deh." ucap Yuki sambilmengunyah roti bakar milik Gio.

"Syok kenapa, baby?" tanya Kimberly.

"Gue bilang kalo gue udah nikah. Dan gue ceritain semuanya sama dia,"Gio dan Kimberly saling berpandangan. Kedua mata mereka membulat besar karenakaget.

"Gimana reaksinya?" tanya Gio dan Kimberly serempak. Yuki, Nina, danAli memandang Gio dan Kimberly takjub. Bagaimana bisa mereka sekompak itu?Sedetik kemudian, gelak tawa geli terdengar dari mereka bertiga. Gio memandangketiganya kesal.

"Kalian kompak banget sih?" ujar Nina.

"Iya, jangan-jangan lo berdua..." Ali menggantung kalimatnya.

"Jangan sembarangan," ketus Kimberly.

"Jadi, lo udah ngasih tahu Al soal status lo?" tanya Gio.

"Iya, gue ngga mau aja ada salah paham. Dia keliatannya beda banget, guengga mau bikin dia sakit hati. Mana gue tahu kalo suatu hari dia ada perasaansama gue, ntar kalo dia tahu belakangan, dia sakit hati dan gue ngga bisatemenan lagi sama dia. Dia tuh orangnya smart banget tahu ngga, udah gitu diabaik banget lagi. Sayang kalo gue kehilangan temen kayak dia," Yukimeneguk jus jeruk milik Kimberly setelah ia mengoceh panjang lebar.

Lagi-lagi Gio dan Kimberly saling berpandangan. Mereka tidak menyangka Al akanmengetahui status Yuki secepat itu. Mereka mengira dia akan tahu setelah Stefankembali. Dan yang lebih mengejutkan lagi, Yuki yang memberitahunya sendiri.Pasti saat ini Al benar-benar kaget. Wajar saja kalau ia syok menerimakenyataan itu. Secara dia yang seharusnya menikah dengan Yuki. Tapi,kenyataannya... Yuki sudah menikah dan menjadi istri orang lain. Gio memandangYuki lekat. Sepertinya tanpa bantuannya, Yuki sudah bisa menyelesaikanmasalahnya sendiri. Itu artinya tinggal satu masalah lagi yang harus Yukihadapi. Orang tua itu...
* * *
Gio berlari mengitari sekeliling apartementnya. Sudah menjadi kebiasaannyaberlari-lari di malam hari untuk sekedar menghilangkan kejenuhan. Dengan napasyang terengah-engah, ini sudah putaran keduanya. Ia melirik jam di pergelangantangannya. 20 menit lagi ia akan menyelesaikan aktivitasnya ini. gio berhentisebentar untuk sekedar mengatur napasnya. Ia mengelap dahinya yang berkeringatdengan handuk yang menggantung di lehernya. Lalu ia meneguk perlahan air putihyang ia bawa tadi. Gio menghentikan minumnya saat ia ekor matanya menangkapsesuatu.

Seseorang tengah berdiri di dekat sebuah mobil. Ia memandangi Gio dengan lekat.Gio menyipitkan matanya, memastikan kalau ia mengenal orang itu. Gio sedikittersentak saat menyadari kalau orang adalah Al. Perlahan Al berjalan ke arahGio. Dengan memasukkan sebelah tangannya ke saku celana, ia berjalan pelansambl tetap memandangi Al. Gio tersenyum kecil. Sepertinya ia tahu alasankenapa Al datang menemuinya.

"Hai, bro... ada apa? Tumben lo ke sini?" tanya Gio sambil mengelap mulutnya yangbasah.

"Kenapa kamu tidak bilang?" tanya Al dingin. Gio menaikkan sebelah alisnya.

"Bilang apa maksud lo?" tanya Gio sambil memasang wajah bingungnya. Almenggeram pelan.

"Jangan pura-pura. Ini soal Yuki," ketus Al. Gio terkekeh pelan sambil mengelappelipisnya yang berkeringat.

"Soal Yuki?" ulang Gio. Al menatap Gio tajam.

"Soal pernikahan Yuki. Kenapa kamu tidak bilang kalau Yuki sudah menikah?"tanya Al garang. Gio memasang wajah datarnya.

"Oh, soal itu... bukannya dari awal gue udah peringatin sama lo," ucap Gio sambiltersenyum miring. Al terdiam sejenak.

'Tapi, Yuki sudah menentukan masa depannya. Jadi, gue saranin sama lo,sebaiknya lo mundur. Sebelum lo tahu lebih banyak dan akhirnya sakit hati. Guetahu, lo ngga suka yang namanya kekalahan. Tapi, mundur bukan berarti kalah.'

Al mendesis kesal. Betapa bodohnya ia. Kenapa hal sekecil itu tidak pernah iasadari. Dan kenapa juga ia tidak pernah mengerti maksud dari perkataan Giowaktu itu. Gio tertawa sumbang. Ia berjalan mendekati Al. Lalu merangkul Al danberbisik.

"Ternyata lo ngga pinter-penter banget. Buktinya lo dengan mudahnya ngelupainperkataan gue. Atau jangan-jangan... karena perasaan cinta lo itu, lo jadi orangyang bodoh." Gio terkekeh geli. Al melepaskan rangkulan Gio dengan kasar.

"Yuki pasti udah nyeritain semuanya sama lo. Mungkin lo lebih tahu alasannyadaripada gue. Karena sampe sekarang gue ngga pernah tahu apa alasan Yukimenikah dengan cowok itu. Tapi, yang gue tahu sekarang, mereka berdua udahsaling menyayangi. Yuki sangat mencintai suaminya, dan sebaliknya."

Gio menatap Al. Sebenarnya ia juga tidak tega melihat Al seperti ini. Saat iniAl seperti oang yang tidak memiliki semangat hidup. Wajahnya terlihat sangatkuyu dan kusut. Gio menepuk pelan bahu Al.

"Jadi, lo mau terusin perjodohan ini atau..." Gio menggantung kalimatnya. Almemandang Gio lekat. Lalu ia berjalan pelan melewati Gio. Ia berdirimembelakangi Gio.

Ini pilihan yang sulit untuk Al. Karena saat ini ia tidak bisa membohongiperasaannya sendiri kalau ia telah jatuh cinta pada Yuki. Bohong kalau ia tidakmerasakan sakit saat mengetahui kenyataan pahit itu. Saat mendengar itu inginrasanya ia menghilang saat detik itu juga. Al menarik napasnya pelan. Kalau iamenghilangkan perasaannya dan melepaskan Yuki, itu artinya perusahaannya yangakan terancam. Gio memperhatikan Gio lekat. Ia dapat merasakan kegelisahan Alsaat ini.

"Kalau aku menghentikan perjodohan ini, maka akan ada dua pihak yang terluka.Aku dan bisnis keluargaku," ucap Al datar. Gio menggeleng pelan. Benardugaannya, perjodohan ini dilandasi dengan bisnis.

"Business is business. Love is not business. You said to me. Are you rememberit?" ucap Gio tajam.

"Tapi sekarang berbeda. Aku jatuh cinta sama Yuki. Untuk pertama kalinya akumengenal seorang wanita yang sanggup membuat aku berdebar setiap kali akumelihatnya," ucap Al dengan nada melemah.

Gio menghembuskan napasnya pelan. Al benar-benar terluka saat ini. Ck... Gioberdecak pelan. Ia tidak menyangka kalau Al benar-benar menjatuhkan pilihanhatinya pada Yuki. Kenapa harus Yuki? Tapi mungkin saja kalau dia datang lebihcepat, Yuki akan memlihnya. Buktinya Yuki memikirkan perasaan Al saat iamengungkapkan soal statusnya. Yuki tidak ingin Al terluka kalau ia mengetahuistatusnya itu dari orang lain.

"Jadi, lo mau nerusin perjodohan ini?" tanya Gio pelan. Al menarik napaspanjang.

"Kalau aku meneruskan perjodohan ini, itu artinya aku harus jadi orang yangjahat." ucap Al dingin.

"Ap--apa?"

 Gio tercekat. Ia memandang Altidak percaya. Ia tidak menduga Al akan mengatakan hal seperti itu. Itu bukanseperti Al. Itu bukan dirinya. Ia tahu Al seperti apa. Seorang Al tidak akanmelakukan hal yang licik untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Tapi, sepertiyang pernah dikatakan Kimberly, setiap orang bisa saja berubah. Apalagi diatersakiti oleh orang yang dicintainya.

"Al," panggil Gio susah payah. Al menoleh dan memandang Gio putusasa.

"Tapi, aku tidak bisa melakukannya. Menyakitinya sama saja denganmenyakiti diriku sendiri," ucap Al lirih.

Gio menghela napas lega. Ini dia!!! Orang yang dihadapannya saat ini adalah Alyang sebenarnya. The real Al!!! Al yang selalu mementingkan perasaan oranglain. Al yang selalu berpikir sebelum bertindak. Al yang diam-diam selalumenjadi sosok panutannya. Makanya dari awal Gio tidak terlalu pusing memikirkankehadiran Al dengan tujuannya itu. Karena ia tahu, pada akhirnya nanti Al-lahyang akan melangkah mundur.

"Jadi..." ucap Gio pelan. Al menatap Gio lekat.

"Harusnya kamu memberitahukan hal ini lebih awal. Biar luka yang akurasakan tidak terlalu sakit," ucap Al dengan suara getir.

Gio terhenyak. Ia menyesal juga tidak memberitahu dari awal. Al masih berdirimembeku di tempatnya. Ada perasaan bersalah yang kini Gio rasakan. Sebenarnyaia tidak ada niat untuk melakukan ini. Ia hanya ingin melihat satu kekalahandalam hidup Al. Tapi, ia tidak tahu kekalahan yang Al alami akan membuatnyaterlihat tidak berdaya seperti ini. Gio berjalan mendekati Al.

"Maaf, Al." lirih Gio.

Al hanya memandang Gio sekilas. Lalu ia berjalan pergi meninggalkan Gio. Giomenghembuskan napasnya pelan. Ini adalah kesalahan paling bodoh yang pernah ialakukan. Lelucon paling tidak lucu yang pernah ia kerjakan. Wajar saja kalau Almembencinya. Gio pasrah. Ia akan terima hal itu.
* * *


A Little Thing Called LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang