Bab 24 - I Found You

1.5K 151 2
                                    

Yuki memandang takjub setiap sisi apartement Ali. Ia tidak menyangka Ali mempunyai selera interior yang tinggi. Ia baru saja memperhatikan setiap detail perabot yang ada di apartement Ali. Sofa berukuran sedang berwarna putih yang terkesan natural. Pemilihan wallpaper yang terkesan hidup dengan motif abstrak. Miniatur beberapa hero yang ada di film menampakkan kesan kekanak-kanakan Ali yang mahal. Yuki berjalan ke arah sofa, kemudian ia duduk di sana sambil menikmati pemandangan yang dari balik kaca besar dihadapannya.

Di dalam mobil...
Stefan hanya diam saja saat Kimberly mengajaknya pergi ke suatu tempat. Entah mereka akan pergi kemana, Stefan pun tidak tahu. Kimberly memandang Stefan sekilas. Ia berdehem kecil.

"Sebenernya gue ngga ngerti sama jalan pikiran kalian, lo dan Yuki. Kalian tuh seolah-olah ngga butuh, tapi kehilangan. Ngga peduli tapi nyariin mulu. Stefan, gue harap lo ngga akan nyakitin Yuki lagi. Dan gue juga berharap kalian ngga berantem lagi. Capek gue ngeliat lo berdua," keluh Kimberly.

"Gue pengennya juga kayak gitu, Kim. Gue udah terlalu banyak nyakitin dia. Padahal gue udah janji sama orangtuanya untuk ngejagain dia." ucap Stefan pelan.

Kimberly tersenyum kecil. Akhirnya... Stefan menyadari kesalahannya. Menyakiti dan selalu membuat Yuki terluka. Meskipun harus membuat ia merasa kehilangan untuk menyadari kesalahannya, namun usaha Kimberly tidak sia-sia. Kimberly memacu mobilnya lebih cepat. Beberapa menit kemudian mereka telah sampai di sebuah parkiran.

"Ini kan... apartementnya Ali." Stefan memandang gedung tinggi di hadapannya. Kimberly mengangguk.

"Ayo, turun." ajak Kimberly.

Kimberly dan Stefan keluar dari mobil. Di depan sudah ada Ali dan Kevin yang berdiri menunggu. Stefan sempat bingung melihat mereka, namun ia tidak menaruh curiga sedikit pun. Ali tersenyum lebar saat melihat Stefan dan Kimberly.

"Ada apa nih?" tanya Kevin.

"Kita mau nyari Yuki 'kan?" ujar Kimberly seraya berjalan mendahului.

Mereka berempat telah sampai di depan pintu apartement Ali. Ali menekan passcode apartement-nya. Ting!!! Pintu pun terbuka. Ali mempersilahkan Stefan untuk masuk lebih dulu. Tubuh Stefan membeku. Matanya tidak berkedip menatap objek yang ada didepannya. Seorang gadis sedang duduk di sofa menghadap ke jendela. Stefan tercekat. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat, namun ini nyata. Ia melihat orang yang dicarinya semalaman. Orang yang membuatnya tersiksa karena takut kehilangan.

"Yuki..." panggil Stefan. Tidak ada jawaban.

Stefan perlahan berjalan mendekati Yuki. Sedetik kemudian ia tersenyum saat melihat Yuki sedang tertidur. Wajahnya terlihat begitu lelah. Sepertinya begitu banyak beban yang ia pikul sendiri. Stefan duduk di atas meja menghadap Yuki. Memandangi wajah Yuki lebih dekat. Yuki menggeliat pelan. Dengan mata yang masih terpejam, uhhmm... Yuki meregangkan ototnya. Ia mengangkat tangannya ke atas sambil menggerak-gerakkan kepalanya pelan.

"Udah bangun?" tanya Stefan pelan. Suara itu kontan membuat mata Yuki terbuka lebar. Ia mengerjapkan matanya berulang kali. Lalu ia membenarkan posisi duduknya dan menyipit tajam menatap pemilik suara, Stefan.

"Ngapain lo disini?" tanya Yuki ketus.

Pletaakk!!!

"Aww!!!" pekik Yuki.

Satu jitakan pelan dari Stefan mendarat sempurna di dahi Yuki. Itu membuat Yuki mengerang kesakitan. Ia mengusap keningnya berulang kali. Terdengar suara cekikikan dari belakang. Yuki menoleh sekilas ke belakang. Ia melihat Kimberly, Ali, dan Kevin ada dibsana.

"Ali..." gumam Yuki kesal.

"Sorry, Ki. Gue ngga tega ngeliat suami lo ini kayak orang gila, hehe..." ujar Ali sambil tertawa geli. Yuki merengut.

"Hei, lo harus tanggung jawab. Lo udah bikin kulit gue merah-merah digigitin nyamuk. Lo juga bikin muka gue ngga ganteng lagi gara-gara lingkar hitam di bawah mata gue, nih..." Stefan menunjuk kedua matanya. Yuki mendengus.

"Apa peduli gue. Lo aja ngga peduli sama gue,"

"Jadi ceritanya ada yang ngambek nih. Mau balas dendam, hmm?" goda Stefan.

Yuki beranjak dari duduknya kemudian berjalan ke arah kamar. Stefan terkekeh geli saat melihat piyama yang ia kenakan. Piyama Ali itu kebesaran untuknya. Seluruh tubuhnya tertutup rapat. Yuki menutup pintu kamar dengan keras. Stefan memandang Ali sambil tertawa kecil.

"Li, gue pinjem kamar lo." ucap Stefan.

"Silahkan, tapi jangan macam-macam ya..." Stefan tertawa lebar. Kemudian ia masuk ke kamar.

"Ada yang belum makan malam?" tanya Kimberly.

"Gue baru belanja tadi sore. Mungkin kita bisa masak sesuatu," ujar Ali.

Mereka bertiga pun berjalan menuju dapur. Menyiapkan makan malam. Sedangkan di dalam kamar, Stefan berdiri di depan pintu sambil memandang Yuki geli. Yuki tiduran di ranjang dengan posisi membelakangi Stefan. Perlahan Stefan mendekati Yuki. Ia duduk di tepi ranjang.

"Kita pulang ke rumah ya, Ki." ujar Stefan pelan.

"Ngga," ucap Yuki ketus tanpa memandang Stefan.

Stefan menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Terukir senyuman miring di sudut bibir Stefan. Perlahan ia naik ke tempat tidur. Ia memposisikan tubuhnya di sebelah Yuki. Yuki berbalik dan menatap Stefan tajam. Ia sedikit kaget dengan keberadaan Stefan di sebelahnya. Stefan tersenyum kecil sambil terlentang dan mendekapkan kedua tangannya didada.

"Lo ngapain disini?" ketus Yuki.

"Karena istri gue ngga mau pulang, ya... gue akan tetap disini," ujar Stefan sambil memandang langit-langit kamar.

Yuki mendengus kesal. Lalu ia berbalik lagi membelakangi Stefan. Stefan tersenyum kecil. Cukup lama mereka saling diam. Suasana hening meliputi. Yuki maupun Stefan sibuk dengan pikiran masing-masing. Beberapa menit kemudian, Stefan memiringkan tubuhnya menghadap Yuki. Ia hanya dapat melihat punggung Yuki.

Entah kekuatan apa yang mendorongnya, Stefan mendekati Yuki lalu memeluk gadis itu dari belakang. Kedua mata Yuki membelalak kaget. Ia berusaha melepaskan pelukan Stefan dari tubuhnya. Semakin ia mencoba melepasnya, semakin erat Stefan memeluknya.

"Lepasin," Yuki memohon. Stefan semakin mengeratkan pelukannya. Akhirnya Yuki menyerah dan membiarkan Stefan memeluknya. Deru napas Stefan terdengar jelas di telinga Yuki. Degup jantung Stefan juga dapat ia rasakan. Yuki menelan ludahnya susah payah. Entah kenapa jantungnya pun berdebar kencang.

"Maaf..." lirih Stefan.

"Hah?"

"Maafin gue... Itu yang pengen gue omongin sama lo malam itu."

"Tapi kenapa lo ninggalin gue dan..." Yuki menggigit bibir bawahnya.

"Ariel hari ini kembali ke Ausie. Malam itu ia pamitan sama gue. Dan ciuman itu... tanda perpisahan." Yuki terkekeh sumbang.

"Tanda perpisahan? Emangnya harus seperti itu?" kesal Yuki.

"Kenapa? Lo cemburu, heh?"

"Sok tahu," elak Yuki. Stefan tersenyum kecil.

"Jangan pergi lagi, gue hampir kehilangan lo. Dan tiba-tiba lo kabur. Itu bener-bener bikin gue frustasi." bisik Stefan tepat ditelinga Yuki. Pipi Yuki merona merah.

"Bisa ngga sih lo berbalik, gue berasa ngomong sendiri." keluh Stefan. Yuki menggeleng pelan.

"Ngga. Gue ngga mau." ucap Yuki pelan.

"Kenapa?"

"Gue ngga mau lo ngeliat muka gue yang memerah. Malu. Lo bikin gue ngga nyaman dengan posisi ini," keluh Yuki.

Hahaha... Gelak tawa Stefan memecah memenuhi seisi kamar. Ia pun menarik tubuh Yuki untuk lebih dekat. Ia mengeratkan pelukannya. Kedua tangan Stefan melingkar erat di perut Yuki. Yuki menyembunyikan malunya dengan menggerutu pelan. Stefan mengusap lembut kepala Yuki.

Di luar, Ali, Kimberly, dan Kevin berdiri di depan pintu. Mereka berusaha mendengar apa yang dibicarakan pasangan suami-istri itu. Dari gelak tawa yang terdengar sepertinya mereka sudah baikan. Ali dan Kimberly ber-high five semangat. Rencana mereka berhasil.

"Biarin aja mereka, kita nikmatin aja makan malamnya bertiga," ujar Kimberly.

Ali dan Kevin mengangguk serempak. Mereka pun menikmati makan malam bersama tanpa Yuki dan Stefan. Kembali ke kamar, Yuki akhirnya tertidur lelap dipelukan Stefan.

* * *

A Little Thing Called LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang