Unsur - 4

111 33 11
                                    

Seperti fotosintesis yang selalu butuh cahaya, aku juga selalu membutuhkan kamu

-Unsur~Bab Empat-

"Hai Dita!"

Dita mendongak mendengar sapaan itu. Celine-teman sekelasnya-baru saja menyapanya. Gadis itu tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Gue pinjem tugas kimia lo hari ini dong, gue kemarin sibuk streaming makanya enggak sempet ngerjain." pinta gadis bergaya hedon tersebut sembari merangkul Dita, sok akrab.

Dita tidak memberi respon lain selain menyodorkan buku tugas kimianya. Tidak tersenyum, tidak menjawab, enggan berinteraksi dengan Celine lebih lama. Tahu gadis itu tidak serius ingin berteman dengannya.

Benar saja, Celine langsung pergi begitu buku kimia Dita ada dalam genggamannya.

Semua teman Dita, berteman karena gadis itu pandai, anak loncat kelas. Juga karena gadis itu kaya tentunya, putri salah satu pejabat negara. Punya hubungan dengannya tentu menjadi sebuah privilege.

Sayangnya, tak ada yang mau benar-benar berteman dengan gadis pemarah sepertinya. Mereka hanya butuh, datang, dapat, lalu pergi. Selalu seperti itu hingga Dita sendiri terbiasa.

"Palsu ya dia?"

Ares tiba-tiba berdiri di depan meja Dita. Membuat gadis itu menaikkan sebelah alisnya heran. Apa yang dimaksud Ares barusan, Celine?

"Udahlah, ayo, kita dipanggil ke perpustakaan sama Bu Nadira."

Dita menurut, membereskan meja lantas berdiri. Lalu mengikuti langkah Ares sambil memeluk buku tebal dan botol minum. Tahu bahwa otaknya akan panas nanti.

Mereka berjalan beriringan. Berbeda dengan Dita, Ares hanya tidak membawa apapun selain pulpen di kantong. Membuat keduanya terlihat kontras namun menggemaskan di saat yang sama.

***

Empat rekan olimpiade mereka yang lain sudah fokus mengerjakan latihan masing-masing. Sementara Dita dan Ares baru datang. Membuat keduanya sontak menjadi pusat perhatian.

"Pasti kalian berdua lagi yang telat, emang anak kelas Mipa 2 ngerepotin banget ya." cibir Farhan, yang jelas ditujukan kepada Dita.

Dita hanya diam, padahal dia terlambat karena tidak ada yang memberitahunya. Tidak ada anak olimpiade yang satu kelas dengannya di tim ini. Dibilang merepotkan, ternyata menyebalkan juga.

"Lu cowok, jangan nyinyir." balas Ares, sambil mengambil tempat duduk di sebelah Dita.

Dita menolehkan kepala kepada Ares. Diam-diam berterima kasih, dia merasa dibela. Gadis itu mengalihkan pandangan dengan senyum yang masih tetap.

"Iya ih Farhan nyinyir banget, urusin aja soal lu." sahut Sierra sembari berbaik hati memberikan sepuluh lembar soal kepada Ares dan Dita.

Keduanya mengucapkan terima kasih. Lalu mulai mengerjakan soal-soal kimia tersebut. Sama seperti lainnya, menciptakan keheningan di antara mereka.

Di tengah kegiatan mereka itu, hidung Dita tiba-tiba terasa gatal. Gadis itu lantas bersin beberapa kali, tidak lupa menerapkan manner dengan menutup hidungnya dengan lengan.

"Sialan, ganggu banget si lo!"

Lima orang lain sontak menoleh kepada Farhan. Daripada bersin Dita, mereka jauh lebih terganggu dengan bentakan Farhan barusan. Apa tidak bisa menegur baik-baik?

"Apaan si Farhan? Dita cuma bersin, lo ngegas banget deh." Sierra mengeluarkan pendapatnya, jengkel.

"Ya gue keganggu, emang anak kelas mipa yang bener cuma anak mipa 1 doang."

"Apa hubungannya? Sekalipun Dita dipindah ke kelas Mipa 1, kalo bersin, ya bersin aja kali." jawab Sierra lagi.

"Lo bisa diem enggak si?!"

"Ya lo yang diem!"

Sierra bisa kena hipertensi jika terus meladeni lelaki bernama belakang Devanata tersebut. Begitu pun yang lain, untungnya ini sudah jam pelajaran jadi tidak ada yang melihat pertengkaran mereka.

"Capek dengerin orang yang otaknya ga fungsi 100 persen, mending gue pindah."

Ares lantas berdiri sambil membawa pulpen dan kertas latihan soalnya. Namun langkahnya terhenti melihat Dita bergeming di tempatnya. Tanpa bicara, Ares mengambil buku-buku paket Dita.

"Jangan diem situ, sebelah lu orang stress Dit."

Ya, Dita memang duduk di antara Ares dan Farhan tadinya.

***

Dita dan Ares berada di bagian sekolah paling atas, rooftop. Tempat paling tidak Dita kira akan jadi tempat pilihan Ares mengajaknya untuk menghindari Farhan. Ini kali pertamanya menginjakkan kaki di sini.

Mereka duduk di kursi, yang entah milik kelas mana, sudah ada di sana. Mulai kembali menyelesaikan soal latihan yang baru selesai setengah. Mereka sama-sama diam, Ares fokus, sementara Dita enggan berbicara, merasa sedikit sedih karena ucapan Farhan tadi.

"Dit, nomor tiga delapan punya lu apa?"

"Punya aku c, kenapa?"

"Kok bisa? punya gue a, punya lo caranya gimana?"

Dita lalu menunjukkan buku coretannya kepada Ares. Sambil mengoceh menjelaskan bagaimana dirinya bisa menemukan jawaban yang berbeda dengan milik Ares. Mereka berdebat sebentar, hingga akhirnya sepakat, bahwa jawabannya adalah b.

"Lo kenapa sih? Lemes amat?" tanya Ares.

"Enggak, gapapa."

Ares kembali bertanya, "Masih kepikiran omongan Farhan tadi?"

Dita malah memalingkan mukanya dari Ares, tidak ingin menjawab. Membuat si ganteng gemas, lalu memegang puncak kepala gadis itu, menolehkannya.  Membuat Dita terpaksa menatapnya.

"Jangan dipikirin, senyum dong?"

Halo semuanyaaaAku update nii, kalian nungguin nggaaa??

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo semuanyaaa
Aku update nii, kalian nungguin nggaaa??

Hihi, semoga kalian suka sama part ini, kasih feedback banyak-banyak biar aku semangat buat update cepet.

Gracias,

Salam, Ge
-🔔

Malang, 24 Mei 2021

Unsur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang