Bab 49 - Kehilangan Si Kecil

1.4K 101 3
                                    

"Yuki..." pekik Nina seraya menghambur ke pelukanYuki.

"Gue khawatir banget sama lo. Gue kira lo diculik sama CEO muda itu,"ujar Nina. Yuki terkekeh geli.

"Sorry ya, Nin, udah bikin lo khawatir." ucap Yuki. Nina mengangguk.

"Baby, lo ngga pa-pa 'kan?" tanya Kimberly. Yuki tersenyum danmengangguk.

"Gue baik-baik aja kok. Dan lebih baik lagi karena gue udah baikan samakakek," ucap Yuki senang. Kimberly pun terlihat senang.

"Oh ya, Stefan dimana?" tanya Ali yang tengah sibuk bermain gamesbersama Kevin. Dan di sebelahnya ada Gio yang asyik dengan laptopnya.

"Di luar, lagi ngomong sama Al." ucap Yuki pelan. Gio mengangkatkepalanya.

"Mau ngapain tuh anak?" tanya Gio. Yuki mengangkat kedua bahunyapelan.

Tak lama kemudian, Stefan masuk dengan memasang wajah super kusut. Iamemandangi semua orang yang berada di ruang tengah satu per satu. Dan memandangYuki lama. Lalu ia berjalan meninggalkan semua orang menuju kamarnya. Yukimemandang Gio dan Kimberly bergantian. Sepertinya terjadi sesuatu di luar. Apayang membuat Stefan bersikap seperti itu?

"Sebaiknya lo temui dia, Ki. Dan, berusahalah untuk tetap tenang."ujar Kevin menyarankan.

Yuki menghela napas, lalu ia mengangguk pelan. Ia pun bergegas menyusul Stefanke kamar. Sampai di depan pintu kamar, Yuki ragu untuk masuk ke dalam.Tangannya menggantung untuk mengetuk pintu. Rasa takut dan khawatirmenyelimutinya saat ini. Namun, rasa penasaran tidak jauh lebih besar darikedua rasa itu. Ia penasaran apa saja yang sudah dibicarakan Stefan pada Al.Apakah mereka bertengkar? Tidak mungkin ia menghubungi Al dan menanyakan itu.Tiba-tiba ponsel Yuki bergetar. Sebuah pesan masuk. Dari Al. Seperti sebuahtelepati, Al mengiriminya pesan.

"Jangan khawatir, kami tidak bertengkar. Dan sepertinya kami akan menjaditeman yang baik," tulis Al dalam pesannya. Yuki tersenyum kecil. Kemudiania mengetuk pintu pelan dan masuk ke dalam.

"Fan," panggil Yuki. Ia mengernyitkan dahinya karena tidak menemukanStefan di kamar.

"Akhh!!!" pekik Yuki tertahan karena ia merasakan ada seseorang yangmemeluknya dari belakang. Yah, Stefan-lah yang memeluknya dari belakang.

"Dasar istri nakal! Sebagai hukumannya, lo harus peluk gue malam ini sampebesok pagi." ujar Stefan sambil mengeratkan pelukannya. Yuki tersenyum. Iapun berbalik dan menghadap Stefan.

"Sampe selamanya pun akan gue lakuin," ujar Yuki seraya membalaspelukan Stefan.

Keduanya pun saling berpelukan dengan erat. Tidak perlu dengan banyak kata.Sudah cukup bagi Stefan mengetahui kalau Yuki tidak berniat mengkhianatinya. Iahanya tidak ingin dirinya terluka. Dan Yuki pun merasa lega, akhirnyakesalahpahaman ini bisa terselesaikan. Ia berharap, tidak akan ada lagi masalahseperti ini lagi. Di luar, Kimberly, Gio, dan lainnya sedang mengintip Stefandan Yuki. Mereka turut senang karena pasangan suami istri itu sudah akurkembali.
* * *
Stefan bergegas keluar dari kelasnya. Ia berlari menuju kelas Yuki. Ia tidakingin istrinya diculik seperti kemarin. Pagi tadi mereka sudah berjanji untukmakan siang di kantin kampus. Stefan berhenti di depan kelas Yuki. Ia mengintipdari celah pintu yang terbuka sedikit, ada dosen yang sedang berdiri di sana.Ia melirik jam di pergelangan tangannya. Beruntung ia tidak terlambat.

Beberapa menit kemudian, kelas Yuki bubar. Yuki dan Nina berjalan keluar. Ninamelambaikan tangannya pada Stefan yang tengah berdiri di depan pintu. Stefantersenyum. Ia berdiri menyambut Yuki dan Nina. Yuki bergelayut manja di lenganStefan. Setelah masalah yang mereka hadapi beberapa waktu lalu, entah kenapaYuki selalu ingin terus berada di dekat Stefan. Ia tidak membiarkan Stefanberlama-lama jauh darinya. Stefan mengecup pelan puncak kepala Yuki.

"Ayo, kita pergi. Gue udah laper banget nih." ujar Stefan. Yuki danNina mengangguk setuju.

Di kantin...
Suara gelak tawa Kimberly, Gio, Al dan Ali terdengar sampai di depan pintumasuk. Ali melambaikan tangannya pada Nina. Nina berjalan mendekati Ali. Iamemasang wajah kesal pada Ali. Pasalnya, kekasihnya itu menjemputnya ke kelasseperti yang Stefan lakukan. Padahal ia berharap akan melihat Ali menunggunyadi luar kelas.

"Honey, kok ngambek sih?" tanya Ali sambil mengusap pelan kepalaNina. Nina menepis tangan Ali kesal.

"Don't touch me!" ketus Nina. Ali melongo kaget. Kontan saja Stefan,Gio, dan Al tertawa melihat ekspresi wajah Ali yang kaget.

"Honey..." rayu Ali.

"Elo tuh ya, ngga ada pedulinya sama gue. Harusnya lo jemput gue kayakStefan jemput Yuki. Ini lo malah asyik-asyikan ngobrol sama mereka,"cerocos Nina. Yuki dan Stefan saling berpandangan. Ada sedikit rasa bersalahdari Yuki karena membuat sahabatnya iri.

Ali memandang Stefan sekilas sambil terus merayu Nina. Stefan tersenyum geli.Ali meringis. Harusnya ia mengikuti saran Stefan tadi untuk menjemput Nina danYuki bersama. Ia malah meminta Stefan untuk menjemput Yuki dan Nina. PadahalStefan sudah mengingatkan, kalau ia tidak menjemputnya sendiri, pasti Ninamarah padanya. Dan ternyata benar. Alhasil, ia harus berusaha untuk membujuknyaagar tidak marah lagi. Tak lama kemudian, senyum sumringah dari Kimberly saatpandangannya tepat di depan pintu kantin. Ia melihat seseorang tengah berjalanmasuk dan mendekati meja mereka.

"Sayaaaang," teriak Kimberly saat melihat Kevin datang. Kevinlangsung mengecup pelan dahi Kimberly yang langsung mendapat sorakan dariteman-temannya.

Kedatangan Kevin semakin memperkeruh suasana hati Nina. Ia menilai lelaki itusangat romantis karena jauh-jauh datang hanya untuk makan siang bersama sangkekasih. Ia merengut kesal memandang Ali yang dari tadi memohon maaf padanya.Berbeda dengan lelaki yang di hadapannya saat ini. Cuek. Masa bodoh. Ninamengibaskan rambutnya kasar yang langsung mengenai wajah Ali. Ali menarik napaspanjang. Ia harus tenang dan tidak boleh terbawa emosi. Ali tersenyum kecil.

Al dan Gio saling berpandangan. Kedua lelaki itu akhirnya tidak tega melihatAli yang tidak dihiraukan oleh Nina. Al mengambil buku dari dalam tasnya, laluia merobek bagian tengahnya. Gio tertawa pelan. Sepertinya ia tahu Al akanmelakukan apa. Al menuliskan sesuatu pada kertas itu. Lalu ia melipatnya. Iapun beranjak dari duduknya.

"Aku ke toilet sebentar," ucap Al seraya berlalu pergi. Tak lupa iamenyelipkan lipatan kertas tadi pada Ali.

Ali menatapnya bingung. Al mengedipkan sebelah matanya. Perlahan Ali membukalipatan kertas itu. Ia membaca sebaris kalimat yang ditulis Al. Ia puntersenyum. Lalu ia beranjak dari duduknya dan berjalan ke tengah kantin. Iaberdiri di sana. Menatap ke arah Nina lekat.

"Mohon perhatian semuanya sebentar," ucap Ali. Semua orang memandangAli, termasuk Nina dan teman-temannya.

"Hari ini gue udah melakukan kesalahan. Gue udah bikin hati orang yang guesayang terluka. Memang ini bukan yang pertama kalinya gue ngelukainperasaannya. Ini udah yang kesekian kalinya. Dan gue selalu mengulangikesalahan yang sama." Ali menarik napas pelan.

"Tapi... Sumpah, demi Tuhan. Gue ngga pernah berniat untuk nyakitin dia.Entah karena bodoh atau ngga peka, gue selalu aja bikin dia kesal. Padahal diaselalu aja maafin gue. Gue bener-bener nyesel udah bikin dia terluka. Guesayang banget sama lo, Nin." Ali menatap Nina lekat.

"Honey, I'm so sorry..." ucap Ali pelan. Nina tercekat.

Ali berlutut di tengah kantin. Nina tersentak melihat apa yang sudah Alilakukan. Berlutut dan meminta maaf di hadapan semua orang. Ini bukan sepertiAli yang ia kenal. Ali tersenyum sambil memasang wajah memohon. Perlahan Ninamulai terisak. Ia terharu melihat perjuangan kekasihnya itu.

"Lo ngga akan ngebiarin kaki Ali kram karena kesemutan 'kan, Nin."ucap Kevin yang diikuti gelak tawa dari teman-temannya. Nina menggeleng pelan.Ia pun langsung berlari ke arah Ali. Memeluk Ali.

"Gue juga sayang sama lo, Li. I love you, honey..." bisik Nina. Alitersenyum senang.

Yeaayy... Plok... Plok... Plok... Sorakan dan tepukan tangan mengiringiperdamaian pasangan kekasih itu. Dari balik tembok, Al tersenyum kecil.Sepertinya, idenya berhasil. Nina mengajak Ali kembali ke meja. Yuki danteman-temannya menyambut keduanya dengan tawa bahagia. Al berjalan sambilmembawa nampan yang berisi minuman. Di sebelahnya, ibu kantin membawakanmakanan pesanan mereka.

"Ada apa nih? Sepertinya aku ketinggalan sesuatu yang menarik?" tanyaAl sambil meletakkan minuman.

"Lo ketinggalan film romantis tahun ini," ujar Stefan sambil membantuAl membagikan minuman.

"Benarkah?" Al tersenyum tipis sambil memandang Ali sekilas. Alimengembalikan lipatan kertasnya pada Al. Ia meletakkannya di bawah tas ranselAl. Gio yang penasaran dengan isi tulisannya langsung mengambil dan membacanya.

"Cinta tidak butuh rayuan gombal, tapi perjuangan. Show it."

Gio tertawa geli membacanya. Otak Al memang memiliki sejuta pemikiran yangselalu bermanfaat. Al meminta Nina menceritakan semuanya. Nina pun bersemangatmenceritakan kejadian tadi. Yuki dan lainnya hanya tertawa senang melihat Ninabahagia.

Dari kejauhan, Adi melihat kebersamaan itu. Ia tersenyum miring. Harusnya iaberada di sana. Berada di dekat Yuki. Tertawa bersama Yuki seperti yang merekalakukan. Namun, itu sebelum kehadiran Stefan dan kedua sahabatnya yang turutmengisi kehidupan Yuki. Mereka datang seperti hama pengganggu yang sulitdibasmi. Adi mendesah kesal. Ia menyesali kenapa tidak dari dulu ia memisahkanYuki dan Stefan. Ia menggenggam kuat kedua tangannya saat melihat kemanjaanStefan pada Yuki.

"Brengsek!!!" desis Adi tajam.

"Gue ngerti perasaan lo," suara seseorang dari belakang Adimengagetkannya. Ia pun berbalik dan mendapati seorang gadis tengah tersenyumpadanya. Adi mengernyitkan dahinya. Ia tidak pernah bertemu gadis itusebelumnya.

"Lo siapa?" tanya Adi bingung. Gadis itu tersenyum.

"Gue orang yang cintanya bertepuk sebelah tangan, sama seperti lo."Gadis itu berjalan mendekati Adi. Adi menaikkan sebelah alisnya.

"Kenalin, gue Natasha." Natasha mengulurkan tangannya. Adi membalasuluran tangan Natasha.

"Gue ngga pernah ngeliat lo sebelumnya," ujar Adi. Natasha tersenyum.

"Memang. Gue baru aja pindah ke Jakarta. Gue sengaja kemari demiseseorang,"

"Seseorang?" ulang Adi.

"Stefan. Gue ada di sini demi dia. Stefan. My future husband," ujarNatasha. Adi terkekeh geli. Natasha menatapnya tajam.

"Ada yang lucu?" tanya Natasha kesal.

"Ngga," Adi menggeleng pelan sambil menahan tawanya.

"Dasar cewek gila," gumam Adi.

"Heh!!!" bentak Natasha.

"Lo pikir gue ngga denger lo ngatain gue gila, hah?!?" Adi tersentakkaget.

"Udah ya, to the point, gue mau ngajak lo kerjasama." ucap Natashasambil tersenyum tipis.

"Kerjasama? Sama cewek gila kayak lo?" ucap Adi sambil tertawa geli.Natasha menatapnya tajam. Ia merasa ragu akan keputusannya untuk bekerja samadengan Adi. Lelaki yang baru ia tahu kalau diam-diam menyukai Yuki.

"Lo akan ngedapetin apa yang lo mau, begitu pun gue. Gue akan bantu longedapetin Yuki. Dan lo bantu gue dapetin Stefan." ujar Natasha.

Adi memandang Natasha lekat. Gadis yang ia anggap gila itu terlihat sangatserius dengan ucapan. Tapi, apa benar ia akan mendapatkan Yuki kembali? Aditergelak pelan. Namun, ia dapat melihat keseriusan di mata Natasha. Adi melihatYuki dan Stefan bergantian. Kalau benar gadis itu dapat membantunya mendapatkanYuki, lalu apakah ada alasan untuk menolaknya?

"Apa yang mau lakuin untuk misahin mereka?" tanya Adi sambil terusmemandang ke arah Yuki.

Natasha bersorak dalam hati. Akhirnya... Tidak sia-sia ia mencari tahu tentangAdi. Lelaki yang diam-diam menyukai Yuki dengan mengatasnamakan persahabatan.Ia tidak menduga akan semudah ini mengajaknya bekerja sama untuk memisahkanStefan dan Yuki.

"Liat aja nanti," ucap Natasha sambil tersenyum miring.
* * *

A Little Thing Called LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang