Unsur - 40

50 16 10
                                    

Selain senang mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, dan perubahan materi dalam kimia, aku juga suka mempelajari sifat, makanan kesukaan, dan hal-hal indah lain tentang kamu.

-Unsur~Bab Empat Puluh-

Sepanjang jalan, Dita menggigit bibirnya. Sambil menghujat dirinya sendiri dalam hati mengapa dia cengeng sekali. Meski tidak tega, tapi rasa ingin membuang buket di tangannya ke tengah jalan raya jelas ada.

Tapi ekspresinya berganti menjadi bingung tatkala mengetahui pemberhentian mereka selanjutnya ialah sebuah pemakaman umum yang juga belum pernah ia kunjungi. Ares melepaskan helmnya setelah ia turun karena tangannya penuh.

Laki-laki itu mengambil salah satu buket di tangan Dita. Lalu tangannya yang lain menggandeng tangan Dita yang kosong. Menuntunnya menyusuri makam, kemarin hujan, jadi ia khawatir tanahnya licin.

Dita sendiri hanya ikut, ia sedang patah hati, tapi tidak bisa ia pungkiri bahwa digandeng seperti ini membuatnya merasa senang. Entahlah, dia pusing sama dirinya sendiri.

Setelah beberapa saat berjalan, mereka berhenti di sebelah sebuah makam. Terlihat sedikit kotor namun lumayan terawat. Ada nama Tyas Novellia terukir di permukaan batu nisannya. Sebelum berjongkok dan meletakkan buket di atas makam, Ares terlebih dahulu membersihkan beberapa rumput liar dan debu yang ada di sana.

Tanpa mengatakan apa-apa, Ares berjongkok dan mulai mengangkat tangan untuk berdoa. Sementara Dita hanya diam di sebelah Ares. Ia ingin ikut berdoa tetapi dia tidak tahu yang sedang Ares doakan ini siapa.

"Halo, assalamualaikum," ujar Ares setelah selesai berdoa.

"Maaf ya, Ares udah lama enggak ke sini, minggu ujian Ares baru aja selesai, sibuk banget akhir-akhir ini, tapi berita baiknya, Ares bentar lagi bakalan lulus."

Bahkan dari suaranya saat bercerita, Dita mengerti bahwa Ares sangat merindukan perempuan ini. Siapa pun dia, orang ini pasti sangat berharga untuk temannya tersebut.

"Ares enggak dateng sendirian kali ini, kenalin ini Dita, temen baiknya Ares di sekolah, Ares enggak pernah kan bawa temen sebelumnya? Ada kemajuan nih Ares nambah temen."

Dengan suara bergetar, Ares lantas mengucapkan sebuah kalimat yang tidak sama sekali Dita sangka sebelumnya.

"Selamat ulang tahun, buat Ares dan Bunda."

Dita jadi benar-benar merasa bersalah sudah cemburu setelah mengetahui bahwa perempuan yang Ares maksud adalah ibunya. Meski ada bermacam pertanyaan yang bercabang di kepalanya. Dita tidak bisa mengatakan apa-apa, lidahnya kelu.

"Semoga Ares masih dikasih nafas sampe tua biar bisa jagain Ayah, maaf Bunda harus ngelahirin manusia berguna kayak Ares, maaf karena Bunda harus punya anak kayak Ares."

"Ares jahat banget sama Bunda, Bunda enggak bakal ada gantinya, tapi maafin Ares karena udah mulai sayang sama Mama."

"Bener kata Ayah, emang harusnya yang mati Ares aja, Bunda harusnya tetep di sini."

Demi apa pun, Dita merasa sangat sesak mendengar segala curahan hati Ares untuk bundanya. Tidak ada yang bisa ia lakukan kecuali mengusap bahu Ares pelan. Menyalurkan sedikit energi dari simpati yang ia punya.

"Ahh sorry ya Dit, gue udah kayak orang gila ngomong sama batu nisan," kata Ares sambil menyeka air matanya yang belum sempat menetes.

Dengan cepat gadis itu menggeleng. Lalu ikut meletakkan bunga yang dibelikan Ares untuknya tadi di atas nisan Bunda Lia.

"Halo Bunda, ini Dita, temen baiknya Ares, salam kenal Bunda."

"Selamat ulang tahun Bunda, terima kasih udah bikin Ares lahir ke dunia, anaknya Bunda sekarang ganteng banget, pinter lagi, tapi anaknya nakal Bun suka gangguin Dita."

Unsur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang