Bab 5 - Perjanjian Nikah!

2K 189 2
                                    

Yuki berjalan ke arah dapur. Sejenak ia memperhatikan setiap sudut dapurnya. Piring, gelas, sendok, garpu, panci, dan kuali tertata dengan sangat rapi. Tanpa sadar Yuki berdecak kagum pada dapur rumahnya sendiri.

Perlahan ia membuka kulkas dan melihat isinya. Menakjubkan. Kulkasnya terisi penuh dengan bahan makanan. Yuki menggaruk kepalanya pelan. Ia menyadari kelemahan yang ia miliki sebagai seorang anak gadis, yaitu - tidak bisa memasak.

Namun sedetik kemudian senyumnya mengembang saat melihat telur yang berbaris rapi. Yuki mengambil dua butir telur. Lalu ia memanaskan kuali yang akan digunakannya untuk menggoreng. Dengan berbekal ilmu memasak yang ala kadarnya, tersajilah dua buah telur mata sapi dengan ornamen hitam dipinggirnya. Dan dengan warna yang sedikit kecokelatan. Yuki tersenyum miris melihat kondisi telurnya.

"Stefaaaan...makanannya udah jadi nih," teriak Yuki sambil meletakkan dua telur tadi ke atas piring.

Tak lama kemudian Stefan keluar dari kamar dan langsung menuju meja makan. Ia pun duduk lalu menuang air putih ke dalam gelas. Yuki membawa piring yang berisi dua telur mata sapi. Perlahan ia menyodorkan piringnya pada Stefan.

"Ini...apaan?" tanya Stefan pelan dengan ekspresi yang sulit diartikan. Mata Stefan menyelidik setiap sisi telur yang terlihat menggenaskan itu. Yuki meringis geli. Ia lagi-lagi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Itu...itu telor mata sapi." jawab Yuki sedikit gugup. Mata Stefan langsung mendelik tajam. Sedetik kemudian terdengar tawa pecah darinya. Yuki menatapnya kesal.

"Telor mata sapi? Hah? Ngga salah? Mana ada telor mata sapi yang warnanya cokelat gitu," ujar Stefan sambil tertawa geli.

"Ini apaan lagi? Jangan bilang kalau ini nasi," ujar Stefan tak percaya. Yuki mengangguk mantap.

"Itu memang nasi. Emangnya bukan ya?" tanya Yuki polos.

Tak ayal lagi, Stefan langsung tertawa terbahak-bahak. Hingga ia tertawa sambil guling-guling di lantai. Yuki menatapnya bingung. Apa yang lucu dari masakannya? Hanya telur dan nasi. Stefan yang menyadari ketidakikutsertaan Yuki pada saat ia tertawa menjadi sedikit malu. Karena hanya ia yang tertawa sendiri.

"Gimana bisa bentuknya masih beras lo sebut nasi. Dan ini, telor mata sapi terbakar sempurna. Atau nama lainnya hangus. Ck...jangan bilang lo ngga bisa masak." ujar Stefan. Yuki langsung memperlihatkan senyum tipis disertai anggukkan pelan. Stefan menepuk jidatnya frustasi.

Stefan pun berjalan ke arah dapur. Mengambil beberapa bahan makanan, telur, dan daging asap. Yuki berdiri di sebelahnya. Memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh Stefan. Waaahh... Yuki berdecak kagum melihat kelincahan tangan Stefan memotong sayuran dan daging asap. Lalu memasukkan semuanya kedalam telur. Stefan mencampurnya hingga rata. Setelah kualinya panas, ia menumpahkan campuran telur tadi. Semenit kemudian... Taaadaaa... Omelet lezat dan menggiurkan tersaji diatas piring. Yuki bertepuk tangan kecil.

Yuki dan Stefan menikmati omelet buatan Stefan. Keduanya makan dengan lahap. Stefan menghentikan makannya sejenak. Lalu memperhatikan Yuki lekat.

"Gue ngga percaya dapat istri yang ngga bisa masak. Hahh..." keluh Stefan.

"Dari kecil Mami ngga pernah ngizinin gue main ke dapur. Bahaya katanya. Jadi gue ngga bisa masak." ujar Yuki. Stefan tertawa kecil mendengarnya.

"Gue punya ide!" ujar Stefan kemudian.

"Ide? Ide apaan?" tanya Yuki.

"Gimana kalo kita buat perjanjian nikah." ujar Stefan semangat.

"Perjanjian nikah?" tanya Yuki. Stefan mengangguk cepat. Yuki tampak berpikir.

"Sebentar..." ucap Stefan seraya beranjak dari duduknya dan pergi ke kamarnya. Tak lama kemudian ia keluar dengan membawa selembar kertas dan spidol hitam. Lalu ia duduk lagi dikursinya. Stefan mulai menuliskan sesuatu.

"Berhubung kita nikah karena keadaan. Dan kita ngga saling suka. Jadi, gimana kalo kita beri batas waktu untuk pernikahan kita." ujar Stefan. Yuki tampak terkejut mendengar ucapan Stefan. Tapi kemudian ia terlihat berpikir. Benar juga, mereka menikah 'kan bukan karena cinta. Jadi buat apa mempertahankan suatu hubungan yang tidak kita inginkan.

"Jadi, perjanjiannya apa?" tanya Yuki. Stefan tersenyum. Ia mengangkat kertas yang telah ia tulisi dengan beberapa kalimat.

"Perjanjian nikah. Satu, Yuki bertugas mengurusi rumah tangga. Mulai dari beres-beres rumah, mencuci piring, dan mencuci baju. Setiap hari, kecuali Minggu. Dua, Stefan bertugas menyiapkan makanan. Makan pagi, siang, dan malam. Setiap hari, kecuali Minggu. Hari Minggu, kita kerjain bareng-bareng. Gimana?" ujar Stefan. Yuki tercengang. Semua pekerjaan rumah harus ia kerjakan. Sedangkan Stefan, hanya memasak. Hanya itu.

"Heh! Kok ngga adil sih. Gue ngurusin rumah, lo cuma masak doang?" ujar Yuki tak percaya.

A Little Thing Called LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang