Kalau bom bisa meledak ketika disulut api, hatiku bisa meledak-ledak kalau terlalu sering dekat kamu.
Tapi aku suka, gimana dong?
-Unsur, Bab Pertama-
"Sekali lagi, Panggilan kepada Ares Prasetya, Farhan Devanata, Kaila Tsabitah kelas XII MIPA 1, Dita Renadya kelas XII MIPA 2, Sierra Anatasya, dan Farel Adijaya kelas XII MIPA 4, diharap menuju ke perpustakaan sekarang juga, terima kasih."
Ares melepaskan pulpennya begitu mendengar pengumuman panjang tersebut selesai. Lelaki itu lalu menoleh ke arah Farhan dan Kaila yang sudah bersiap hendak berdiri. Dia lantas berdiri duluan, setelah sebelumnya mengantongi pulpen.
Mereka minta izin guru yang mengajar, lantas keluar bersama secara beriringan. Dari pintu kelas Matematika IPA empat juga keluar dua orang. Mereka berlima akhirnya berjalan bersama menuju perpustakaan.
"Selamat datang, silahkan duduk dulu." ujar Bu Nadira ramah, kelihatannya sudah menunggu.
Lima anak itu menurut, duduk setengah lingkaran di depan meja. Tidak lama, ada seorang guru laki-laki datang, langsung mengambil tempat di sebelah Bu Nadira. Setelahnya beliau-yang akrab di sapa Pak Ali-membuka pertemuan mereka itu dengan salam.
"Assalamualaikum, maaf ya kami minta waktunya sebentar, ini apa sudah berkumpul semua di sini?"
Mereka saling melempar pandangan, kemudian Kaila menjawab, "Sepertinya kurang satu, anak kelas MIPA 2, saya lupa namanya Pak."
Pak Ali mengangguk-angguk kemudian. Hening sejenak, mereka masih menunggu satu anak dari kelas MIPA 2 itu datang. Namun lima menit menunggu, tidak terlihat tanda-tanda kedatangan yang bersangkutan.
"Bapak bicara saja dulu, biar saya coba panggil lagi."
Sepeninggal Bu Nadira, lima anak itu kembali memfokuskan diri ke apa yang akan dibicarakan Pak Ali.
"Sebelumnya, saya ucapkan selamat buat kalian semua, setelah tes dari banyak siswa kemarin, kalian lah yang berhasil terpilih untuk mewakili sekolah ke olimpiade yang akan dilaksanakan pertengahan bulan depan."
Mendengarnya, anak-anak itu terlihat tersenyum senang. Sierra bahkan terlihat tidak menyangka. Namun lain dengan Ares, lelaki itu malah mengerutkan dahi.
Pasalnya Ares tidak pernah merasa mengikuti tes apapun. Dia lalu mengangkat tangan, lantas mengutarakan keheranannya. Membuat atensi anak lain yang tadinya sibuk mengucap syukur, kini ada padanya.
Pak Ali hanya menjawab pertanyaan itu santai, disertai senyum, "Fakta bahwa kamu anak akselerasi, juga nilai kimia kamu yang tertinggi di tiga ulangan berturut-turut, sudah cukup menjadi pertimbangan kami."
Ares terdiam mendengarnya, harusnya dia senang, tapi dia biasa saja. Selain itu, dia juga diam karena tahu, pasti empat anak lain merasa sedikit gimana gitu sama dia.
"Kalian berlima, eh berenam, akan mengikuti empat cabang lomba, matematika, biologi, fisika dan juga kimia. Untuk matematika, ada Farhan Devanata dari MIPA 1 dan Sierra Anatasya dari MIPA 4; untuk biologi, ada Farel Adijaya dari MIPA 4; untuk fisika ada Kaila Tsabitah dari MIPA 1; terakhir untuk kimia, ada Ares Prasetya dari MIPA 1 dan Dita Renadya dari MIPA 2." Pak Ali lanjut menjelaskan.
Guru kepala tiga itu akan menjelaskan lebih lanjut. Kalau saja Bu Nadira tidak datang dan berkata bahwa Dita tidak merespon panggilannya. Juga bertanya, apakah speaker di kelas MIPA 2 sedang rusak atau mati.
***
Ares menyusuri koridor sekolah yang sepi dengan langkah yang dihentak-hentakkan. Dia juga enggak tahu mengapa bisa sekesal ini hanya karena disuruh menyusul partner olimpiadenya. Sekaligus menjelaskan juga tentang apa yang sudah di dengarnya dari Pak Ali tadi.
"Oalah anjir."
Dia mendesah kecewa mendapati kelas MIPA 2 tidak berpenghuni. Ada seragam sekolah tergelatak di hampir semua meja. Menandakan bahwa siswa-siswinya sedang pelajaran olahraga. Pantas saja tidak mendengar.
Ares semakin sebal mengetahui dirinya harus melangkah lebih jauh untuk menemukan gadis itu. Kakinya lurus terus menuju ke lapangan basket outdoor. Tempat paling mungkin gadis itu sekarang berada.
Namun lagi-lagi, dia dibuat dongkol oleh pemandangan yang didapatinya. Memang ada beberapa anak perempuan di sana. Tapi saat dia bertanya, tidak ada satu pun yang bernama Dita. Membuatnya harus membelokkan jalan menuju ke Unit Kesehatan Sekolah.
Teman-teman sekelasnya bilang gadis itu sudah dilarikan ke UKS sejam lalu. Karena asam lambungnya naik akibat tidak sarapan. Jadi kemungkinan sekarang gadis itu masih di sana.
Sayangnya, Ares harus kembali menggunakan stok kesabarannya karena gadis yang dicarinya juga tidak ada di UKS. Akhirnya dengan amarah memuncak, lelaki itu menuju kantin. Tempat terakhir yang dipikirkannya sejak tadi.
"Lo yang namanya Dita kan?!"
Gadis yang sedang mengunyah siomaynya, menolah. Lantas menautkan alisnya, merasa tidak ada urusan dengan lelaki yang tidak dikenalnya itu. Apalagi Ares bertanya padanya dengan nada kesal.
"Kalau iya, kenapa?"
"Ikut gue sekarang." jawab Ares malas menjelaskan panjang lebar. Rupanya anak itu masih emosi.
"Kenapa aku harus ikut? Ga liat aku lagi makan?"
Dita kembali fokus ke sepiring siomaynya setelah melempar pertanyaan retoris tersebut kepada lawan bicaranya. Namun sedetik kemudian dia membulatkan mata karena pergelangan tangannya tiba-tiba ditarik, begitu pun badannya.
"Kalo gue bilang ikut, ikut!"
Haiii, aku update
Maaf ya aku telat banget update nya, minggu-minggu ini bener-bener sibuk ujian, mohon dimaafkeun ya T_T
Semoga kalian tetep suka sama cerita ini, tungguin terus next chapternya ya..!
Jangan lupa kritik sarannya jugaaSalam, Ge
-🔔Malang, 8 Maret 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Unsur
Ficção Adolescente[3RD BOOK OF CHANCE SERIES UNIVERSE] ok.si.gen /oksigèn/ (n) gas yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau, merupakan komponen dari kerak bumi; zat asam; unsur dengan nomor atom 8, berlambang O, dan bobot atom 15,9994〈O2〉 hid.ro.gen /hidro...