Unsur - 41

49 16 13
                                    

Dunia tidak adil adalah kata-kata manusia yang gagal mengerti maksud baik Tuhan untuknya.

!! TW : abusive content !!

-Unsur~Bab Empat Puluh Satu-

"Ya karena aku suka sama kamu lah!"

Kalimat itu terus terngiang-ngiang di telinga Ares sepanjang perjalanan. Anak itu masih tidak percaya bahwa Dita benar-benar mengatakannya. Bagaimana bisa hal ini nyata?

Jika kalian ingin tahu apa yang terjadi setelahnya, maka jawabannya tidak ada. Ares terkekeh karena mengira Dita hanya bercanda seperti biasa. Namun hening mulai menyelimuti keduanya setelah Ares sadar bahwa gadis itu tidak berniat mengatakan tambahan apapun untuk menyangkal kalimatnya.

Ares benar-benar tidak mengatakan apa-apa setelahnya. Selain berpesan agar perempuan tersebut segera mandi karena mereka pulang diiringi gerimis. Dia melihat dengan jelas bahwa yang dia antar sedang merasa kecewa.

Harusnya dia senang bukan jika orang yang ia suka, juga menyukainya? Tapi sayangnya, Ares justru merasa kesal. Kesal karena bukan dia duluan yang menyatakan rasa. Kesal pada dirinya sendiri yang butuh waktu terlalu lama saat si pemilik hatinya bisa mengatakannya dengan mudah.

Padahal itu juga sama sekali tidak mudah bagi Dita.

Tanpa sadar, Ares tiba-tiba sudah sampai rumah. Padahal ia tidak memperhatikan jalan karena sibuk memikirkan hal ini. Beruntung dia tidak menabrak siapa-siapa selama perjalanan menuju rumah.

Mobil ayahnya tidak terlihat saat ia memarkir motor di dalam garasi. Mungkin orang tuanya sedang keluar. Tapi rupanya ia salah karena pintu rumah tidak dikunci. Namun ia melihat tanda-tanda kehidupan jadi dapat dipastikan ini bukan ulah maling.

Hanya ada cahaya dari televisi saat ia masuk rumah. Ares menekan saklar lampu ruang tamu. Mendapati ayahnya duduk di sofa depan tv dan kondisi sekitarnya berantakan, ada berbagai macam sampah dan barang-barang yang tidak pada tempatnya. Ares tidak kaget, sebelum Silvia datang, ia sudah sering melihat yang lebih parah.

"Ares pulang."

Tidak ada jawaban, meski Ares yakin ayahnya mendengarnya. Anak itu berniat langsung masuk ke dalam kamar tadinya. Tapi urung, kakinya malah membawanya mendekat ke arah Adi yang tengah sibuk dengan barang haramnya. Iya, lelaki itu sepertinya habis menenggak alkohol lagi.

"Ayah," panggil Ares.

Adi menoleh, kesadarannya masih lumayan, ia belum mabuk, "Kenapa?"

Ares diam, terkejut mendengar ayahnya merespon. Sejenak ia ragu dengan apa yang ingin disampaikannya. Sampai Adi harus berdiri dari tempatnya, ia sudah diganggu, jadi Ares harus bertanggung jawab untuk itu.

"Kamu mau apa?"

Itu pertanyaan sederhana, tapi tangan Ares gemetar karenanya. Ini mungkin ide buruk. Tapi ia sudah terlanjur mengganggu ayahnya, jadi Ares harus melaksanakan niatnya bagaimana pun juga.

"Hari ini, Bunda ulang tahun."

Ares yakin ayahnya tidak akan melupakan tanggal ini. Tanggal di mana orang yang paling dicintainya lahir. Ia juga yakin itulah alasan Adi hari ini kembali menyentuh minuman setan setelah beberapa minggu tidak. Setiap hari pula, Ares selalu merasa bersalah karena menjadikan tanggal ini menjadi tanggal paling menyakitkan untuk diingat oleh ayahnya.

Anak tunggal Adi dan Lia itu sudah siap menerima apa pun yang akan dilakukan ayahnya setelah ini. Benar saja, kerah bajunya ditarik sedetik setelah kalimatnya selesai.

"Berani banget kamu-"

"Ares juga ulang tahun."

Adi kaget, Ares pun kaget. Ia tidak tahu dari mana keberaniannya tiba-tiba datang. Namun setelah mengatakannya, ketakutan Ares pudar. Dirinya akan merealisasikan keinginan dipanggil nama dan mendapat ucapan ulang tahun dari ayahnya hari ini.

Dengan emosi penuh, pukulan Adi kemudian bersarang di perut Ares. Tidak hanya sekali, berulang-ulang. Tanpa menghiraukan Ares yang kesakitan.

"Ares sekarang 17 tahun Yah, Ayah ga pengen doain Ares apa-apa?" tanya anak itu lagi, kembali menantang maut tatkala ayahnya bernapas sejenak.

Wajah Adi sudah sepenuhnya merah saat ini. Tangan kanannya lalu meraih botol alkohol kaca yang isinya masih setengah. Kemudian memecahkannya di atas kepala anaknya. Membuat darah mengalir dari sana bersamaan dengan alkohol membasahi seluruh badan Ares.

Kepala anak itu jelas pusing, sejenak dunia berputar dalam prespektifnya. Tapi lelaki itu masih tidak menyerah. Mengabaikan apa yang tengah ia rasa, matanya menatap tanpa takut lurus pada netra milik ayahnya.

"Kamu yang bikin istri saya pergi, kamu pikir kamu boleh nanya begitu?!"

"ARES ENGGAK BUNUH BUNDA, AYAH!"

Perih kembali ia rasa ketika ujung botol yang telah pecah kembali menghantam wajahnya dengan keras. Meninggalkan goresan panjang. Air mata yang mulai lolos dari matanya tidak lagi terlihat karena bercampur dengan alkohol dan darah.

"Tuhan ngambil Bunda karena Bunda orang baik Ayah, bukan gara-gara Ares!"

Kepala Adi seakan hendak pecah karena tekanan yang amat tiba-tiba. Dengan darah mendidih, ia menjambak rambut Ares. Lantas membentur-benturkannya ke lantai yang penuh serpihan beling.

"DASAR ANAK BANGSAT! ANAK GATAU DIRI! KENAPA LO HARUS ADA HAH?!"

"ARES JUGA ENGGAK MAU BUNDA MENINGGAL! KALO BISA ARES AJA YANG MATI BUKAN BUNDA!" jawab Ares sekaligus sebagai pelampiasan rasa sakit yang ia rasakan di sekujur tubuhnya.

Melepas jambakannya, Adi beralih kembali menarik kerah baju anaknya. Mengabaikan erangan anak itu akibat tercekik kesakitan. Ares tidak tahu ia akan dibawa ke mana hingga dirasakannya punggungnya basah, ia ada di dalam kamar mandi.

Kemudian badannya dipaksa bangun. Kesadarannya tersisa separuh, yang ia lihat di hadapannya sudah ada bak mandi yang terisi penuh. Firasatnya tidak bagus.

"Kamu bilang kamu mau mati kan?"

Ares tidak sempat menjawab, tanpa aba-aba kepalanya ditenggelamkan ke dalam bak mandi. Membuat isi bak tersebut segera berubah merah karena bercampur darah segar. Anak malang itu belum sempat mengambil napas. Tangannya sudah menarik-narik baju ayahnya meminta bantuan.

Namun alih-alih dibantu, Adi justru menuangkan dua liter detergen ke dalam bak mandi. Ayah satu anak itu sudah tidak lagi berpikir jernih. Tangan kanannya terus menekan kepala Ares, tidak memberinya celah untuk bernapas.

Kepalanya diangkat sedetik untuk kemudian dimasukkan kembali ke dalam bak. Membuat penderitaannya semakin menjadi-jadi. Ia sudah tidak tahu berapa banyak air detergen yang masuk ke dalam tubuhnya, kesadarannya perlahan pudar.

"MAS ADI!"

Adalah suara terakhir yang didengar oleh Ares sebelum pandangannya benar-benar gelap. Itu suara Silvia, yang Ares harap tidak akan kenapa-napa karena mencoba menghentikan ayahnya.

 Itu suara Silvia, yang Ares harap tidak akan kenapa-napa karena mencoba menghentikan ayahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haloo frinz aku update nihh

Setelah kemarin aku bikin hepi Dita confess. Mohon maaf ya aku bikin sedih-sedih lagi ehe. Semoga kalian suka sama part inii <3

Salam, Ge
-🔔

Malang, 17 September 2021

Unsur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang