Unsur - 13

64 26 10
                                    

Luka adalah manifestasi dari dosamu di masa lalu, atau kebahagiaan yang ditunda perwujudannya

-Unsur~Bab Tiga Belas-

"Bang gue deg-degan ni gimana dong?" ujar Ares yang hampir gila karena belum bisa berbicara dengan Dita.

"Lu cuma mau minta maaf ye bukan mau ngelamar, gausah alay," jawab Darren dengan tingkat kejulidan hampir seratus persen.

Malam ini, Ares berniat mau datang ke rumah Dita langsung buat meminta maaf. Sebelum benar-benar pergi, laki-laki ini harus menyiapkan mental dulu. Dan berakhir konsultasi kepada abang-abangnya seperti biasa.

"Beneran Bang gue bawa ginian?" tanya Ares lagi, yang dimaksud dengan 'ginian' tadi adalah sekotak donat yang disarankan oleh Rahardian.

"Iyaa, biasanya ciwi-ciwi luluh sama makanan, tapi khusus lo kayaknya susah deh si Dita maafinnya."

Ares mengerucutkan bibirnya, "Ya elah Bang lu mah kaga ada suportif-suportifnya sama gue."

"Ya lu sih, lu kata ganteng lu ghosting-ghosting kaya gitu hah? Perlu gue giveaway otak?" hujat Bastian seketika sambil menoyor kepala Ares.

Ares mau nangis saja rasanya. Sudah depresi karena tidak dianggap oleh Dita. Ditambah lagi dengan abang-abangnya yang sama sekali enggak berhenti hujat dia sejak malam itu.

Setelah kenyang dengan segala kata-kata pedas teman-temannya, Ares akhirnya pergi menuju rumah Dita. Menolak untuk diantar karena rumah gadis itu tidak terlalu jauh.

Sepanjang jalan, Ares campur aduk perasaannya. Bahkan sampai menghitung setiap langkah kakinya saking deg-degannya. Dia sendiri juga belum tahu apa yang akan dia utarakan jika seandainya Dita mau membukakan pintu.

Sampai di depan rumah Dita, Ares malah diam saja tanpa melakukan apa pun selama sepuluh menit. Padahal udara di luar terasa semakin menusuk kulit. Tapi tangannya tak kunjung bergerak memencet bel.

"Ayo Res rileks, lo pasti bisa, mencet bel doang ini bukan mencet tombol lampu cerdas cermat."

Akhirnya Ares membunyikan bel rumah mewah tersebut. Tidak lama kemudian, satpam rumah membuka sedikit bagian gerbang. Merasa familiar dengan wajah Ares.

"Cari siapa ya masnya?" tanya satpam tersebut sembari masih berusaha mengingat di mana dia pernah melihat Ares.

"Cari Dita Pak, ada enggak anaknya?"

"Oh Mas ini yang pernah nganterin Non Dita pulang waktu itu ya?" tanya satpam itu lagi, akhirnya ingat.

Ares mengangguk, "Iya Pak, itu saya."

"Saya tanyain dulu ke dalem ya Mas," katanya, lalu kembali menutup gerbang dengan rapat. Sedikit tidak ramah untuk Ares yang sudah kedinginan.

***

"Apaan si ga serem setannya."

"Kak Jihan kalo ga mau diem aku matiin nih zoom nya."

Jihan hanya tertawa di ujung sambungan. Daritadi kedua saudaranya terlihat serius. Karenanya dia nyeletuk begitu biar ga tegang-tegang amat.

Setelah sesi curhat bersama Gerald tadi, Dita tampak tidak terlalu bersemangat. Tentu Gerald tidak bisa diam saja melihatnya. Jadilah mereka, ditambah Jihan yang untungnya sedang senggang di Harvard sana, menonton film horror bersama-sama via zoom.

"Kak pause dulu dong, Dita mau pipis bentar."

Gerald mengangguk, lantas memencet tombol jeda. Sementara Dita menyelesaikan urusannya di kamar mandi, kedua kakaknya tentu menjadikannya topik ghibah. Jihan sudah gatal ingin bertanya tapi mengerti kakaknya tidak akan spill the tea kalau ada adiknya.

Unsur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang