Dirra membawa laptopnya memasuki sebuah cafe yang ada di ujung jalan. Ia baru saja selesai berkeliling di sekitar sana, hanya untuk mencari referensi yang bisa ia tulis. Mencari gambaran melalui banyaknya orang yang berlalu lalang di luar sana.
Dirra berdiri di belakang seorang pria yang tengah mengantri untuk menunggu coffenya. Dira memainkan ponselnya, dirinya berdiri dengan menjaga jaraknya agar tidak terlalu dekat dengan pria di depannya.
Tak lama, pria lain datang dan mengantri di belakang Dirra. Dirra melangkahkan kakinya saat pria di hadapannya tadi telah membawa coffenya dan meninggalkan antrian.
Dirra memesan coffe yang akan ia beli, juga sepotong roti untuk dirinya yang belum makan seharian ini. Dirra membawa pesanannya di salah satu meja yang ada di sana.
Tanpa sengaja, meja di sampingnya ternyata adalah meja yang sudah di pesan untuk pertemuan bisnis. Dirra membuka laptopnya, memulai gerakan tangannya mengetik di atas laptopnya. Dirra mengeluarkan buku kecil yang biasa ia tuliskan alur ataupun inspirasinya yang berkaitan dengan tulisan.
Tak lama dua orang menduduki meja di sampingnya dan memulai pertemuan bisnisnya. Dirra sungguh terganggu, pasalnya itu menganggu konsentrasi Dirra dalam menuangkan ide dan menyusun kalimatnya.
Dirra memutuskan untuk menghabiskan dengan cepat coffenya juga roti, dan pergi meninggalkan cafe tersebut. Matanya melihat ke arah meja di sampingnya, tepat saat salah satu pria di meja sampingnya juga menatap ke arahnya.
Pria itu menampakkan raut wajah bingung, serta menaikkan satu alisnya ke arah Dirra. Membuat Dirra menatapnya biasa saja dan langsung meninggalkannya. Pria itu terus menatap Dirra, hingga punggung Dirra tak terlihat lagi.
---
Dirra melangkahkan kakinya, berjalan menuju tempat tempat yang tidak pernah ia kunjungi sebelumnya. Dirra memengang buku kecilnya, dan menulis apapun yang bisa menjadi ide sepanjang jalan.
Dering telponnya berbunyi, Dirra mengambil ponselnya yang ada di saku celana jeans yang di kenakannya. Dirra mengangkat sebuah telpon yang ternyata dari mamahnya.
"Iya halo kenapa mah?"
"Kamu itu kapan mau pulang Dirra?"
"Dirra mau tinggal sendiri mah."
"Ya kalau kamu laki laki mamah gak masalah kamu tinggal mandiri, kamu perempuan Dirra! Siapa yang jaga kamu! Kalau kamu udah bersuami tuh gak apa apa."
"Dirra bisa jaga diri kok mah, mamah tenang aja."
"Kirim alamat kamu sekarang! Atau kamu pulang! Mamah gak mau tau!"
"Enggak mah, Dirra pasti baik baik aja kok."
"Kamu itu masih terlalu muda untuk mandiri Dirra."
"Dirra udah dua puluh tahun mah, Dirra juga udah ada kerjaan."
"Apa kerja kamu?"
"Dirra nulis mah, Dirra seorang penulis."
"Tuh kerja mu juga di rumah, udah pulang kerumah! Gak usah kamu hidup mandiri! Kalau udah ada suami gak masalah kamu hidup mau misah dari mamah."
"Dirra gak mau mah, udalah Dirra capek."
Dirra dengan cepat mematikan ponselnya secara sepihak. Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana jeansnya, dan melanjutkan langkah kakinya. Ia memutuskan untuk kembali ke apartemennya, sebab dirinya sudah sangat lelah berjalan seharian penuh.
Dirra memutuskan untuk berjalan kaki hingga apartemennya. Ia dengar, apartemen yang ia tempati saat ini, memiliki unit baru, letakknya di lantai empat puluh hingga atasnya. Unitnya menjadi incaran para pembisnis juga kalangan kelas atas lainnya, sebab apartemennya memiliki fasilitas yang berbeda dengan unit yang Dirra tempati.
Biar begitu, Dirra tidak tertarik, untuk hidup seorang diri, untuk apa ia memiliki apartemen yang besar. Secukupnya saja, agar dirinya tidak terlalu lelah saat bersih bersih.
Dirra sampai di lobby bawah, benar saja, sudah banyak orang orang yang berpakaian sangat rapih berlalu lalang untuk memindahkan barang mereka ke unit yang telah mereka beli. Harganya tentu sangat mahal, karena fasilitasnya sangat menjamin.
Dirra berjalan ke arah lift, yang saat ini sedang kosong. Ia memencet angka dua puluh, sebab apartemennya berada di lantai dua puluh. Satu lantai memiliki dua unit. Terkecuali apartemen yang baru saja terkenal itu, setiap lantainya hanya satu apartemen, dan langsung masuk ke dalam ruangan.
Untuk masuk, tidak di sediakan tombol hingga lantai paling atas di apartemen. Setiap orangnya memegang kartu dimana nantinya tidak sembarang orang bisa memasuki apartemen orang lain. Sebab di kartunya masing masing di berikan sesuai unit yang mereka beli.
Pintu lift terbuka, apartemen sebrang Dirra adalah sebuah apartemen kosong yang dulunya sempat berpenghuni, namun kini kosong dan belum memiliki penghuni lagi. Itu mengapa Dirra belum memiliki tetangga baru.
Dirra membawa dirinya masuk ke dalam apartemen, dan mengistirahatkan dirinya di sana. Hingga malam tiba, ia bahkan melewatkan makan malamnya. Ia belum memberitahu siapapun bahwa dirinya kini tinggal di sebuah apartemen. Sekalipun sahabatnya, sebab ia yakin nanti mamahnya akan mengetahui dengan cepat jika ia memberitahu sahabatnya.
---
Terimakasih sudah membaca🖤✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable Love
Romance⚠Follow sebelum membaca⚠ Warning: 21+ Kisah ini di mulai, saat seorang penulis biasa, yang identitas aslinya tak pernah di ungkap. Dengan sangat cepat dan secara tiba tiba, ia bisa membuat seorang pria yang sulit untuk jatuh cinta, bisa mencintainya...