Unsur - 7

85 29 10
                                    

Rasa sukaku itu kaya gerak semu matahari, bedanya kalau gerak semu matahari bergerak dari timur ke barat, kalau rasa sukaku enggak kemana-mana, cuma ke kamu.

-Unsur~Bab Tujuh-

"Receh banget sih gitu doang kamu bengek," ujar Dita kepada Ares padahal dirinya sendiri juga ketawa.

"Gatau ah cape gue ketawa."

Tidak terasa, sudah hampir satu jam mereka ada di lapangan. Dita tidak pernah mengira tiduran di lapangan dingin bersama Ares adalah hal yang menyenangkan.

"Gue kira bakalan susah temenan sama lo, kata orang-orang lo orangnya jarang senyum, tapi ternyata lo seru juga anaknya," kata Ares, sementara matanya memandang lurus ke langit.

"Ya sama, aku ga nyangka kamu ternyata se-berisik ini, soalnya kamu galak banget sejak pertama kita ketemu."

Ares menoleh, "Nyesel nggak, temenan sama gue?"

"Baru temenan sejam juga, aneh-aneh aja."

Selama satu jam, mereka sudah membicarakan banyak hal. Mulai dari rasi bintang sampai rantai karbon. Dita sebenarnya ingin bertanya tentang apa yang dimaksud Ares dengan luka yang lebih sakit yang ia katakan saat diobati tadi.

Tapi Dita jelas merasa tidak enak. Gadis itu belum merasa cukup dekat untuk menanyakan hal privat seperti itu. Selain itu, Dita juga tidak ingin merusak suasana nyaman pertemanan mereka ini.

"Lo ngga dingin Dit?"

"Dingin sih, udah lama aku enggak keluar malem, tapi kamu ngga lebih dingin cuma pake kaos gitu?" jawabnya yang malah bertanya balik.

Ares tidak menjawab pertanyaan itu. Lelaki itu malah berdiri sambil menepuk-nepuk celananya. Dita pun berinisiatif ikut bangun.

"Ayo gue anter pulang, nanti lo sakit kalo lama-lama di luar," ajak Ares.

Dita mengecek jam tangannya, lalu mengangguk menyetujui. Akan tetapi tangannya dicekal oleh Ares saat dia hendak melangkah. Membuat gadis itu bertanya-tanya ada apa.

"Permisi ya."

Dengan hati-hati, Ares membersihkan punggung Dita yang kotor dengan menepuk-nepuknya. Ia juga melakukan hal yang sama pada rambut gadis itu. Sementara Dita mematung, tidak tahu harus berbuat apa.

"Udah, ayo pulang," ujar Ares sambil membawa bola basketnya.

Sepanjang jalan menuju rumah Dita, mereka berbincang kecil. Malam ini adalah kali pertama Ares melihat tawa lepas rekannya itu. Dan sepertinya, lelaki itu kecanduan.

"Makasih udah nganterin aku, makasih juga udah ngajakin aku main," ucap Dita begitu sampai di depan rumahnya.

"Sama-sama, gue perlu ke dalem ngga? Minta maaf ke orang tua lo udah culik anaknya malem-malem?"

Dita menggeleng, "Ga usah, papa sama mama nggak ada di rumah lagian."

"Ohh oke, kalo gitu.. sampai ketemu besok?"

"Iya, sampai ketemu besok."

***

"Selamat pagi, Hidrogen!"

Dita mendongak begitu mendengar sapaan itu. Lantas tersenyum mendapati Ares ada di hadapannya. Menyapanya sembari membawa sebungkus roti lapis coklat.

Dita menolehkan kepalanya dengan canggung ke kanan dan kiri. Sebelum akhirnya menerima roti itu. Ia tidak akan mendengar cibiran teman-temannya yang suka minta ditampar dollar.

"Kenapa? Lo malu ya?" tanya Ares melihat temannya terlihat canggung.

"Hah? Enggak kok ga gitu, makasih ya."

"Bawa rotinya, ayo ke perpustakaan."

Dita menurut, sudah tahu sebelumnya bahwa mereka akan ada bimbingan setelah jam istirahat pertama. Seperti biasa, gadis itu terlebih dulu menyiapkan peralatan perangnya. Akan tetapi, Ares tiba-tiba mengambil buku-buku paketnya dan berjalan lebih dulu.

"Ares siniin bukunya!" katanya sembari berusaha mengejar langkah panjang rekannya itu.

"Ares gausah dibawain!"

"Ares tungguin aku ih!"

"Ares jangan cepet-cepet jalannya!"

"Ares berhenti duluu!"

Sesuai permintaan, Ares langsung berhenti. Namun karena timing-nya tidak tepat, Dita akhirnya malah menabrak punggung Ares. Membuat gadis mungil itu sedikit terpental ke belakang. Barang-barang yang dibawanya pun ambyar tak beraturan.

"Eh maaf-maaf, gue gatau lo di belakang gue, lo gapapa?" tanya Ares khawatir. Dengan spontan lelaki itu meletakkan buku paket milik Dita di lantai. Demi mendekat, memastikan keadaan perempuan yang tampak pusing tersebut.

"Kamu si jalannya cepet banget."

"Iyaa yaudah maaf Dit."

"Makanya kalo dipanggil teh nengok, kalo diajak ngomong tuh nyahut," omel Dita masih sembari memegangi hidungnya yang terasa sakit.

"Iya iya maafin gue, masih ada yang sakit ngga-" Ares hendak menyentuh kepala Dita, namun segera ditepis.

"Ga usah pegang-pegang!"

Dita masih terus mengomel, marah-marah kepada Ares. Sementara yang bersangkutan, setelah memastikan temannya tidak terluka, merasa lega. Lalu hanya senyam-senyum kecil mendengarkan omelan Dita.

"Ih kamu dengerin aku ga sih??"

"Denger Dit denger."

Jawaban singkat Ares itu justru menambah kekesalan Dita. Perempuan bersumbu pendek itu lantas membereskan barangnya. Tidak lagi berniat merebut buku paket yang tahu-tahu sudah ada di tangan Ares lagi.

"Bodo amat ah aku ngambek," rajuknya, lalu memilih mendahului Ares dengan langkah yang dihentak-hentakkan.

Ares hanya tersenyum kecil melihat kelakuan gadis manis itu. Tapi, setelah Dita mulai hilang dari pandangannya, senyum itu mulai memudar. Bertransformasi menjadi ekspresi datar tanpa emosi.

Seakan tawanya bersama Dita barusan, palsu.

Seakan tawanya bersama Dita barusan, palsu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai bestiee, aku update ni

Gabut banget anaknya makanya nulis, tapi idenya lagi ga terlalu lancar jadi harap maklum kalo partnya pendek ya.

Aku anaknya males ngedit, jadi tolong koreksi kesalahan penulisannya yaa, jangan lupa teken bintang sama komen banyak-banyak jugaa

Syukron,

Salam, Ge
-🔔

Malang, 4 Juni 2021

Unsur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang