Dirra ingin rasanya pindah apartemen, sebab kini mamahnya selalu menghampirinya, itu amat mengganggu. Belum lagi, banyak sekali pertanyaan dengan maksud curiga kepada Dirra. Membuat Dirra kehilangan inspirasi dalam menulisnya. Namun apalah daya, ia tak boleh boros hanya untuk membeli apartemen baru. Walaupun papahnya memiliki banyak uang. Dirra adalah tipe wanita mandiri, tanpa mengandalkan uang papahnya.
Bukan itu alasan utamanya, Dirra adalah sosok anak yang selalu di abaikan oleh orang tuanya. Hanya kini saja ia di kejar kejar oleh orang tuanya, iya di kejar kejar bukan di beri perhatian maupun kasih sayang.
Dirra membenarkan kabel tali earphonenya yang terlilit pada genggaman naskah cerita di tangannya. Dirra berjalan memasuki lobby sembari membenarkan lilitannya. Seorang gadis berseragam SMA menabraknya, membuat naskahnya menjadi berhamburan di lantai.
"Sorry banget kak," ucap gadis itu seraya membantu Dirra memungut semua kertas yang terjatuh.
Dirra menyelipkan rambutnya di belakang teliga sebab itu mengganggu pandangannya, "iya, santai aja."
Gadis itu memberikan kertas yang ia ambil ke pada Dirra. Wajah gadis itu seperti asing di lingkungan ini, membuat Dirra berpikir, mungkinkah penghuni baru? Namun, bukankah gedung ini sudah tidak menyediakan tempat kosong? Hm entahlah.
Dirra berjalan memasuki lift, hanya ada dia seorang di dalamnya. Sampainya di unitnya, Dirra baru saja membuka pintu apartemennya dan sudah ada mamahnya juga Zella yang tengah duduk di sofa bersama sambil menikmati makanan ringan. Mendengar pintu terbuka, jelas keduanya memalingkan pandangannya dari televisi yang tengah menyala.
"Lo dah balik Dirr? Dari mana si?" Tanya Zella sebagai sapaan.
Dirra membuka sepatunya dan menggantinya dengan santal, ia diam tanpa menjawab, "kerja lo itukan cuman nulis, kenapa lo banyak ngabisin waktu di luar?" Tanya Zella membuat mamahnya berpikir dengan keras.
Zella berjalan menghampiri Dirra yang kini berada di dapur tengah menuangkan segelas air mineral, "lo kenapa si, gue tanya gak di jawab," kesal Zella.
Dirra menghela nafasnya, "Penulis emang gak butuh inspirasi ya? Lo pikir jadi penulis cuman ngehalu doang? Lo salah!" Jawab Dirra.
"Lo kenapa si, kayaknya emosian banget," ucap Zella.
"Lo yang kenapa Zell, lo berubah sekarang bukan gue yang lo tanya kenapa tapi lo," kata Dirra melangkah pergi meninggalkan Zella di dapur.
"Dirra," panggil mamahnya membuat Dirra menghentikan langkahnya dan kembali menghela nafas.
"Bener Zella, kamu kenapa banyak keluar? Tohkan di sini kamu bisa cari banyak inspirasi, apa jangan jangan kamu main sama pria ya!" Tuduh mamahnya.
"Mamah apaan si, terus aja buruk sangka, Dirra capek!" Ucap Dirra masuk ke dalam kamar dan membanting pintunya.
"Dirra jawab mamah!" Teriak mamahnya dari luar pintu kamarnya sambil mengetuk ngetuk pintu kamar Dirra.
Zella adalah seorang sahabat yang Dirra punya, satu satunya yang dulu bisa ia percaya. Namun kini semua telah berubah, mungkin karena lingkungan pekerjaan Zella sebagai model yang membuat pola pikir juga cara pandangnya kini berbeda. Entahlah kini tak ada yang bisa Dirra jadikan tempat untuk berbagi sebuah cerita.
---
Darren baru saja melajukan mobilnya menjauh dari gedung perusahaannya. Hari ini ia baru saja berhasil, bekerja sama dengan perusahaan kelas tinggi yang banyak orang cari, namun sangat sulit untuk di ajak bekerja sama, sebab mereka menilai mana yang baik untuk di ajak kerja sama, apalagi jika bukan perusahaan milik Daffin.
Keduanya baru saling mengenal, lima hari sebelum Darren tahu bahwa ia adalah papah Dirra. Darren tahu semua informasi mengenai keluarga Daffin, jelas sudah ia tahu bahwa Dirra adalah wanita terhormat dan berharga. Sulit rasanya untuk Daffin mendapatkan sebuah restu.
Kala ia berkata ingin menikahi Dirra, bahkan Daffin melayangkan tamparannya pada wajah Darren. Entah mengapa, namun Darren akan tetap mengejar Dirra, hingga ia punya satu pendukung dan mereka akan bersama sama untuk meminta restu.
Pantas saja sifat Dirra berbeda dari beberapa wanita yang Darren temukan. Ternyata sebab Dirra memang sudah di didik untuk menjadi wanita yang berkelas. Bahkan Dirra tak pernah mengejar seorang pria, tugasnya hanya hidup dan bersekolah, kini menulis, tak ada waktu untuk berpacaran apalagi dekat dengan pria.
Darren menatap jam tangannya kala ia melihat antrian makanan yang begitu panjang di depannya. Untunglah Darren tau pemilik restorannya, membuatnya melalui jalur famous, tak perlu menunggu lama, Darren langsung kembali ke mobil dengan membawa pulang makanan yang ia beli namun di beri gratis oleh sang pemilik.
Darren melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi dan tak butuh waktu lama ia sampai. Darren dengan segera menaiki lift menuju sebuah unit di dua puluh. Saat pintu lift terbuka jelas sudah Darren berjalan ke arah pintu yang ada di sebelah kanan dan memencet sebuah bel.
Darren menunggu di depan pintu sambil menunggu seseorang yang berada di dalam membukakannya. Pintu unit sebelah kiri terbuka, tak sengaja untuk membuang sampah.
"Dirra?" Ucap Darren saat melihat Dirra keluar dengan jeans pendek di atas paha dan kaos putih biasa. Dirra terdiam menatapnya, 'jangan bilang ini om om pindah di unit sebrang gue? Njir dia ngapa ngejar ngejar gue si,' batin Dirra sambil tangannya menggenggam sekantung sampah.
Pintu unit kiri terbuka, Dirra melihat seorang gadis yang mukanya tak asing dari dalam sana. "Kakak yang tadi siang ya?" Ucap gadis itu. Iya, itu adalah gadis yang menabraknya.
Dirra mengangguk dan memencet tombol lift, 'anjir itu om om emang buaya, masa demenannya sama anak SMA, iya si tau itu anak SMA-nya masih bening, tapi woi masa iya pedofil,' batin Dirra sembari menunggu pintu lift terbuka.
Gadis itu membawa Darren untuk segera masuk ke unitnya. Darren dengan sikap coolnya berusaha untuk tak mengenal Dirra, sebab gadis yang ia hampiri ternyata sudah mengenalnya. Darren memberikan makanan yang ia beli untuk gadis itu. Darren duduk di sofa sambil menyalakan televisi.
"Lo kenal sama Dirra?" Tanya Darren.
Gadis itu tengah berada di dapur untuk menuangkan segelas air, "oh namanya kak Dirra bang?" Ucapnya dengan nada bertanya.
"Iya namanya Dirra, lo kenal dimana?"
"Enggak sengaja aja Devvi ketemu di lobby karena nabrak dia," ucapnya berjalan membawakan segelas air untuk Darren.
"Lo nabrak dia?" Tanya Darren terkejut.
Devvi menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, "pacar lo ya bang?" Tanya Devvi.
Darren terdiam, "bukan, lo jangan pernah bilang sama dia kalo lo adek gue ya," ucap Darren.
"Dih kenapa?" Tanya Devvi bingung.
"Malu gue punya adek kayak lo," ucap Darren sebagai candaan.
"Dih dari mana gue malu maluin, gue cantik gini," ucapnya memuji dirinya sendiri.
"Udah intinya jangan bilang, dahlah gue balik dulu ye," ucap Darren pamit pergi untuk meninggalkan Devvi.
Unit yang Devvi tempati adalah milik Darren, Darren membeli dua unit dalam satu gedung. Devvi adalah seorang adik dari Darren, ia terpaksa harus tinggal bersama abangnya sementara sebab orangtuanya tengah pergi ke luar negeri. Hingga membuat Devvi harus di jaga oleh Darren.
---
Terimakasih sudah membaca🖤✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable Love
Romansa⚠Follow sebelum membaca⚠ Warning: 21+ Kisah ini di mulai, saat seorang penulis biasa, yang identitas aslinya tak pernah di ungkap. Dengan sangat cepat dan secara tiba tiba, ia bisa membuat seorang pria yang sulit untuk jatuh cinta, bisa mencintainya...